OLEH: ILHAM BINTANG
SUSI Pudjiastuti tahu, mustahil dia bisa jadi presiden. Sistem politik kita, seperti dia katakan berulang-ulang, sudah jadi. Sudah matang. Mekanisme pemilihan presiden pun sudah baku. Sudah menjadi produk undang-undang.
Susi bilang, dia bukan kader partai, sedangkan presiden harus diusulkan oleh partai. Partai pun harus memenuhi syarat punya suara 20% dari hasil Pemilu sesuai ketentuan “Presidential Threshold”.
Ditambah lagi hasil survei pelbagai lembaga polling, popularitasnya kurang 1%. Sedangkan yang punya tingkat popularitas dan elektabitas tinggi saja belum tentu dapat tiket berkompetisi di Pilpres 2024.
Kalau metodologi survei itu benar, bisa dipertanggungjawabkan, maka posisi dia jauh panggang dari api. Kalau dia dengan senang hati menghadiri acara deklarasi dirinya sebagai Calon Presiden RI periode 2024-2029, itu datang dari rasa hormatnya pada “Komunitas Pendukung Ibu Susi” (Kopi Susi).
Kopi Susi adalah bagian dari jutaan followers Susi di dunia maya, dunia media sosial. “Kami sering bercakap-cakap dan diskusi di medsos,” aku pemilik Susi Air itu. Di media sosial, Susi Pudjiastuti salah satu ratunya.
Central for Digital Society (CfDS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) dalam risetnya pada 2019 mengenai “Popularitas Media Sosial (Medsos) Menteri Kabinet Kerja Jokowi – JK”, menempatkan Susi di puncak popularitas.
Selain menjadi menteri terpopuler di kanal Twitter, Susi Pudjiastuti juga berada diperingkat pertama di kanal Instagram.
Krisis Energi dan Pangan
Deklarasi Kopi Susi berlangsung Minggu (3/7) siang di Griya Ardhya Garini, Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur. Susi melayani talkshow sekitar satu jam, mendahului acara deklarasi. Saya hadir memenuhi undangan acara itu bersama Marah Sakti Siregar, wartawan senior yang menjadi Tenaga Ahli di Dewan Pers.
Di awal talkshow, Susi menerangkan mengenai sistem politik kita dengan bahasa yang mudah dimengerti audiens, meski diselang-seling dengan bahasa Inggris.
“Saya harus memberi tahu teman-teman, bahwa deklarasi itu impian. Mustahil bisa berhasil. Memang tidak adil mengutip Najwa Shihab. Bayangkan pupulasi Indonesia lebih 270 juta jiwa, tapi orang yang boleh mencalonkan diri hanya beberapa orang. Kalau saya bersedia hadir di sini, itu karena apresiasi saya yang tinggi kepada Kopi Susi yang sudah capek-capek berusaha ikhlas begini,” katanya disambut pekik sorai sekitar 150 hadirin.
Sebagian relawan datang dari berbagai daerah di Indonesia. Ketua acara deklarasi, Verawaty terbang dari Makassar, Sulawesi Selatan. Ada yang menyeru lantang ketika Susi memaparkan sistem politik kita. “Justru kami memilih Ibu Susi untuk membongkar sistem yang tidak adil itu”.
Deklarasi kemarin siang berlangsung di sebuah ruang pertemuan. Ada backdrop besar dengan tulisan “Deklarasi Kopi Susi”. Di depan backdrop disediakan sepasang sofa, di situlah talkshow berlangsung.
Seratus lima puluh pendukung Susi mengenakan seragam kaos hitam berisi tulisan sama dengan backdrop, tampak bergairah mengikuti acara. Ada sebuah ruang dekat pintu masuk, menjadi tempat konferensi pers. Menjelang pulang, Susi dikerubungi wartawan di situ.
Acara talkshow dipandu seorang relawan yang lebih menyajikan acara tanya jawab. Susi yang menjawab sekitar 10 pertanyaan yang diajukan menunjukkan penguasaan mantan Menteri KKP itu atas berbagai problem bangsa.
Tapi Susi lebih memanfaatkan kesempatan untuk mengajak semua masyarakat mengantisipasi dampak krisis energi dan pangan secara global.
“Kita semua harus berhemat. Hanya belanja bahan produksi bangsa sendiri. Hindari sekuat tenaga membelanjakan uang kita untuk produk impor. Dunia sekarang mengalami kesulitan energi dan pangan,” papar Susi.
Pengaruh krisis itu menurut Susi sudah kita rasakan beberapa bulan terakhir di Tanah Air. Harga-harga kebutuhan pokok masyarakat mengalami lonjakan sekitar 72%. Sudah banyak warga yang tidak bisa beli cabe, minyak goreng, dan bahan pokok lainnya karena harganya melonjak.
Kurs dolar akhir minggu sudah tembus Rp 15 ribu per 1 dolar AS. Itupun karena pemerintah mengintervensi pasar. Kalau tidak, bisa menyentuh Rp 20 ribu. Dan, itu akan terus naik.
Harga avtur pesawat juga naiknya gila-gilaan. Kenaikan itu menpengaruhi kenaikan harga tiket pesawat. Di Amerika, masih cerita Susi, banyak maskapai penerbangan yang sudah tidak sanggup beroperasi.
Terhadap penumpang yang sudah membeli tiket penerbangan jauh- jauh hari, akhirnya dibujuk supaya membatalkan terbang dengan kompensasi pengembalian uang 150%.
Krisis belum menunjukkan tanda-tanda akan reda. Bahkan lebih mengisyaratkan bakal berkepanjangan. Kalau itu terjadi, mungkin kita tidak akan mudah bepergian dengan pesawat terbang. Sebab, situasi selanjutnya yang akan terjadi, mungkin uang masih ada, tapi barang yang mau dibeli tidak ada.
Di Amerika, dampak krisis global itu sudah buruk. Warga gampang ngamuk. Beberapa kejadian penembakan warga atas warga yang lain tanpa alasan jelas.
Pemerintah yang hendak mengubah UU untuk membatasi penggunaan senjata oleh warga ditolak oleh Mahkamah Agung. Lembaga Hukum tertinggi di AS menganggap hak warga untuk melindungi dirinya dengan memiliki senjata.
Seminar Kebangsaan Syarikat Islam
Selesai acara “Kopi Susi” saya pamit untuk menghadiri Seminar Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Syarikat Islam dengan tema: “Demokrasi dan Keadilan Sosial”.
Acara yang berlangsung di markas SI di Taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat, menampilkan pembicara: Rocky Gerung, Syahganda Nainggolan, Djumhur Hidayat, Hamdan Zulva, Prof Siti Zuhro dengan moderator Ferry Juliantono. Tampil juga Anwar Fuady sebagai pembicara tamu.
Ketika saya menyebut seminar itu, Susi tampak tertarik. Dia pun bersedia saya ajak bergabung di sana. Dalam hati, ini kesempatan menguji popularitasnya, di luar pemujanya.
Sekalian menguji tesis hidup berhemat di depan audiens yang lebih kritis. Berhasil. Hampir seluruh peserta seminar menyambut dan mengelu-elukannya. Ferry Juliantono yang menjadi moderator mendaulatnya berbicara.
Krisis energi dan pangan global itu menjadi tema orasi Susi yang mendapat sambutan meriah dari audiens. Rocky Gerung langsung berkomentar memasukkan Susi Pudjiastuti, salah satu calon pemimpin bangsa yang dibutuhkan Indonesia.
Rocky menutup Seminar Kebangsaan dengan mengutip kisah Procrustes, karakter jahat dalam mitologi Yunani. Procrustes (Polypemon/Procoptas/Damastes) adalah anak dari Poseidon.
Semasa berkuasa dia mengesankan sebagai pemimpin baik dan adil. Ia memiliki sebuah rumah di sisi jalan antara Athena dan Eleusis. Setiap malam ia mengundang rakyat untuk menghabiskan malam di rumahnya.
Rakyat tertarik karena keramahan dan sambutan hangatnya. Ia menawarkan makanan lezat dan istirahat malam di tempat tidur magis khusus, yang katanya, bisa menyesuaikan panjang siapa saja yang akan berbaring di atasnya.
Jika tamunya lebih pendek dari tempat tidur, ia akan meregangkan tubuh tamunya pada tempat tidur menggunakan palu sampai panjangnya sama persis dengan tempat tidur. Tentu saja ini menyebabkan penderitaan besar dan kematian.
Jika tamunya lebih panjang dari tempat tidur itu, Procrustes akan memenggal kaki tamunya hingga panjangnya sama dengan tempat tidur. Yang pasti tamunya akan mati karena kehabisan darah.
Rocky menganalogikan kisah itu untuk menyindir Presidential Threshold yang menentukan calon presiden harus diajukan oleh partai politik yang mengantongi 20% suara hasil Pemilu.
“Begitulah praktik keadilan menurut penguasa kita sekarang, tidak beda dengan Procrustes,” tuding Rocky.