BEM UI Desak Ketua DKPP Pecat Ketua KPU Hasyim Asy’ari

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH  – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mendesak Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari untuk dipecat dari jabatanya. Hal ini karena Hasyim dia terbukti melanggar beberapa kali kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).

“BEM UI mendesak Ketua DKPP, Heddy Lugito untuk memecat Hasyim Asy’ari dari jabatannya,” tegas Ketua BEM UI 2024 Verrel Uziel kepada JawaPos.com, Senin (4/2).

ADVERTISEMENTS

Verrel menambahkan, DKPP sebelumnya sempat melakukan pemecatan terhadap Arief Budiman (Ketua KPU RI 2017-2021) yang juga melanggar etik. Dengan adanya kasus serupa, BEM UI mendorong DKPP menindak tegas pelanggaran etik berulang yang dilakukan Hasyim Asy’ari.

ADVERTISEMENTS

“Turut mendesak, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja menerbitkan rekomendasi pemecatan Hasyim Asy’ari sesegera mungkin. Jangan sampai Pemilu 2024 diselenggarakan oleh seseorang yang tidak beretika,” pinta Verrel.

ADVERTISEMENTS

Menanggapi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menjatuhkan dirinya bersama komisioner KPU RI lain terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP). Hasyim menegaskan, pihaknya tidak akan mengomentari putusan DKPP tersebut.

ADVERTISEMENTS

“Jadi apapun putusannya ya sebagai pihak teradu, kami tidak akan komentar terhadap putusan tersebut. Karena semua komentar, catatan argumentasi sudah kami sampaikan pada saat di jalan persidangan,” kata Hasyim di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2).

ADVERTISEMENTS

Hasyim menjelaskan, pihaknya selalu menjadi pihak teradu dalam setiap perkara yang ditangani DKPP. Ia menekankan, sudah mengikuti dengan baik persidangan di DKPP, dan telah menjelaskan semua yang diketahui ke DKPP.

ADVERTISEMENTS

“Karena saya sebagai teradu maka saya mengikuti proses-proses persidangan di DKPP ketika ada sidang diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan,” tegas Hasyim.

“Setelah itu kan kewenangan penuh dari majelis di DKPP untuk memutuskan apapun itu. Sehingga dalam posisi itu saya tidak akan mengomentari putusan DKPP ketika dipanggil sidang kami juga sudah hadir, memberikan jawaban, memberikan keterangan, alat bukti dan argumentasi,” imbuhnya.

DKPP sebelumnya menyatakan bahwa Ketua Komisi KPU RI, Hasyim Asy’ari terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Putusan itu berkaitan dengan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) pada 25 Oktober 2023 lalu.

Hal itu merupakan hasil sidang putusan terhadap empat perkara yang telah disidangkan DKPP, yakni perkara 135-PKE/DPP/XII/2023, 136-PKE/DKPP/XII/2023, 137-PKE/DKPP/XII/2023, dan 141-PKE/DKPP/XII/2023. DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Hasyim Asy’ari.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari,” tegas Ketua DKPP Heddy Lugito membacakan putusan di kantor DKPP, Jakarta, Senin (5/2).

Selain Hasyim, DKPP juga memberikan sanksi kepada Anggota KPU lainnya, yakni Betty Epsilon Idroos, Mochamad Afifuddin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz. Mereka juga dijatuhkan sanksi peringatan keras

Mereka diadukan perihal penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres pada 25 Oktober 2023. Karena pengadu menilai tidak sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 

Sebab, KPU belum merevisi atau mengubah peraturan terkait pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/202.

Keempat perkara itu diadukan oleh Demas Brian Wicaksono (perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B. (perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (perkara nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

Pengadu menduga tindakan para teradu, dalam hal ini KPU RI membiarkan Gibran Rakabuming Raka mengikuti tahapan Pilpres 2024, sehingga melanggar prinsip berkepastian hukum.

Exit mobile version