Oleh: Damai Hari LubisPengamat Hukum & Poltik Mujahid 212
Untuk Jokowi, jika fenomena dan dinamika diskursus Politik seperti yang ada saat ini, lalu terus berkembang tendensi, bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi kepada Jokowi dan keluarganya, belum lagi kasus tudingan publik terkait gelar insinyur Jokowi, yang menyangkut sebuah delik (kriminal) pemalsuan identitas, yang unsur-unsur pokok deliknya, adalah dolus, atau dengan sengaja menggunakan ijasah palsu dari fakultas Kehutanan UGM yang bermula berniat berlaku curang untuk maksud menipu para aparatur negara, untuk kebutuhan mencalonkan diri sebagai peserta pemilu pilkada di Surakarta. Kemudian terus berlanjut digunakan untuk tujuan politik kekuasaan, ekonomi demi kepentingan keuntungan pribadi dan keluarga dan kelompok kroni atau oligarki. Siapa korbannya ? Seluruh bangsa ini dan seluruh kelembagaan pemerintahan negara dan termasuk lembaga-lembaga pemerintah non kementerian.
Kemudian terhadap putra Jokowi, Gibran RR sebenarnya saat ini andai Prabowo Subianto selaku Menhan memang berencana mencopot Gibran dari bakal jabatannya sebagai kursi RI
2 (Wapres RI), merupakan hal sang mudah dan konstitusional, dan pintu masuknya cukup dari celah akun fufu fafa”, lalu membuat pelaporan kepada pihak yang berwajib, bahkan konsekuensi hukumnya Gibran dapat dipenjarakan.
Namun tentu saja hal (pelaporan) ini, mengarah penyingkiran Gibran sebagai Wapres RI sehingga dapat memancing peristiwa chaotic dan cenderung menjurus penetapan negara dalam kondisi darurat (civil emergency atau martial law) yang implikasinya bakal merugikan seluruh rakyat bangsa ini dan persatuan NKRI sehingga tidak hanya menerbitkan kerugian hak hukum individual Prabowo, namun high risk, implikasinya bakal melahirkan batalnya pelantikan Prabowo sebagai RI.1. Karena Jokowi akan berlaku nekad, oleh sebab putus asa, karena indera ke-enam Jokowi akan membaca gelagat efek laporan terhadap Gibran, juga bakal mengarah kepada dirinya, maka Jokowi tanpa pikir panjang akan menggunakan jurus trigger kerusuhan, melalui gerakan PASBATA (Pasukan Bawa Tanah) atau Kelompok Bela Sampai Mati Jokowi dan Keluarga.
Suasana batin Jokowi saat ini nampak, hanya demi mengantisipasi gerakan penetrasi dari kelompok eks partainya (PDIP), maka Jokowi saat ini memberikan sinyal ” perlawanan” melalui penetrasi kepada sosok tokoh yang dianggap dekat dengan partai PDIP melalui pola pemberhentian Budi Gunawan/ BG dari jabatannya sebagai Kepala BIN dengan alasan cukup sederhana, yakni hak prerogatif, walau pola diskursus politik Jokowi tidak masuk akal, karena jabatan Jokowi hanya menyisakan 3 hari lagi sejak M. Hendirda, selaku pengganti BG (17 Oktober 2024) dinyatakan lolos oleh fit and proper test, atau 72 jam ke masa berakhir jabatan Jokowi selaku RI.1. Hal pencopotan menunjukan tindakan politik yang tidak logis, karena diyakini Jokowi tidak mungkin menyampaikan argumentasi yang logis terkait pencopotan BG.
Mungkin saja, Jokowi mendapatkan info bocornya akun fufu fafa ke tengah publik, terkaitbkepemilikan Gibran terhadap akun fufu fafa oleh BSSN memang khusus dirancang untuk menguatkan analisis/ diagnosa pakar telematika dan IT. Dr. Roy Suryo, “bahwa 99 prosen pemilik akun fufu fafa adalah sosok Gibran.”
Walau alasan pemberhentian BG. terkait akun fufu fafa tersebut tentu tidak akan pernah diutarakan oleh Jokowi. Karena yang mencuat kabar dari Jokowi malah “playing victim (tabiat lama Jokowi), ” yang menghendaki diberhentikannya BG adalah Prabowo? “.
Sebelum ada pencopotan BG. Selaku Kepala BIN ada upaya Jokowi untuk mengajak berdamai Megawati melalui Prabowo yang datang menemui Megawati paska KPU RI mengumumkan atau setelah proses vonis MK terhadap sengketa pemilu Pilpres 2024 bergulir, namun Megawati dan pengikutnya para kader PDIP. menolaknya mentah-mentah, lalu Jokowi lakukan penetrasi politik hukum terkait Harun Masiku terhadap Sekjen PDIP. Dr. Hasto Kristiyanto/ HK, tangan kanan Megawati, dengan pola mempolitisir KPK. Kemudian KPK merampas hand phone ajudan HK, sang tokoh nomor dua di PDIP. Dasi sisi yuridis pola KPK ini bukan tindakan pure hukum, karena menyimpang dari tehnis penyelidikan atau tidak sesuai ketentuan KUHAP, namun alhasil upaya “Jokowi dan sekutunya KPK nihil, karena perlawanan gigih dari para kader senioren eks partai yang Jokowi khianati.