Sabtu, 16/11/2024 - 05:24 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Demi Pendidikan, Firli Bahuri Tanpa Sepatu Jalan Kaki 16 Kilometer ke Sekolah

image_pdfimage_print

BANDA ACEH -Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang tiap kali diperingati setiap tanggal 2 Mei bagi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memiliki makna yang sangat dalam, karena erat kaitannya dengan kehidupan dan kemajuan suatu bangsa.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

“Benar kata tokoh sekaligus pahlawan pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara, ‘tak ada hukuman yang lebih menyedihkan dari terpenjara kebodohan’,” kata Firli dalam catatan Hardiknas tahun 2022, yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (4/5).

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Kebodohan, kata Firli, merupakan pangkal kemiskinan yang sangat erat kaitannya dengan kemaksiatan atau kebatilan. Oleh karena itu, hanya dengan pendidikan, hal-hal buruk dapat diberantas tuntas sampai ke akar-akarnya, termasuk korupsi.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Firli mengungkapkan, demi meraih pendidikan, dirinya harus melaluinya walaupun berat. Ia lahir dari keluarga petani miskin di pelosok dusun Sumatera Selatan, anak bungsu dari enam bersaudara.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Kendati berat, pendidikan harus ia raih sebagaimana petuah orang tetua terutama ibunya soal pentingnya pendidikan untuk mengubah keadaan khususnya kondisi ekonomi keluarga yang sangat sulit saat itu.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

“Dengan segala keterbatasan ekonomi keluarga, apalagi usai ditinggal wafat ayah, saya menguatkan tekad dan diri untuk terus sekolah setinggi-tingginya agar nasib dapat berubah, seperti kata ibu,” ungkap Firli.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Berat dan perih memang, namun Firli tak pernah mengeluh apalagi menghindarinya. Di saat kawan-kawan SD berangkat pergi sekolah diantar oleh orang tua menggunakan sepeda atau motor, namun ia harus berjalan sendiri tanpa sepatu pergi ke sekolah dengan jarak tempuh 16 kilometer.

Berita Lainnya:
Jakarta Butuh Pemimpin yang Tak Hanya Cerdas, Tapi Juga Miliki Rekam Jejak untuk Keadilan

“Saya harus berjalan kaki nyeker pergi dan pulang ke sekolah sejauh 16 KM setiap hari, karena tidak memiliki sandal apalagi sepatu,” tuturnya.

Tidak pendek sampai di situ perjuangan Firli meraih pendidikan. Untuk bayaran sekolah atau SPP, ia harus lebih dulu bekerja memetik buah durian, kelapa hingga ikan. Hasil tangkapannya ini kemudian dibarter dengan Kepala Sekolah sebagai kompensasi bayaran SPP.

“Alhamdulillah Kepala Sekolah SD menerima kelapa atau durian atau ikan hasil tangkapan sendiri sebagai pengganti uang SPP,” beber Firli.

Lalu semasa SMA, Firli yang anak bungsu ikut sang kakak ngontrak yang memang dekat dengan sekolahnya di SMA 3 Palembang. Firli mengungkapkan, untuk membayar SPP sekolah SMA, ia bersama sang kakak pergi ke rawa mencari ikan untuk ditukar dengan pisang maupun beras ketan.

Beras ketan dan pisang itu nantinya dibuat pepes ketan oleh kakaknya. Lalu Firli menjajakannya di warung-warung.

“Saya yang menjualnya ke warung-warung atau ngider dari kampung ke kampung. Dari hasil berjualan pepes ketan, kami gunakan untuk membayar uang sekolah,” katanya.

Sementara, untuk membeli peralatan dan keperluan sekolah lainnya, Firli bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang cuci mobil, atau menjual spidol yang dibeli di Pasar Cinde, lalu menjualnya kembali dengan sedikit keuntungan di Taman Ria Palembang.

Berita Lainnya:
Pertemuan Prabowo-Megawati Dibatalkan, Gerindra Ungkap Alasannya

“Usia tamat SMA, saya yang jelas tidak memiliki uang untuk melanjutkan jenjang pendidikan di Universitas, mendaftarkan diri ikut sekolah yang dibiayai negara yakni Akabri. Tiga kali saya mendaftar, tiga kali juga gagal diterima saat itu,” kata Firli.

Tak patah semangat, Firli lalu mencoba masuk sekolah Bintara, dan akhirnya lulus menjadi anggota polisi berpangkat Sersan. Meski sudah bekerja, petuah ibu tentang pentingnya pendidikan tidak pernah dilupakan sehingga Firli memutuskan untuk kembali mengikuti tes Akabri untuk yang keempat dan kelima kalinya namun kembali gagal.

“Barulah kesempatan yang ke-6 pada tahun 1987 saya bisa dierima sebagai Capratar (calon prajurit taruna),” kenang Firli.

Firli bersyukur, tes keenam kalinnya dinyatakan lulus dan mengikuti pendidikan sebagai seorang perwira polisi, perlahan namun pasti menggapai bintang, dan akhirnya kini ia diberikan mandat sebagaimana saat ini untuk berkarya kepada bangsa dan negara, mengabdi untuk ibu pertiwi membebaskan dan membersihkan NKRI dari praktik-praktik Korupsi.

“Apa yang saya alami, adalah contoh nyata bahwasanya pendidikan menjadi begitu amat penting, mengingat pendidikan sebagai satu upaya mewujudkan tujuan negara mencerdaskan kehidupan bangsa, di mana dengan bangsa yang cerdas, maka akan membawa kesejahteraan umum bagi segenap rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, mulai Miangas hingga Pulau Rote,” harap Firli.

1 2

Reaksi & Komentar

قُلْ إِن كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الْآخِرَةُ عِندَ اللَّهِ خَالِصَةً مِّن دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ البقرة [94] Listen
Say, [O Muhammad], "If the home of the Hereafter with Allah is for you alone and not the [other] people, then wish for death, if you should be truthful. Al-Baqarah ( The Cow ) [94] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi