Psikolog Klinis Liza Marielly Djaprie, M.Psi, CH menerangkan bahwa anggapan merokok dapat meredakan stres tak sepenuhnya salah.
“Apakah rokok meredakan stres itu mitos, sebenarnya tidak juga. Karena sejak kecil kita sudah memiliki program dimana saat tidak nyaman kita mencari kenyamanan melalui aktivitas oral,” ungkap Liza, Jumat (27/5).
Liza menerangkan, pada saat seseorang masih bayi maka dia akan menangis ketika sedang merasa tidak aman.
Perasaan tidak aman itu misalnya terjadi saat popok basah, lapar, dan lain sebagainya.
Biasanya, untuk mengatasi hal tersebut, solusi yang saat itu didapatkan adalah dengan memberikan ASI atau dot bayi agar sang anak kembali tenang.
Oleh sebab itu, menurut Liza, secara tak langsung seseorang pun memiliki program di otaknya bahwa aktivitas oral dapat meredakan rasa tidak nyaman. Hal tersebut pun juga dapat terbawa hingga sang anak telah tumbuh dewasa.
“Pada saat kita sudah dewasa dan kemudian kita lagi stres, penuh tekanan, itu biasanya kita selalu mencoba mencari kenyamanan. Kenyamanannya ke mana? Biasanya balik lagi kita ke fase oral,” ungkap Liza.
“Jadi ingat pada saat dulu ketika baby, kita nangis, kita nggak nyaman, popok kita basah, atau pup, atau lapar, umumnya kita biasanya dinenenin. Atau kalau sudah sedikit besar dikasih makanan atau camilan. Biasanya orang tua membujuk ‘Jangan nangis dong. Nanti mama beliin coklat ya’ misalnya seperti itu,” lanjutnya.
Sehingga, Liza mengungkapkan, aktivitas oral menjadi fokus mencari kenyamanan.
Oleh karena itu, ketika seseorang sudah dewasa, ketika merasa stres maka dia akan mencoba untuk mencari kenyamanan melalui aktivitas oral.
Menurutnya, hal inilah yang membuat masyarakat berasumsi bahwa rokok dapat meredakan stres.
“kecenderungannya itu memang kita mencari pelampiasan rasa stres kita dengan mencari kenyamanan melalui aktivitas oral. Entah itu merokok, oral seks, atau makan ada yang namanya emotional eating, permen atau segala macam. Itu bisa gitu,” kata Liza.
Namun Liza menekankan bahwa hal tersebut bukanlah menjadi alasan untuk seseorang mencoba merokok.
Sebab, hal terbaik untuk mengatasi sebuah masalah atau rasa stres adalah memikirkan jalan keluar dari persoalan tersebut.
“Tapi apakah harus rokok? Ya nggak juga. Apakah harus oral? Tentu tidak. Sebenarnya kan ketika kita stres, ketika kita dapat masalah, cara terbaik tentu adalah problem solving. Mencari solusi dari masalah tersebut. Bukan melarikan diri pada hal-hal yang lain,” katanya. Antara