Sabtu, 16/11/2024 - 05:31 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Bank Aceh Antara Tuntutan Profesionalisme dan Politik

Penulis: Khalil Ismail**

ADA dua perumpamaan yang tepat bagi Bank Aceh di usianya yang ke 51 tahun ini. Yang pertama, Bank Aceh telah menjadi gadis idaman yang menjadi pusat perhatian banyak orang. Kesemuanya diekspresikan dalam bentuk rasa kagum lagi penuh simpati. Orang-orang yang mengagumi dan bersimpati kepadanya tidak ingin si gadis sakit, tak ingin terganggu dengan hal-hal yang datang dari luar sana. Mereka ingin si gadis selalu tampil sehat wal afi’at, menawan dan penuh gairah. Untuk itu si gadis harus selalu merawat dirinya dengan baik, harus selalu tampil menawan agar diminati banyak orang. Jika si gadis terlihat lesu, tidak bergairah, yang menunjukkan tanda-tanda kurang sehat, maka orang-orang yang mengagumi dan bersimpati padanya, akan serta merta memberi perhatian kepadanya, ada yang menyoroti cara kerjanya. Ada yang mempertanyakan, bagaimana dia menjaga kesehatannya, bagaimana “orang tua” sebagai pemiliknya memperlakukan si gadis. Pokoknya semua memberi perhatian dengan penuh kasih sayang. Kesemuanya demi kebaikan si gadis, demi kelangsungan hidup yang terus menerus. Kata orang-orang agar bisa berumur panjang. Ya Begitulah..!

Perumpamaan kedua adalah Bank Aceh bak pohon yang telah tumbuh besar. Akarnya telah menghujam jauh ke dalam bumi, yang bisa menjadi pengkokoh batangnya agar tidak mudah goyah jika datangnya badai. Pucuknya kini menjulang tinggi ke langit, dengan cita-cita ingin menggapai langit nan biru. Namun keinginan tersebut, sudah pasti ada resikonya, nyakni akan banyak diterpa angin. Jika yang datang angin sepoi-sepoi tidaklah terlalu berpengaruh. Akan tetapi jika yang datang angin topan, badai dan sejenisnya dengan kekuatan besar, tentu akan memberi pengaruh besar bagi pohon tersebut, seperti tumbangnya pohon, hingga akarnya terangkat ke luar dari dalam tanah.

Pada perumpamaan pertama yang tersirat adalah tuntutan profesionalisme. Tuntutan profesionalisme, bukan hanya ditujukan kepada institusi perbankan, akan tetapi juga wajib dimiliki oleh pengurus dan karyawan bank.

Profesionalisme adalah sikap, perilaku dan tindak tanduk yang mencerminkan kualitas seseorang dalam suatu profesi atau pekerjaan. Profesionalisme juga dapat diartikan sebagai komitmen untuk meningkatkan kemampuan sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku.

Profesionalisme dalam perbankan adalah sikap dan tindakan yang dilakukan oleh karyawan perbankan untuk melindungi kepentingan nasabah, rekan kerja dan masyarakat secara keseluruhan. Semua individu yang bekerja di sektor perbankan diharuskan untuk bertindak secara adil dan jujur. Hal ini dilakukan untuk melindungi kepentingan nasabah, kolega dan rekanan, serta kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Profesionalisme adalah sebuah kata yang mudah diucapkan, akan tetapi sungguh sulit untuk diterapkan. Banyak orang yang mengaku profesional.

Namun pengakuannya tidak tercermin dalam tindakan maupun keputusan yang dibuatnya. Mereka yang mengaku seorang profesional ada di berbagai tempat kerja, seperti di institusi perbankan, di perusahaan dan juga di kantor- kantor pemerintah.

Di dunia perbankan, profesionalisme kerap kita temui di Bank-Bank swasta, dan Bank Asing atau Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pihak asing. Di Bank jenis ini, mereka benar-benar menerapkan profesionalisme dengan ketat dan sungguh-sungguh di semua level. Mereka menerapkannya sejak pada penerimaan awal calon karyawannya, terlebih lagi pada pemilihan pengurus Bank oleh pemilik Bank. Terlihat para pemilik Bank tidak mau mengambil resiko yang dapat merusak kinerja bank dan kepercayaan stakeholder dan masyarakat..

Hal ini sering berbanding terbalik dengan Bank-Bank Pemerintah dan juga Bank-Bank Pembangunan Daerah. Kedua jenis bank ini Profesionalisme sering tidak diterapkan sepenuhnya. Terlebih di Bank-Bank Pembangunan Daerah. Karenanya tidak mengherankan jika di Bank-Bank ini sering adanya intervensi dari pemilik Bank maupun pihak lain di luar itu, seperti para pemegang kekuasaan. Intervensi kerap terjadi terhadap operasional bank maupun pada saat penerimaan karyawan, termasuk pada pemilihan pengurus Bank.

Bank Aceh adalah lembaga perbankan profesional, dimana pengurus dan karyawannya dituntut untuk selalu bekerja dan bersikap profesional .

Profesionalitas ini juga merupakan tuntutan dari Undang-Undang Perbankan. Perintah dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kesemuanya adalah untuk mempercepat pertumbuhan Bank, menjaga kepercayaan stakeholder, para nasabah dan masyarakat pada umumnya. Secara umum adalah agar Bank dikelola dengan benar sesuai regulasi yang ada, serta bersungguh-sungguh menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam pengelolaan bank.

Bank Aceh sebagai bank yang keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota, tidak luput dari masalah tersebut.

Belum lekang dari ingatan kita, ketika setiap terjadinya pergantian pengurus Bank Aceh, faktor profesionalisme ini sering diabaikan. Tidak diterapkannya profesionalisme di sini dalam artian tidak diterapkannya atau tidak berpedoman kepada pasal 105 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) No, 40 Tahun 2007, yaitu Anggota Direksi dapat diberhentikan se-waktu-waktu berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan MENYEBUTKAN ALASANNYA maupun Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 17 Tahun 2023 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum, di dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa, pemberhentian Anggota Direksi sebelum masa jabatan berakhir haruslah melalui penilaian yang OBJEKTIF bukan SUBJEKTIF, serta harus memperhatikan atau berdasarkan PENILAIAN KOMITE YANG MENJALANKAN FUNGSI NOMINASI.

Setiap keputusan yang diambil oleh pemilik Bank dan/atau pihak penguasa yang tidak berpedoman atau tidak sesuai dengan regulasi yang ada, akan menurunkan nilai faktor profesionalitas dari pengurus Bank.

Tergerusnya sikap profesionalitas ini bisa berakibat terabaikannya peraturan-peraturan yang selayaknya dipedomani dalam setiap pengambilan keputusan di Bank.

Akan lebih parah lagi jika pengurus Bank tidak berani menolak intervensi sedemikian rupa, yang jelas-jelas dia ketahui akan berpengaruh kepada operasional Bank.

Untuk itu perlu dipahami dan dimengerti bersama, bahwa untuk menjaga profesionalitas bagi bank, perlu dukungan dari semua pihak, agar pengurus bank dapat menjalankan operasional bank dengan profesionalisme yang tinggi.

Pada perumpamaan kedua yang tersirat adalah sebuah bentuk PERHATIAN yang besar dari masyarakat sebagai bentuk RASA MEMILIKI kepada Bank Aceh. Perhatian dan rasa memiiki diekspresikan dalam berbagai cara, tapi mempunyai tujuan yang sama, yaitu agar Bank Aceh menjadi lebih baik, semakin maju dan terus berkembang di masa depan.

Ekspressi yang saat ini ramai disampaikan ke masyarakat adalah bukan terkait dengan kinerja Bank Aceh selama ini, atau setidak-tidaknya kinerja tahun lalu (2023) yang tumbuh positif. Akan tetapi terfokus pada pemberhentian pengurus Bank Aceh yang dilakukan oleh Pj Gubernur Aceh Bapak Bustami Hamzah di tengah jalan.

Pemberhentian tersebut hampir bisa dipastikan tanpa alasan yang jelas, sebagaimana yang diatur di dalam UUPT dan POJK. Dengan kata lain, pemberhentian tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Meskipun tidak adanya bantahan atau keberatan dari OJK Aceh, bukan berarti keputusan tersebut dapat dibenarkan.

Yang terlihat adalah OJK hanya ingin mengambil posisi di zona yang aman, dengan menutup mata terhadap aturan yang telah mereka buat sendiri. Padahal di dalam pasal 10 ayat (3) disebutkan bahwa OJK berwenang melakukan evaluasi terhadap keputusan pemberhentian anggota Direksi yang diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir wajib mendapatkan persetujuan dari OJK terlebih dahulu. Sebelum diputuskan di dalam RUPS.

Apabila dinilai pemberhentian itu tidak layak, OJK tidak boleh menyetujui pemberhentian tersebut (pasal 11 ayat (5a). Sikap OJK sedemikian rupa, dalam arti tidak melakukan tindakan korektif, telah menyebabkan kegaduhan ini bukannya berhenti meski bergantinya kepemimpinan OJK Aceh. Alih-alih berharap akan hilang seiring berlalunya waktu malah terlihat lebih kencang lagi pro dan kontra atas keputusan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh tersebut.

Pro dan kontra yang muncul di tengah-tengah masyarakat, coba di dinginkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), yang dengan cepat membentuk PANSUS untuk menyelidiki, menginvestigasi dan mengevaluasi kinerja Bank Aceh selama ini. Termasuk di dalamnya soal pemberhentian Muhammad Syah dari jabatan Direktur Utama dan Zulkarnaini selaku Direktur Operasional Bank Aceh.

Pihak PANSUS DPRA tentu telah mendengar, mempelajari dan mendapatkan data-data yang dibutuhkan berkenaan dengan rencana kerja PANSUS. Ini adalah tugas mereka yang menyangkut dengan fungsi pengawasan di perusaahaan-perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah, seperti halnya dengan Bank Aceh.

Hanya saja kita harapkan kepada PANSUS DPRA dan juga semua pihak yang memberi masukan dan perhatian kepada Bank Aceh, agar selalu berada dalam koridor menjunjung tinggi profesionalisme, dengan cara berpedoman kepada Undang-Undang dan Peraturan yang berkenaan, serta Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) masing-masing, tanpa mencampurinya dengan unsur-unsur politik.

Sebabnya adalah profesionalisme dan politik dua hal yang berbeda, berbeda jalur dan tempat penggunaannya. Arti kata politik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan.

Oleh karena itu, sekali lagi kita sangat mengharapkan agar ke depan para pemilik bank, para stakeholder, para nasabah dan masyarakat luas harus menjunjung tinggi dan mendukung profesionalisme yang melekat pada insan perbankan, terlebih lagi para pengurusnya. Karena dengan profesionalisme itulah para pengurus bank mempunyai kebanggaan dalam menjalankan tugas-tugas mereka di Bank.

Kita percaya, bahwa untuk meningkatkan keyakinan dan kepercayaan publik dan nasabah kepada Bank Aceh, serta kebanggaan kepada profesi sebagai seorang bankir, maka harus selalu meningkatkan standard profesionalisme yang lebih tinggi. Itu baru bisa terlaksana, jika perbankan tidak ditarik-tarik ke ranah politik, tidak dicampur dengan urusan politik. Dan ini menjadi tanggung jawab kita bersama.[]

**). Penulis adalah Direktur Kepatuhan Bank Aceh Periode 2006 – 2010


Reaksi & Komentar

وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ البقرة [167] Listen
Those who followed will say, "If only we had another turn [at worldly life] so we could disassociate ourselves from them as they have disassociated themselves from us." Thus will Allah show them their deeds as regrets upon them. And they are never to emerge from the Fire. Al-Baqarah ( The Cow ) [167] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi