Jumat, 15/11/2024 - 14:27 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Akademisi Minta Sunarto Bebaskan Mardani Maming Demi Jaga Muruah Mahkamah Agung

BANDA ACEH – Terpilihnya Sunarto sebagai Ketua Mahakamah Agung, membuka harapan baru akan ditegakkannya kebenaran dan keadilan untuk Mardani Maming berupa putusan bebas.Sunarto pernah menjadi Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yusidisial. Dia dikenal berintegritas dan independen. Makanya dia dinilai cocok membereskan masalah peradilan di Indonesia, setelah baru-baru ini masyarakat dipertontonkan dengan kasus Zarof Rikard, mantan Pejabat Eselon I Mahkamah Agung sebagai makelar kasus perkara Ronald Tanur.

Kasus tersebut membuka fakta banyaknya perkara yang selama ini ditangani Mahkamah Agung terindikasi diputus secara tidak independen dan sarat intervensi. Hal ini terlihat dalam perkara yang menjerat Mardani Maming yang pada tingkat kasasi dipidana dengan pidana penjara selama 12 tahun.

Putusan pemidanaan Mardani ditengarai sebagai akibat intervensi dan rekayasa hukum pihak tertentu yang memaksakan agar Mardani Maming dipidana.

Di masa Sunarto, Anggota Komisi Yudisial (KY), Prof Amzulian berharap terjadi perubahan untuk MA. Sehingga MA menjadi badan peradilan yang agung dan semakin dipercaya publik. “Terpilihnya Prof Sunarto sebagai Ketua MA, menjadi angin segar penegakan hukum yang berkeadilan serta bebas dari intervensi. Harapannya, semoga MA menjadi badan peradilan yang benar-benar dipercaya publik,” harap Amzulian dalam siaran pers yang diterima, Senin (28/10/2024).

Para akademisi, pakar hukum dan pegiat antikorupsi juga mempunyai harapan yang sama pada Sunarto. Saat ini, muruah MA sebagai benteng terakhir untuk mencari keadilan, ada pada sosok Sunarto.

Di tengah harapan itu, para pakar juga mewanti Sunarto agar bebas dari intervensi dalam penanganan kasus hukum. Salah satunya dalam proses penanganan kasus Peninjauan Kembali (PK) mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming.

Sunarto diminta untuk benar-benar mempergunakan hukum pada tempatnya, dan menggunakan nuraninya dalam memproses perkara Maming. Hal itu dikarenakan adanya dugaan kuat kalau kasus Maming sengaja direkayasa.

Hal senada disampaikan pakar hukum Prof. Topo Santoso. Dia meminta agar pengusaha Mardani Maming segera dibebaskan karena adanya kekhilafan hakim. Akademisi yang juga menjabat sebagai Tim Asistensi Penyusunan Rancangan UU Pemberantasan Tipikor dan RUU KUHP Nasional ini menyatakan ada beberapa hal yang menunjukkan kekeliruan hakim yang mengadili Mardani.

“Putusan pengadilan atas Mardani Maming dengan jelas memperlihatkan kekhilafan atau kekeliruan nyata. Unsur menerima hadiah dari pasal yang didakwakan tidak terpenuhi karena perbuatan hukum dalam proses bisnis seperti fee, dividen, dan utang piutang merupakan hubungan keperdataan yang tidak bisa ditarik dalam ranah pidana,” katanya.

Apalagi ada putusan Pengadilan Niaga yang ditempuh dalam mekanisme sidang terbuka. Putusan itu menyatakan tidak terdapat kesepakatan diam-diam, karena itu tidak ada hubungan sebab akibat antara keputusan terdakwa selaku Bupati dengan penerimaan fee atau dividen.

“Sehingga tidak terdapat niat jahat (mens rea) pada perbuatan terdakwa. Dengan demikian, Mardani Maming harus dinyatakan bebas,” kata akademisi yang juga menjadi pengajar pendidikan calon Hakim Tipikor di Mahkamah Agung ini.

Pendapat yang sama juga dilontarkan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Prof. Romli Atmasasmita. Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembentukan KPK ini menyampaikan bahwa terdapat delapan kekeliruan serius dalam penanganan perkara Mardani.

Ia menegaskan bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan tidak didasarkan pada fakta hukum, melainkan lebih didasarkan pada imajinasi penegak hukum.

“Proses hukum terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan atau kekeliruan nyata, tetapi merupakan sebuah kesesatan hukum yang serius,” tegas Romli.

Dukungan terkait kasus ini juga datang dari Akademisi Departemen Hukum Administrasi Negara dan Departemen Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, Dr Hendry Julian Noor dan tim Hukum UGM, berpendapat bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya unsur pidana korupsi.

1 2

Reaksi & Komentar

فَمَن بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ البقرة [181] Listen
Then whoever alters the bequest after he has heard it - the sin is only upon those who have altered it. Indeed, Allah is Hearing and Knowing. Al-Baqarah ( The Cow ) [181] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi