Jumat, 15/11/2024 - 14:45 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Era Elektrifikasi Indonesia vs Hilirisasi SDA?

Namun, kapitalisme yang berasas sekuler meniscayakan hal ini, dalam teorinya tak ada perhitungan lain kecuali produksi dan produksi, tak peduli apakah produk tersebut diserap rakyat atau tidak, membawa maslahat atau tidak, bahkan tak peduli apakah insentif ini memang yang paling dibutuhkan dibandingkan mengentaskan kemiskinan ekstrem, mengatasi stunting, pendidikan yang merata, kesehatan yang murah dan mudah, hingga kerusakan generasi akibat kebebasan seksual dan lainnya.

Islam, Sejahterakan Rakyat Secara Hakiki

Islam tidak menolak adanya kemajuan teknologi, bahkan kelak Kholifah akan mendorong rakyat untuk terus menerus mengembangkan sains dan teknologi. Muncullah nama-nama penemu dan ilmuwan jauh sebelum ilmuwan Eropa. Seperti Abbas bin Firnas Penerbang Pertama, Al JazariInsinyur Mesin, Ibnu Sina: Bapak Kedokteran, Az Zahrawi dokter Bedah, Fathimah Al Fitri, Ibu Pendiri Universitas, Ibnu Al Haytham: Bapak Optik, Ibnu Battuta: Sang Penjelajah Dunia dan masih banyak lainnya.

Namun, konsep yang diusung bukan untuk keuntungan para kapitalis melainkan maslahat umat. Semisal dibutuhkan kendaraan listrik pun hal itu atas pertimbangan kemaslahatan umat. Maka, negara akan memastikan seluruh kebutuhan pokok rakyat terpenuhi dengan mudah, dengan cara menata kota, desa menjadi lingkungan dengan sarana dan prasarana lengkap dan berkualitas dan rakyat mudah mengaksesnya.

Kebutuhan sandang, pangan dan papan dipenuhi negara secara tak langsung dengan membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin. Jika para pria mampu menafkahi keluarganya dengan mudah, tentulah kesejahteraan akan terwujud. Sedangkan kebutuhan komunal seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan menjadi kewajiban negara yang diberikan kepada rakyat secara gratis.

Negara akan senantiasa mendorong rakyat untuk bersyukur atas segala keadaan yang mereka terima, suasana keimanan dibangun bukan dengan prestise namun dengan ketakwaan, sebab dasar keyakinannya adalah segala sesuatu bakal dipertanggung jawabkan di akhirat. Maka, semua ini tak mungkin bisa diwujudkan kecuali dengan menerapkan syariat Islam. Wallahu a’lam bish showab.[]

1 2 3

Reaksi & Komentar

أَوْ كَصَيِّبٍ مِّنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِم مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ ۚ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ البقرة [19] Listen
Or [it is] like a rainstorm from the sky within which is darkness, thunder and lightning. They put their fingers in their ears against the thunderclaps in dread of death. But Allah is encompassing of the disbelievers. Al-Baqarah ( The Cow ) [19] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi