Sabtu, 16/11/2024 - 05:24 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ACEH

CRU Sampoiniet: Konservasi, Keanekaragaman Hayati dan Potensi Objek Penelitian

Jam menunjukkan pukul 09.00 WIB, cahaya mentari menyinari pepohonan yang rindang. Suara kicauan burung dan satwa lain terdengar jelas dari camp. Sesekali hembusan udara sejuk membuat kulit kedinginan. Berbeda dengan suhu udara di kota yang panas, berpolusi, dan dipenuhi bisingnya kendaraan, CRU Sampoiniet benar-benar memberikan kesan bahwa alam ini indah, ia memberikan ketenangan.

Jarak tempuh dari Banda Aceh ke CRU Sampoiniet memakan waktu sekitar empat jam menggunakan sepeda motor. Untuk mencapai lokasi, kita harus menuju ke Desa Ie Jeureungeh yang merupakan desa paling ujung di Sampoiniet.

Dari Desa Ie Jeureungeh, jalan mulai berbatu dan kiri kanan jalan dipenuhi semak serta perkebunan masyarakat. Jarak tempuh jalan tersebut sepanjang lima kilometer hingga sampai di lokasi.

Tanda-tanda lokasi camp sudah dekat terlihat dari keberadaan feses gajah berukuran besar di tengah dan pinggir jalan. Berbeda dengan feses hewan ternak sapi dan kerbau, feses gajah berukuran lebih besar dan terdapat banyak serat dari tanaman hasil metabolisme gajah. Hingga tiba di lokasi, terlihat bangunan semi permanen dan beberapa bangunan yang diperuntukkan untuk wisatawan.

CRUSejumlah wisatawan menikmati sensasi menunggangi gajah jinak sumatera di CRU Sampoiniet, Aceh Jaya, Minggu, 22/1/2023. (Mardili/Lensakita.com)Selain tempat konservasi gajah, CRU Sampoiniet juga digunakan sebagai Ekowisata alam yang dapat dinikmati oleh masyarakat lokal dan mancanegara.

Tugas CRU

Seringnya terjadi konflik antara satwa liar dan manusia membuat pemerintah Aceh seperti Dinas Kehutanan Provinsi, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Pemerintah Kabupaten di Aceh serta dibantu oleh Fauna and Flora International (FFI) Program Aceh mendirikan Conservation Respon Unit (CRU).

Pada Juli 2008, Coservation Respon Unit (CRU) resmi didirikan, dengan didatangkan empat ekor gajah jinak sumatera, mahout, ranger, dan beberapa orang masyarakat sekitar yang dilatih agar dapat membantu dalam memitigasi konflik satwa liar dan manusia.

Sempat terhenti, sehingga menyebabkan tingginya kasus konflik satwa liar dengan manusia, akibatnya masyarakat tidak bisa berkebun karena tim tidak lagi bertugas. Sehingga pada 28 Maret 2016, CRU kembali diaktifkan.

Saat ini CRU Sampoiniet memiliki tiga gajah jinak sumatera yang didatangkan dari Pusat Konservasi Gajah (PKG) Saree, Kabupaten Aceh Besar. Gajah-gajah tersebut akan dimanfaatkan jika sewaktu-waktu ada gajah liar yang masuk kawasan, gajah jinak tersebut akan membantu para petugas dan mahout untuk menghalau gajah liar.

Samsul Rijal, Leader CRU Sampoiniet mengatakan, CRU Sampoiniet bertugas dalam memitigasi konflik gajah liar di kawasan Aceh Jaya, namun tidak menutup kemungkinan jika sewaktu-waktu timnya akan diutus ke luar wilayah Aceh Jaya dalam penugasan yang memerlukan bantuan.

“CRU Sampoiniet saat ini memiliki 3 gajah sumatera jinak yang akan dimanfaatkan dalam mitigasi konflik satwa seperti penggiringan dan pengusiran gajah liar yang masuk ke pemukiman masyarakat. Wilayah kerja kita adalah Aceh Jaya, namun apabila dibutuhkan kita juga mengirim tim dan gajah jinak tersebut untuk penggiringan di beberapa wilayah yang ada di Aceh,” kata Samsul RIjal.

Provinsi Aceh memiliki tujuh CRU yaitu, CRU Sampoiniet di Kabupaten Aceh Jaya, CRU Pintoe Rime di Kabupaten Bener Meriah, CRU Woyla di Kabupaten Aceh Barat, CRU Serbajadi di Kabupaten Aceh Timur, CRU Trumon di Kabupaten Aceh Selatan, CRU Manee di Kabupaten Pidie, dan CRU Cot Girek di Kabupaten Aceh Utara.

Camp CRU Sampoiniet berada di antara hutan lindung Ulu Masen dan perkebunan masyarakat, pemilihan tempat ini dilakukan agar mempermudah tim dalam merespon konflik di wilayah Aceh Jaya. Tugas utama CRU Sampoiniet didirikan adalah untuk mengatasi konflik yang terjadi antara manusia dan satwa liar terutama Gajah Sumatera. Selain itu CRU juga berfungsi mencegah terjadinya perburuan satwa yang dilindungi.

Kawasan Ulu Masen memiliki luas 738.856 hektar yang terdiri dari lima Kabupaten yaitu Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Pidie, dan Pidie Jaya.

1 2 3

Reaksi & Komentar

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ البقرة [285] Listen
The Messenger has believed in what was revealed to him from his Lord, and [so have] the believers. All of them have believed in Allah and His angels and His books and His messengers, [saying], "We make no distinction between any of His messengers." And they say, "We hear and we obey. [We seek] Your forgiveness, our Lord, and to You is the [final] destination." Al-Baqarah ( The Cow ) [285] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi