BANDA ACEH – Ketua Badan Anggaran atau Banggar DPR Said Abdullah menegaskan pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) harus diteruskan. Apabila tidak dilanjutkan, pembangunan kereta cepat itu akan mangkrak dan membuat APBN terbuang sia-sia.
“Kalau tidak diteruskan, mangkrak, duit APBN semakin terbuang percuma,” ujar Said Abdullah di DPR, Selasa (16/8).
Menurutnya, pembangunan kereta cepat telah menghabiskan puluhan triliun. Target pembangunan proyek tersebut diperkirakan selesai pada Juni 2023 mendatang.
Said mengakui proyek tersebut menuai polemik khususnya dari segi pembengkakan dana yang digunakan. Ia mengatakan akan ada suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) lagi ke PT KAI untuk proyek tersebut.
Selain itu, kata Said, ada asersi atau pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan kelompok pertama sebanyak Rp 2,6 triliun dan asersi kedua Rp 3,1 triliun.
Sementara itu, porsi pembagiannya adalah 60 persen dipegang oleh Indonesia melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sisanya 40 persen dimiliki China.
“Dibagi dulu 60 hingga 40 persen dari 60-40 persen, bagi lagi. Jadi equity dulu baru cost of fund, bukan dari 100-nya. InsyaAllah dalam waktu dekat pembahasan, kita akan percepat kereta cepat,” ungkap Said.
Polemik Pembengkakan Biaya Kereta Cepat Jakarta Bandung
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menimbulkan polemik akibat pembengkakan biaya atau cost overrun mencapai USD 1,176 miliar atau setara Rp 16,8 triliun.
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menuturkan, pembengkakan biaya proyek KCJB rencananya bakal ditambal menggunakan utang. Dana untuk menambal proyek ini akan dilakukan lewat konsorsium pemegang saham maupun lewat loan atau pinjaman.
Adapun, 25 persen dari biaya tambahan itu ditanggung konsorsium BUMN yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan konsorsium China. “Kita perkirakan chip in-nya Rp 4 triliun, yang dimasukkan ke KAI lewat PMN,” sambung Arya.
Penyertaan Modal Negara ini, dibutuhkan PT KAI lantaran seretnya keuangan BUMN transportasi itu imbas COVID-19. Untuk itu, sebesar 40 persen dari total Rp 4 triliun tersebut akan ditanggung oleh konsorsium China, sedangkan 75 persen dari sisa kebutuhan dana tambahan akan dicari lagi lewat skema utang.