Jumat, 15/11/2024 - 23:25 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Aspirasi Menolak Pelantikan Gibran dan Mengadili Jokowi

BANDA ACEH – KEMARAHAN yang timbul dimulai dari kondisi kekalutan dan pesimisme, serta prejudisme terhadap kinerja perekonomian sangat tidak terasa adil, jika dibebankan pada seorang Joko Widodo sebagai seorang personal, sekalipun sebagai kepala negeri dan kepala pemerintahan itu Joko Widodo berada pada posisi sebagai pemimpin nasional.

Hal itu, karena pembangunan nasional yang berhasil, termasuk jika terdapat kegagalan atau terdapat kekurangan sesungguhnya merupakan hasil kinerja akumulasi interaksi semua pemimpin nasional bersama rakyat semesta, termasuk melibatkan kolega negara-negara sahabat.

Tidak mudahnya untuk mengulangi pencapaian pertumbuhan ekonomi tinggi di masa yang lalu sebesar 11 persen per tahun, 7 persen, atau 8 persen pertahun bukan berarti sebagai suatu cita-cita serba mempraktikkan kebohongan untuk memenangkan kontestasi Pilpres di masa lalu.

Demikian pula pencapaian target inflasi 2 hingga 3 persen, juga bukanlah atas isu sebagai akibat dari kongkalikong antara oknum pejabat dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengarang-ngarang pencapaian; guna mengakali angka laju inflasi rendah sesuai sasaran inflasi.

Nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS juga bukanlah sepenuhnya hasil intervensi pemerintah bersama Bank Indonesia, melainkan memang merupakan interaksi mata uang rupiah dengan negara-negara sahabat.

Suku bunga surat utang negara sebagai yield yang sangat tinggi obligasi 10 tahun adalah suatu kenyataan sebagai risiko atas besarnya pembayaran utang jatuh tempo setahun atau kurang, maupun terutama didorong oleh besarnya pembayaran utang jatuh tempo untuk masa pembayaran lebih dari setahun yang semakin membesar dan tidak tercermin terlihat nyata berupa nilai waktu dari uang pada nota keuangan dan APBN secara lebih transparan.

Harga minyak mentah Indonesia dalam posisi sebagai importir netto adalah sebagai penerima harga internasional. Demikian pula dengan lifting minyak dan gas, yang masih senantiasa gagal untuk ditingkatkan eksploitasinya menggunakan kinerja eksploitasi migas.

Persoalan-persoalan pencapaian kinerja perekonomian di atas tidak dapat dipersepsikan sebagai kinerja tunggal untuk tuduhan suatu rangkaian kejahatan kebohongan, yang diframing telah dipraktikkan oleh Joko Widodo. Hal itu, melainkan merupakan representasi dari sejarah panjang kinerja perekonomian di Indonesia pemerintahan, BUMN, perusahaan swasta, dan masyarakat madaniah.

Demikian pula dengan pencapaian rasio pajak, yang menurun. Persoalan di atas mendorong bagaikan candu untuk memperbesar defisit APBN dan mempunyai konsekuensi persoalan timbunan utang jatuh tempo yang semakin terasa membebani ekspansi perekonomian.

Akan tetapi masalah tersebut bukan untuk maksud dihujat-hujat dan dijadikan sebagai gagasan untuk memenjarakan seorang Joko Widodo dan keluarga, melainkan sebagai masalah dampak manajemen keuangan pemerintahan yang memerlukan solusi secara lebih mendasar.

Implikasinya adalah diperlukan kerja yang menantang dan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru untuk memecahkan masalah keuangan negara dan pemerintahan secara lebih jitu dalam memperbaiki urusan pembiayaan APBN.

Juga bukan untuk dijadikan sebagai momentum untuk saling berpecah belah, intrik, menambah-nambah persoalan kebencian, atau sebagai ikhtiar untuk mendapat posisi dalam pemerintahan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih.

Kebijakan suku bunga yang lebih tepat sasaran untuk melakukan pengendalian laju inflasi sungguh sangat diperlukan untuk menjaga perekonomian secara lebih kondusif.

Persoalan pertumbuhan ekonomi yang membandel sulit dinaikkan menjadi tantangan untuk diperbaiki, namun bukan menggunakan angan-angan pertumbuhan ekonomi tinggi, melainkan dicarikan solusi dan turunan untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki kesenjangan ekonomi, serta membangkitkan pemerataan dengan menurunkan kemiskinan dan pengangguran terbuka.

Persoalan ekonomi biaya tinggi dan reformasi strukturalisme sangat mendesak untuk diperbaiki.

Sebenarnya kurang tepat, jika menjadikan Joko Widodo dalam posisi sebagai “dalang segala bencana” dan dalang atas perusakan dampak negatif yang terjadi. Hal itu, karena antara lain tingkat kemiskinan terbukti menurun. Tingkat kemiskinan ekstrem menurun. Rasio Gini membaik.

1 2

Reaksi & Komentar

يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ ۖ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُم مَّشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ البقرة [20] Listen
The lightning almost snatches away their sight. Every time it lights [the way] for them, they walk therein; but when darkness comes over them, they stand [still]. And if Allah had willed, He could have taken away their hearing and their sight. Indeed, Allah is over all things competent. Al-Baqarah ( The Cow ) [20] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi