Beli Minyak Goreng dan Pertalite Pakai Aplikasi Berpotensi Timbulkan Kegaduhan Baru

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Aplikasi MyPertamina akhirnya efektif dijalankan Pemerintah sejak 1 Juli 2022. FOTO/Net

JAKARTA – Kebijakan terbaru Pemerintah terkait pembelian minyak goreng dan BBM jenis Pertalite melalui aplikasi PeduliLindungi dan MyPertamina dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan baru ditengah-tengah masyarakat.

“Kebijakan ini akan menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan bahan bakar Pertalite dan minyak goreng, selain itu juga akan menimbulkan permasalahan distribusi yang tidak seimbang dengan pemintaan masyarakat yang tinggi di titik-titik tertentu.”

ADVERTISEMENTS

Hal ini disampaikan oleh Dr. Handi Risza staf pengajar Fakultas Ekonomi dan bisnis Universitas Paramadina, Rabu 29 Juni 2022 lalu.

ADVERTISEMENTS

Lebih jauh Handi menyampaikan, alih-alih memperbaiki rantai distribusi yang benar dan memastikan pasokan lancar, sesuai kebutuhan di setiap daerah dengan harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), pemerintah malah menawarkan cara yang kurang pas untuk kondisi saat ini.

ADVERTISEMENTS

“Apalagi kita ketahui saat ini pasokan minyak goreng di pasaran cukup melimpah, jadi tidak cukup alasan bagi Pemerintah untuk membuat cara baru untuk mendapatkan minyak goreng yang justru malah menyulitkan masyarakat,” ujarnya.

ADVERTISEMENTS

Kemudian sambung Handi lagi, menurutnya pembelian pertalite dengan menggunakan aplikasi MyPertamina, tentu akan menimbulkan permasalahan baru di tengah masyarakat.

ADVERTISEMENTS

“Pemanfaatan aplikasi harus tergantung kondisi jaringan internet. Sementara, sinyal internet di daerah cenderung terbatas. Selain itu tidak semua orang memiliki perangkat handphone dan bahkan dikhawatirkan tidak semua konsumen Pertalite itu menggunakan gadget, ini juga akan menjadi masalah baru,” tutur Handi.

ADVERTISEMENTS

Tidak semua konsumen memiliki pengetahuan yang baik dengan teknologi smart phone terbaru.

“Bagi masyarakat yang sudah berumur dan pendidikan rendah bisa dipastikan akan menghadapi kesulitan ketika akan membeli bahan bakar Pertalite. Selain itu, kesiapan petugas SPBU menjalankannya di lapangan karena dianggap menyulitkan dalam bertransaaksi,” tambah Handi.

Handi yang juga Wakil Rektor Universitas Paramadina ini juga menyinggung masalah di dalam tata kelola minyak goreng.

“Kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari carut-marutnya tata-kelola minyak goreng yang kita miliki saat ini. Minyak Goreng sudah menjadi kebutuhan pokok yang sulit dipisahkan dari kebutuhan masyarakat banyak,” timpalnya.

Pemerintah seharusnya kata Handi sudah harus mulai membenahi tata kelola minyak goreng agar lebih transparan, efektif dan sepenuhnya bisa diawasi oleh Pemerintah.

Di samping itu ucap Handi bagi Pemerintah menjadi pekerjaan berat untuk membersihkan para mafia yang selama ini menikmati keuntungan yang sangat besar dari bisnis minyak goreng yang sangat merugikan kepentingan negara dan masyarakat banyak.

Sedangkan untuk Pertalite, dengan mengontrol pembelian Pertalite, Pemerintah sepertinya ingin mengontrol untuk mulai mengurangi distribusi Pertalite di tengah-tengah masyarakat. Artinya masyarakat didorong untuk menggunakan Pertamax yang jelas-jelas dijual dengan harga pasar.

“Kita bisa memahami beban subsidi yang besar, tetapi Pemerintah bisa menggunakan cara yang lebih efektif dan sederhana dan bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat. Misalkan dengan membatasi kendaraan umum dan khusus sesuai dengan cc kendaraan yang boleh membeli Pertalite atau khusus kendaraan umum orang dan barang saja,” tutup Handi.

Exit mobile version