Sabtu, 16/11/2024 - 06:39 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Era Elektrifikasi Indonesia vs Hilirisasi SDA?

Roadmap industri otomotif nasional secara otomatis disusun dengan mempertimbangkan ketersediaan energi, khususnya sumber daya alam terbarukan. Maka harus ada dukungan pemerintah di sektor transportasi melalui manajemen UOI (Unit in Operation) . Staf Khusus Menko Perekonomian Bidang Pengembangan Industri dan Kawasan I Gusti Putu Surya Wirawan mengatakan Indonesia di bidang EV memiliki kelebihan yaitu pasokan energi yang berlebih.

Berdasarkan data USGS (United States Geological Survey) pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, mengutip dari Booklet Nikel yang dirilis Kementerian Energi dan SDM 2020, jumlah cadangan Nikel RI tercatat mencapai 72 juta ton Nikel, termasuk Nikel Limonite (kadar rendah) atau 52% dari total cadangan Nikel dunia sebesar 139.419.000 ton Nikel, terbesar di dunia. Adalah satu keberuntungan, di saat Indonesia menegaskan dirinya sebagai negara produsen mobil listrik, secara bersamaan Indonesia juga pemilik tambah nikel terbesar di dunia sebagai bahan baku baterai listrik.

Sekretaris Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Hari Budianto mengatakan, untuk produksi mudah, untuk penjualan yang susah, sehingga pemerintah perlu menggenjot penjualan dengan tak hanya pemberian insentif pajak dari sisi penjualan tapi juga dari sisi produksi. Selama ini yang berlaku hanya tarif STNK EV lebih murah 10% dari motor bensin.

Terakhir, Dewan Proper Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Pambagio, meminta pemerintah lebih berinvestasi mengembangkan infrastruktur transportasi yang berbasis energi terbarukan (EBT) untuk mengurangi polusi udara semisal EV, Biodesel dan Biofuel (kota Jakarta, 15/8/2023).

Dari fakta-fakta di atas, semakin jelaslah apa alasan pemerintah begitu menggebu dengan proyek EV bahkan dengan memberikan relaksasi PPN kepada para produsen otomotif juga kepada konsumen ( RP6,5 juta/ unit). Bahkan hingga rela memperpanjang waktu 2 tahun agar relaksasi pajak itu dapat dinikmati oleh para produsen EV. Sejatinya kebijakan ini adalah gelaran karpet merah pemerintah akibat syarat yang diajukan Tesla cs ,yaitu pertama masih boleh impor CBU dengan alasan belum tahu mobil apa yang cocok di Indonesia. Kedua, disesuaikan TKDN agar bisa mencapai insentif 60% dan ketiga butuh insentif investasi di Indonesia.

Tepatkah Kebijakan Insentif Pajak ini?

Bea masuk dari 50% menjadi 0% dalam rangka membidik EV Cina dan Tesla, yang nyatanya Tesla malah berpindah ke India dan membeli Nikel dari Cina, akibat kebijakan hilirisasi Presiden Jokowi yang mengharuskan para investor tambang membuat smelter di Indonsia sehingga barang yang keluar sudah menjadi barang jadi atau pun setengah jadi, sehingga perolehan pajaknya otomatis menjadi lebih tinggi.

Kemudian target 600.000 EV pada 2023, investasi dengan perusahaan Mitsubishi motor, senilai $375 juta atau sekitar Rp5, 75 T hingga Desember 2023, kemudian perusahaan Neta, Cina di 2024. Wuling dan Hundyai yang sudah lebih dulu menancapkan giginya di Indonesia, menjadi bukti makin kuatnya cengkeraman kapitalisme di negeri ini. Sebab, pemerintah tak melihat dampak hilirisasi SDA yang begitu menyengsarakan rakyat.

Nikel sebagai salah satu bahan baku baterai listrik yang hendak pula digarap Indonesia telah memberikan masyarakat yang tinggal di sekitar tambang mengalami kerugian, dari mulai pencemaran lingkungan, rusaknya ekosistem dan biota laut akibat pembuangan limbah proyek pertambangan yang jor-joran. Mata pencaharian mereka pun rusak, padahal profesi sebagai nelayan sudah turun temurun. Masih ingat dengan kasus koropsi tambang Nikel di blok Mandiogo, Sulawesi Tenggara yang merugikan pemerintah Rp5,7 Triliun?

Memunculkan nama Ridwan Djamaluddin sebagai tersangka karena memuluskan praktik pertambangan ilegal di lahan kosensi Nikel PT. Antam. TBK. Koordinasi Nasional Jaringan Advokasi Tambang ( JATAM) Melky Nahar meminta pemerintah mengevaluasi seluruh izin dan praktik pertambangan Nikel di Indonesia yang bak fenomena gunung es.

Ridwan diketahui memimpin rapat terbatas yang kemudian memberikan kuota pertambangan Ore Nikel ke PT. Kabaen Komit Pratama sebesar 1,5 juta ton pada tahun 2022. Sedangkan sebelumnya, tahun 2021, pemerintah telah menerbitkan 293 Izin Usaha Pertambangan ( IUP) Nikel di Sulawesi. Tanpa pengawasan dan penegakkan hukum yang ketat. Di mana bagian rakyat? Para pemimpin di negeri ini bukan sembarang orang, bahkan kebanyakan muslim. Namun mengapa setiap kebijakan selalu mendahulukan para pemilik modal besar dan abai terhadap kebutuhan rakyat sendiri?

1 2 3

Reaksi & Komentar

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ البقرة [285] Listen
The Messenger has believed in what was revealed to him from his Lord, and [so have] the believers. All of them have believed in Allah and His angels and His books and His messengers, [saying], "We make no distinction between any of His messengers." And they say, "We hear and we obey. [We seek] Your forgiveness, our Lord, and to You is the [final] destination." Al-Baqarah ( The Cow ) [285] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi