Alasan Investor Asing Belum Masuk ke IKN, Celios: Potensi Ekonomi Masih Tetap Berpusat di Jawa

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Investasi di Ibu Kota Nusantara atau IKN Nusantara di Kalimantan Timur mulai menggeliat.

Namun, dari sekian banyak investasi yang masuk, tak satu pun berasal dari luar negeri.

ADVERTISEMENTS

Belum adanya investor asing yang masuk ke IKN diakui langsung oleh Presiden Jokowi.

ADVERTISEMENTS

“Sampai saat ini belum ada (investasi asing),” kata Jokowi saat memberikan keterangan pers di San Francisco, Amerika Serikat, pada Kamis (16/11/2023), sebagaimana disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (17/11/2023).

ADVERTISEMENTS

“Tapi saya yakin bahwa setelah investor di dalam negeri bergerak, semakin banyak setiap bulannya, investor dari luar akan segera masuk.

ADVERTISEMENTS

Kita lihat saja nanti pasti akan masuk,” sambungnya.

ADVERTISEMENTS

Menurutnya, beberapa sektor yang menjadi prioritas pertama investasi asing di IKN adalah pendidikan, kesehatan, dan teknologi.

ADVERTISEMENTS

Lantas, mengapa invesor asing belum tertarik untuk berinvestasi di IKN?

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, para investor asing masih meragukan detail rencana pembangunan IKN.

Termasuk di antara keraguan ini terkait proyeksi penduduk yang akan menempati ibu kota baru tersebut.

“Investor akan masuk ke sebuah proyek kalau hitung-hitungannya jelas,” kata Bhima saat, Sabtu (18/11/2023).

“Mereka kan pasti membuat uji kelayakan dulu dan kalau rencananya masih banyak meragukan, ya mereka akan menunda dulu masuk ke IKN,” lanjutnya.

Bhima menilai, pemerintah juga tampak menghadapi kebingungan antara pembangunan di IKN dengan masifnya pengembangan mega proyek di Jawa.

Salah satunya adalah rencana perpanjangan rute kereta cepat Jakarta-Surabaya.

“Karena kebutuhan investasinya sama-sama besar, maka investor akhirnya masih melihat ceruk pasar dan potensi ekonomi masih tetap berpusat di Jawa,” kata dia.

Menurutnya, hal ini juga memengaruhi proyeksi penduduk yang akan menempati IKN dalam jangka panjang.

Risiko naiknya suku bunga

Bhima menjelaskan, faktor lain di balik belum datangnya investor asing ke IKN adalah kondisi ekonomi di negara asal investasi masih menghadapi risiko naiknya suku bunga dan inflasi.

Karena itu, banyak investor kini tidak berani masuk ke proyek yang berisiko tinggi.

Faktor pemilu dan drama Politik dalam negeri juga menuai kekhawatiran akan keberlanjutan pada program IKN ke depan.

Kondisi tersebut cenderung membuat para investor “wait and see” untuk berinvestasi di IKN.

Terakhir, para investor di negara maju memiliki standarisasi Environmental, Social, and Governance (ESG) yang semakin ketat.

“Sementara pembangunan IKN masih dikhawatirkan memicu deforestasi, dampak sosial ke masyarakat lokal hingga masih dinilai lemah terkait transparansi atau tata kelola,” jelas dia.

“Itu yang buat missmatch antara standar investor dengan IKN,” tambahnya.

Untuk itu, Bhima berharap agar pemerintah memperbaiki kembali masterplan IKN.

Hal ini dilakukan dengan mendorong keterbukaan semua prosesnya, termasuk daftar nama investor yang sudah membuat LoI, proyek yang sedang tahap pembahasan, hingga financial closing.

Pengakuan Investor Korea Selatan

Para investor dari Korea Selatan disebut masih “wait and see” alias menunggu dan mengamati untuk berinvestasi di Ibu Kota Negara Nusantara atau IKN Nusantara.

Salah satu faktornya adalah masih menanti dinamika pemilihan umum tahun depan.

“Investor Korea masih wait and see sampai tahun depan bulan Februari, tapi tampaknya bulan Februari belum selesai, ya?” ucap Chairman Korea Chamber of Commerce and Industry in Indonesia Lee Kang Hyun dalam workshop bertajuk “Towards Indonesia-Korea Greener Economy Partnership” di Jakarta, Jumat (27/10/2023).

Konsistensi kebijakan Menurut Lee, kesempatan kerja sama investasi untuk IKN antara Indonesia dan Korea Selatan sangatlah luas.

Apalagi, tambah dia, Korea memiliki pengalaman dalam membangun kota cerdas atau smart city, seperti yang dicanangkan pemerintah terhadap IKN.

Namun, sebagai kepala dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin-nya Korea, ia juga menggarisbawahi pentingnya konsistensi kebijakan pemerintah, termasuk dalam hal investasi secara umum.

Apalagi, sering terjadi adanya perubahan prioritas kebijakan setiap perubahan kepemimpinan dan tahun depan merupakan momen penting karena adanya Pemilu Presiden.

Bos Hyundai itu memberikan contoh ketika dirinya masih bekerja di Samsung Electronik, di mana ada kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TDKN) tertentu sehingga Samsung membuat pabrik di Indonesia.

Namun, kebijakan kemudian berubah sehingga perusahaan lain boleh hanya memiliki pusat riset dan pengembangan (reseach and development/R&D).

Kekhawatiran lainnya adalah mengenai relaksasi bebas pajak masuk kendaraan listrik Completely Build Up (CBU) yang diduga menguntungkan investor lain.

“Sebagai investor, mengenai konsistensi sangat penting,” ucapnya.

Penjelasan OIKN

Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Ibu Kota Nusantara Agung Wicaksono memberikan penjelasan terkait pernyataan Presiden Joko WIdodo yang menyebut belum adanya investasi asing yang masuk hingga saat ini.

Menurut Agung, minat investasi asing di IKN tercermin dengan adanya letter of intent (LoI) atau surat kesepakatan awal untuk berinvestasi.

Hingga saat ini, surat kesepakatan itu masih dominan dari investor domestik.

“Hingga saat ini terdapat lebih dari 300 LoI.

Sekitar 40 persen investor asing, dan mayoritas investor domestik.

Jadi, minat investor domestik sangat tinggi,” ujar Agung saat dikonfirmasi pada Jumat (17/11/2023).

“Minat investor asing juga tinggi, namun tidak secepat para investor domestik dalam mengambil keputusan,” lanjutnya.

Agung menjelaskan, investor domestik lebih cepat dalam memahami situasi, menghitung resiko maupun profit dan proses bisnis.

Sehingga, lebih cepat masuk dan mengambil keputusan.

“Kami juga jadinya mengutamakan para investor pelopor ini karena lebih berani mengambil keputusan.

Dan pastinya, sangat wajar bahwa IKN Indonesia dibangun oleh para investor pelopor dari Indonesia,” jelas Agung.

Menurutnya, belum adanya investasi asing tidak terkait dengan adanya kendala.

Hanya saja, lanjut Agung lebih kepada kecepatan dalam mengambil sikap.

“Jadi bukan soal kendala, tapi lebih soal yang ‘sat set’ saja yang mana.

Merekanya yang harus sat set. Otorita IKN tetap terus menjalankan sesuai prosedur, termasuk dalam pemilihan investor sesuai sektor yang menjadi prioritas kebutuhan kita,” paparnya. (*)

Exit mobile version