Menurut Stefan Wolff, kesulitan yang dihadapi para pendukung Israel ada dua. Di satu sisi, ada konsensus di luar Barat bahwa Hamas, yang bertanggung jawab atas serangan terhadap Israel pada bulan Oktober yang memicu pembalasan tidak proporsional dari pemerintah Israel, adalah bagian dari masalah dan bukan solusi.
Sebenarnya, dukungan terhadap Hamas di kalangan warga Palestina masih rendah sebelum terjadinya kekerasan saat ini. Namun, cara pemerintah Israel menanggapi kekerasan yang dilakukan Hamas malahl meningkatkan dukungan terhadap organisasi tersebut dan, yang lebih penting lagi, terhadap apa yang diperjuangkannya.
“Hal ini akan membuat solusi berkelanjutan terhadap konflik Israel-Palestina menjadi semakin sulit, dan di sisi lain, hal ini semakin diperumit oleh fakta bahwa tidak ada lagi konsensus antara Israel dan sekutu-sekutunya mengenai seperti apa solusi tersebut,” tambah Wolff.
Tidak ada Konsensus Solusi Konflik
Wolff juga menambahkan, ketika pemerintah Israel saat ini sudah tidak lagi berpura-pura menerima solusi dua negara dan Amerika Serikat masih berkomitmen kuat terhadap hal tersebut, titik temu di antara mereka semakin menjauh.
Demikian pula, tidak ada kesepakatan mengenai solusi sementara jangka pendek atau menengah. Pemerintah Israel tampaknya mendukung, antara lain, pendudukan kembali sebagian Gaza sementara Amerika Serikat dan sekutunya, serta sebagian besar negara di kawasan, tampaknya cenderung memberikan kesempatan kepada Otoritas Palestina, yang saat ini memerintah Tepi Barat, untuk mengambil alih pemerintahan Gaza. Ini serupa dengan situasi sebelum tahun 2006.
Hal ini juga bukan merupakan jalan yang mudah, terutama dalam menghadapi perlawanan dari pemerintah Israel, namun hal ini akan memberikan peluang bagi perombakan yang lebih mendasar terhadap struktur pemerintahan Palestina dan berpotensi membuka jalan menuju solusi dua negara yang lebih stabil.
Namun, sebuah front persatuan internasional masih jauh dari pasti bahkan dengan konsensus minimal sekalipun. Perincian mengenai solusi dua negara dalam praktiknya tidak hanya bersifat samar-samar dan terbuka untuk ditafsirkan, namun ada beberapa pihak yang dapat merusak solusi tersebut, termasuk Iran dan Rusia yang sama-sama mendapat manfaat lebih dari berlanjutnya kekerasan dibandingkan perdamaian berkelanjutan.
Bahkan jika dampak buruk ini bisa diatasi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah lama menentang solusi dua negara. Dan piagam pendirian Hamas tahun 1988 dengan jelas menguraikan bahwa tidak ada tempat bagi dua negara Israel dan Palestina untuk hidup berdampingan secara damai.
Pada akhirnya, kekerasan yang terjadi saat ini akan berhenti, setidaknya dalam skala yang sekarang. Sampai saat itu tiba, kemungkinan besar akan ada lebih banyak warga sipil tak berdosa yang akan tewas, dan penderitaan mereka akan terus berlanjut hingga senjata tidak lagi bersuara atau setidaknya menjadi lebih senyap. Pada akhirnya, hal ini merupakan kegagalan kolektif dalam kepemimpinan, terutama di kawasan itu sendiri.