Jumat, 15/11/2024 - 20:00 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Demokrasi, Keniscayaan Hukum Berubah Sesuai Siapa yang Bertahta

MENTERI Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang juga calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD menyatakan, ketidakpastian hukum merupakan salah satu alasan terjadinya kemunduran di Indonesia. Hal ini ia sampaikan saat memberikan orasi ilmiah dalam acara Wisuda Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai secara virtual, Sabtu (6/1/2024).

“Kenapa di Indonesia itu terjadi kemunduran di banyak hal, misalnya investasi tidak maksimal, pembangunan ekonomi tidak maksimal, karena salah satunya itu di Indonesia terlalu banyak ketidakpastian hukum,” kata Mahfud, Sabtu, dikutip dari YouTube UnivPahlawan (kompas.com, 6/1/2024).

Mahfud mencontohkan, saat ini banyak pengusaha yang harus melalui prosedur bertele-tele untuk mengantongi izin usaha, bahkan terdapat praktik suap-menyuap agar mendapatkan izin usaha atau berinvestasi. Praktik suap tersebut, kata Mahfud, menimbulkan ketidakpastian karena pejabat bisa saja memberikan izin kepada orang lain untuk objek dan tempat yang sudah diberikan izin kepada orang lain lagi.

“Saudara yang ada di daerah-daerah barangkali sering mendengar satu izin usaha sudah diberikan oleh bupati, sedang berjalan terjadi pergantian bupati, kalah bupati yang tadi memberi izin,” kata Mahfud.

“Muncul bupati baru lalu mengeluarkan izin baru terhadap objek yang sudah dikeluarkan kepada orang lain, itu terjadi terutama di area-area pertambangan,” imbuh dia.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini berpandangan, pembangunan nasional saat ini tengah mengalami tantangan dan perbaikan di sektor penegakan hukum adalah solusinya. Menurut dia, perbaikan penegakan hukum harus dilakukan secara komprehensif, baik dari segi regulasi, implementasi, serta birokrasi penegakan hukumnya.

“Dengan begitu segala kegiatan yang dilakukan diharapkan tidak menyalahi aturan hukum yang ditetapkan kemudian akan tercipta sikap berbisnis yang akan berjalan secara adil tanpa terganggu, tanpa khawatir merasa dibatalkan di tengah jalan,” ujar dia.

Ketidakpastian Hukum Keniscayaan di Negara Demokrasi

Sebuah negara membutuhkan stabilitas hukum agar mampu menjalankan semua urusannya dengan baik. Maka produk hukum adalah salah satu yang paling krusial, ibarat air susu sebelanga akan rusak karena nila setitik, ketika hukum tak mampu lagi adil dan baku maka kerusakan akan menghampiri seluruh aspek kehidupan dalam negara tersebut.

Tegaknya hukum karena berbagai faktor, baik kekuatan lembaga peradilan, SDM maupun kekuatan hukum itu sendiri. Termasuk di dalamnya adalah penentuan model konsep bernegara dan sistem hukum yang berlaku. Secara fakta, sistem politik bernegara yang mayoritas digunakan di dunia adalah demokrasi, baik presidensiil maupun parlemen. Pun jika bentuk negara tersebut adalah kerajaan hari ini justru hanya menjadi simbol kekuasaan saja.

Dan demokrasi menjadikan hukum manusia sebagai yang utama. Di sinilah seringkali masyarakat sangat dangkal menilai demokrasi, melalui pemilu yang disebut sebagai pesta demokrasi hanya sebagai cara memilih pemimpin. Mereka lupa bahwa seseorang berada pada tahta kekuasaan pasti akan membawa sesuatu yang akan ia gunakan dalam rangka memimpin. Aturan yang dibuat manusia atau individu yang tidak memiliki kapabiltas kemudian menjadi undang-undang justru membuka peluang ketidakpastian hukum dan munculnya akan kebutuhan baru. Dan ini satu keniscayaan dalam sistem demokrasi yang menjadikan kedaulatan (hak membuat hukum) di tangan rakyat.

Padahal, manusia adalah tempat salah dan khilaf. Manusia adalah makluk yang lemah dan terbatas, bagaimana mungkin mampu mewujudkan maslahat?

Islam Sistem Bernegara Terbaik, Berasal Dari Yang Maha Kuasa

Setiap muslim wajib mengimani dan mengamalkan setiap aturan yang telah ditetapkan Allah swt. sebagaimana firman-Nya yang artinya, “Barang siapa yang tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir“. (TQS al-Maidah: 44). Allah juga berfirman yang artinya, “Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim“. (TQS al-Maidah: 45). Allah juga berfirman dalam ayat berikut yang artinya, “Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang fasik“. (TQS al- Maidah: 47)

1 2

Reaksi & Komentar

لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِن نِّسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ ۖ فَإِن فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ البقرة [226] Listen
For those who swear not to have sexual relations with their wives is a waiting time of four months, but if they return [to normal relations] - then indeed, Allah is Forgiving and Merciful. Al-Baqarah ( The Cow ) [226] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi