BANDA ACEH -Dugaan kasus suap pengesahan rancangan undang-undang (RUU) daerah otonomi baru (DOB) Papua Selatan diminta untuk diusut.
Salah satu yang berharap adanya pengusutan hukum terhadap proses pembuatan undang-undang (UU) itu ialah aktivis kemanusian Papua, Natalius Pigai.
Pigai menyatakan, dugaan suap muncul setelah beredar sebuah video pidato Bupati Merauke Romanus Mbaraka.
Di dalam video yang sempat viral itu, Romanus menyebutkan dua anggota DPR RI Dapil Papua, Yan P Mandenas dan Komarudin Watubun yang berjasa meloloskan RUU DOB Papua Selatan.
Romanus akhirnya membuat video klarifikasi untuk menjelaskan maksud dari kata “Biaya yang cukup besar dikeluarkan untuk DOB Papua Selatan” adalah bukan untuk menyuap dua anggota DPR RI tersebut.
Namun demikian, adanya klarifikasi tersebut tidak lantas menutup dugaan suap yang terjadi dalam meloloskan RUU DOB Papua Selatan.
“Klarifikasi tidak bisa menyelesaikan perbuatan pidana. Karena pernyataannya adalah bukti petunjuk pidana korupsi kebijakan, maka mesti diproses hukum,” ujar Pigai kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (16/7).
Menurut Pigai, klarifikasi yang dilakukan Romanus juga sudah sepatutnya menjadi materi yang bisa diproses hukum.
“Perbuatan tersebut telah menyebabkan kerugian pada pihak lain, yakni Kewenangan Otsus Papua diamputasi,” tuturnya
Pigai memandang, perbuatan Romanus telah merugikan sejumlah pihak. Di antaranya rakyat Papua, Pemprov Papua, MRP, dan DPR RI Dapil Papua.
“Kewenangan ini diraih dengan darah rakyat Papua, kemudian ditarik hanya begitu sekedar hanya melalui skandal besar yang merubah norma hukum melalui cara-cara korupsi,” cetusnya.
Maka dari itu, mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ini mendorong proses hukum mesti dilakukan melalui MKD DPR RI, pidana, dan judicial review UU Otsus dan DOB Papua Selatan.
“Karena indikasi dugaan skandal korupsi. Negara mesti dengar suara rakyat Papua,” ucapnya.
Lebih lanjut, Pigai membandingkan sikap pemerintah dengan sikap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, yang justru tidak mendukung pemekaran di Papua.
“Ibu Mega saja menolak UU DOB. Artinya ini patut diduga ada kepentingan elite-elite tertentu di Jakarta dan di Papua bukan demi NKRI,” demikian Pigai menutup.