BANDA ACEH -Pemerintah diminta memikirkan utang negara yang semakin membengkak. Pasalnya, banyak rakyat Indonesia yang terkena dampak negatif dari beban perekonomian akibat dari hantaman pandemi Covid-19 dua tahun terakhir.
Pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina Eisha M. Rachbini berpendapat, beban APBN ke depan akan semakin berat akibat utang yang ditanggung Indonesia saat ini.
“Utang Indonesia memang semakin berat jika dilihat dari struktur APBN dari penerimaan, pengeluaran, defisitnya dan beberapa rasio yang harus dilihat seperti berapa persen target defisit terhadap PDB (produk domestik bruto),” ucap Eisha lewat keterangannya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (25/4).
Menurutnya, risiko ke depan di tengah kenaikan harga komoditas yang tinggi di pasar global yang sebenarnya menjadi berkah di mana pada Maret 2022 posisi APBN mengalami surplus. Meski jika dilihat surpus tersebut terjadi karena adanya windfall profit dari kenaikan harga komoditas dunia.
“Tetapi jika dilihat dari sisi pengeluaran di awal tahun sebenarnya belum banyak yang menjadi beban K/L (Kementerian/Lembaga). Kemudian, subsidi yang menjadi respons dari kenaikan harga untuk masyarakat belum terhitung khususnya pada bulan April 2022,” imbuhnya.
Pihaknya justru mempertanyakan langkah dan kebijakan pemerintah dalam mengucurkan subsidi untuk masyarakat Indonesia yang menjadi beban APBN nantinya.
“Apakah kemudian pemerintah akan meluncurkan beberapa subsidi lagi untuk masyarakat yang berarti hal itu juga menjadi beban risiko defisit APBN. Defisit pada 2022 yang ditargetkan 4,8 persen pada akhirnya harus kembali pada angka 3 persen lagi,” tutupnya.