BANDA ACEH – Abraham Samad sayangkan pengakuan mantan petinggi KPK diintervensi Jokowi.
Menurut Abraham, Agus Rahardjo telat mengungkapkan fakta tentang pemanggilannya ke Istana oleh Presiden Jokowi.
Pengakuan itu disampaikan oleh Agus di sebuah televisi swasta pada Kamis 30 November 2023, jika dirinya dipanggil ke Istana oleh Presiden Joko WIdodo pada 2017 lalu.
Menurut Agus, sesampainya di Istana, Jokowi minta agar dirinya menghentikan kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Setyo Novanto.
Agus dapat melakukan penolakan, salah satunya karena KPK tidak mempunyai aturan untuk menghentikan penyelidikan atau SP3, maka kasus yang merugikan negara mencapai 2.3 triliun rupiah tersebut tetap dilanjutkan dan Setyo Novanto divonis 15 tahun penjara.
Seperti diketahui pada UU 30 Tahun 2002 tentang KPK, di mana pada pasal Pasal 40 menyebutkan bahwa ‘Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi’.
Setelah dilakukan revisi maka dalam UU KPK 2019, Pasal 40 menjadi 4 ayat, di mana ayat pertama mengatakan bahwa. ‘Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
Meskipun telah disampaikan oleh mantan ketua KPK periode 2015 hingga 2019 ini tentang pemanggilannya ke Istana, namun Abraham Samad menyesalkan kenapa fakta itu baru disampaikan saat ini.
Abraham menjelaskan, jika saja Agus menyampaikan langsung ke publik, tentunya ini akan berdampak pada rencana perubahan undang-undang KPK tahun 2019.
“Jika Agus saat itu menyampaikan peristiwa tersebut, tentunya masyarakat akan dapat melihat adanya korelasi antara undang-undang baru dengan melemahkan posisi KPK,” terang Abraham.
“Seharusnya Agus Raharjo mengungkapkan hal itu saat pemerintah akan melakukan revisi agar masyakarat dapat melihat bahwa adanya korelasinya,” jelas Abraham kepada Disway.Id.
Menurut Abraham, jika hal itu diungkapkan maka masyarakat bisa mendorong dengan lebih kuat lagi bahwa adanya refisi UU tersebut memang sengaja dilakukan oleh penguasa demi kepentingan-kepentingan tertentu.
Agus juga mengakui, setelah dipanggil ke Istana dirinya sempat menceritakan ke kalangan terbatas termasuk pimpinan KPK yang lain, namun cerita pemanggilan itu baru muncul saat ini.
Masih dengan Abraham, seharusnya sebagai orang yang telah diberi amanat dan sebagai pimpinan yang telah teruji integritasnya, saat itu Agus tidak perlu takut.
“Ini sangat berbahaya jika tidak dibuka, karena akan menjadi sejarah kelam bangsa ini dan kita akan sangat susah untuk membangun bangsa ini jika ada sejarah kelam,” tambah pimpinan KPK periode 2011–2015 ini.
Meskipun menyesalkan, Abraham mengatakan jika dirinya sangat mengapresisi Agus akhirnya membuka pemanggilannya ke Istana saat menangani kasus e-KTP tersebut.
Abraham meyakini jika saja Agus membuka cerita itu saat perubahan UU 2019 tersebut, dia yakin UU KPK yang baru bisa tidak terjadi.
“Karena masyarakat akan mengetahui sebuah fakta bahwa perubahan UU KPK tersebut adanya muatan politisnya,” tambah Ambraham.
“Tadinya orang membaca bahwa revisi itu semata-mata untuk penegakan hukum, namun dengan pernyataan dari Agus kita mulai mengait-ngakitkan ternyata revisi UU KPK yang melemahkan KPK ada kaitannya dengan muatan-muatan Politik,” terangnya.