Arab Saudi, Yordania, Qatar Terancam Diserang Iran jika Bantu Israel, Negara Teluk Sibuk Melobi AS

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH  – Iran mengancam akan menyerang negara-negara Arab yang menjadi sekutu Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah.

Serangan akan dilancarkan Iran jika Arab Saudi, Yordania, Qatar, dan Uni Emirat Arab, nekat mengizinkan senjata Israel terbang di atas langit negara-negara itu untuk menyerang Iran.

ADVERTISEMENTS

Dikutip dari Sputnik, ancaman itu disampaikan lewat kanal diplomatik rahasia pada hari Kamis, (10/10/2024).

ADVERTISEMENTS

Negara-negara yang diancam Iran itu kemudian memberi tahu AS bahwa mereka menolak menyediakan infrastruktur atau ruang udara bagi AS dan Israel untuk serangan apa pun terhadap Iran.

ADVERTISEMENTS

Kepala Staf Angkatan bersenjata Iran pada minggu lalu juga mengeluarkan ancaman ini.

ADVERTISEMENTS

“Dalam peristiwa campur tangan oleh negara-negara yang membela Israel, termasuk AS, dan agresinya terhadap Iran, pangkalan dan kepentingan mereka di Timur Tengah akan menghadapi serangan besar secara bersamaan,” kata kepala itu.

ADVERTISEMENTS

Negara-negara Teluk kini melobi AS agar mencegah Israel menyerang fasilitas perminyakan Iran.

ADVERTISEMENTS

Mereka takut fasilitas minyak mereka bisa diserang oleh sekutu-sekutu Iran jika konflik Iran-Israel meluas.

Adapun Israel sudah berjanji akan menyerang balik Iran yang meluncurkan ratusan rudal ke Israel pada awal bulan ini.

Serangan Iran itu adalah balasan atas serangan Israel yang menewaskan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh dan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah.

Iran mengimbau negara-negara tetangganya untuk mempengaruhi AS di tengah adanya kekhawatiran bahwa Israel bisa menargetkan fasilitas perminyakan Iran.

Negara Syiah itu memperingatkan Arab Saudi bahwa pihaknya tak bisa menjamin keamanan fasilitas perminyakan Saudi jika Israel diberi bantuan untuk menyerang Iran.

Seorang pakar yang dekat dengan istana Saudi, Ali Shihabi, menyampaikan kembali ancaman Iran.

“Iran sudah berkata: Jika negara-negara membuka ruang udara untuk Israel, itu akan jadi tindakan perang,” kata Shihabi.

Sumber Iran menyebut potensi serangan Israel ke Iran menjadi fokus perbincangan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi yang sedang bertandang ke Arab Saudi.

Sementara itu, sumber di AS mengonfirmasi bahwa pejabat negara-negara Teluk telah menghubungi AS untuk mengungkapkan kekhawatiran mengenai besarnya potensi serangan Iran.

Gedung Putih memilih bungkam ketika ditanya apakah negara-negara Teluk telah meminta AS untuk memastikan bahwa serangan balasan Israel ke Iran akan terukur.

Presiden AS Joe Biden dan Perdan Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Rabu sudah berbincang mengenai rencana serangan balasan Israel.

Di tengah perang rudal

Dua pejabat senior Israel pada hari Rabu mengatakan negaranya akan melancarkan serangan yang terukur.

Akan tetapi, kata keduanya, Israel belum memutuskan apakah akan menyerang ladang minyak Iran.

Serangan terhadap ladang minyak adalah salah satu opsi yang disampaikan oleh lembaga pertahanan Israel kepada para pemimpin negara Zionis itu.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyebut serangan Israel akan mematikan, akurat, dan mengejutkan.

“Mereka (Iran) tidak akan memahami apa yang terjadi dan bagaimana itu terjadi. Mereka akan melihat akibatnya,” kata Gallant dikutip dari Reuters.

Sementara itu, tiga sumber dari negara Teluk menyebut bahwa Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Oman, dab Bahrain ingin melakukan deeskalasi situasi.

“Kita akan berada di tengah perang rudal. Ini kekhawatiran besar, terutama jika serangan Israel menargetkan fasilitas minyak Iran,” kata salah satu sumber.

Ketiga narasumber itu mengatakan serangan ke fasilitas minyak Iran akan memiliki dampak global, terutama bagi Tiongkok yang menjadi pembeli utama minyak Iran.

Di samping itu, Pilpres AS juga akan terdampak.

“Jika harga minya naik menjadi $120 per barel, itu akan membahayakan ekonomi AS dan peluang Kamala Harris dalam pilpres. Jadi, mereka (AS) tak akan mengizinkan perang minyak ini meluas,” kata sumber lainnya

Exit mobile version