BANDA ACEH – Kasus penganiayaan Muhammad Luthfi, Chief Koas Mahasiswa Kedokteran Universitas Sriwijaya berbuntut panjang.
Usai polisi menetapkan status tersangka dan menahan Fadilah alias DT (37), sopir pribadi Lady Aurellia Pramesti, dokter koas Fakultas Kedokteran Unsri, sosok Dedy Mandarsyah viral di media sosial.
Dedy Mandarsyah diketahui merupakan ayah kandung dari Lady Aurellia Pramesti, pemicu keributan yang terjadi di kafe kawasan Jalan Demang Lebar Daun, Palembang.
Meski tak terkait dengan penganiayaan, Dedy Mandarsyah yang kini menjabat sebagai Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat Kementerian Pekerjaan Umum itu disoroti masyarakat.
Pasalnya, Dedy Mandarsyah memiliki harta kekayaan yang cukup fantastis, yakni mencapai Rp 9,4 miliar.
Padahal, merujuk Pasal 131 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Dedy masuk dalam kategori pejabat eselon II.
Jabatan eselon II setara dengan jabatan tinggi pratama, meliputi direktur, kepala biro, asisten deputi, sekretaris direktorat jenderal, kepala balai besar, dan kepala dinas/ kepala badan provinsi.
Besaran gaji pejabat eselon II/c adalah Rp 3.307.400 sampai dengan Rp 5.431.900.
Kemudian ada tunjangan lainnya seperti tunjangan kinerja, tunjangan jabatan, hingga tunjangan suami/istri dan anak.
Dimana tunjangan suami/istri tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS.
Pegawai eselon IIA dan eselon IIB mendapat tunjangan jabatan sejumlah Rp 3.250.000 dan Rp 2.025.000.
Tunjangan makan dan lembur pagi bara pejabat PNS golongan IV maupun Eselon I dan II, jatah uang makan Rp 41 ribu per hari, uang lembur Rp 25 ribu per hari, dan uang makan lembur Rp 41 ribu per hari.
Sementara tunjangan Kinerja tahunan Pegawai di Lingkungan Kementerian PUPR mengatur pejabat eselon II mendapat Rp 13.670.000 sampai dengan Rp 21.330.000.
Masuk Daftar OTT
Jauh sebelum kasus penganiayaan terjadi, sosok Deddy Mandarsyah disebut pernah masuk dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur (Kaltim).
Hal tersebut disampaikan Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK Herda Helmijaya.
Herda menegaskan, hal tersebut membuat KPK semakin kuat untuk melakukan pendalaman terhadap kekayaan Dedy yang tercatat mencapai Rp 9,4 miliar.
“Saat KPK menangani kasus OTT BBPJN Kaltim akhir 2023, nama yang bersangkutan sebetulnya juga sudah disebut-sebut,” ujar Herda Dikutip dari Kompas.com pada Minggu (15/12/2024).
“Hal itu makin menguatkan untuk segera dilakukan pendalaman (terhadap kekayaan Dedy Mandarsyah),” sambung dia.
Dia memperkirakan Dedy akan dipanggil KPK dalam dua pekan ke depan untuk diklarifikasi.
“Kalau kita sudah memiliki data kuat untuk kemudian dilakukan konfirmasi dan klarifikasi pasti pada akhirnya yang bersangkutan akan segera kita panggil,” imbuh Herda.
Diketahui, nama Dedy mencuat lantaran dikaitkan dengan kasus penganiayaan dokter koas di Palembang bernama Muhammad Luthfi. Dedy disebut merupakan dari ayah dokter koas berinisial LD yang diduga menyebabkan penganiayaan itu terjadi.
Harta Kekayaan Dedy Mandarsyah
Dedy Mandarsyah ST, MT merupakan Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat.
BPJN merupakan balai di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Pegawai Eselon II tersebut masuk dalam unit kerja Direktorat Jenderal Bina Marga.
Dikutip dari LHKPN, Dedy Mandarsyah mulai melaporkan harta kekayaan setelah menjadi Kepala Satuan Kerja sebagai Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II, Provinsi Riau.
Lalu Dedy Mandarsyah menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja sejak Desember 2016 hingga Desember 2019.
Satu di antaranya menjadi Kepala Satuan Kerja Wilayah I Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2019.
Dedy kemudian menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komite (PPK) hingga Desember 2022.
Setelah itu, Dedy Mandarsyah menjadi Kepala BPJN hingga saat ini.
Dedy Mandarsyah melaporkan harta kekayaannya pada 31 Desember 2023.