Jika kita perhatikan dengan seksama, melalui penerapan sistem Kapitalisme saat ini, kiranya fenomena bunuh diri terus tumbuh dari waktu ke waktu. Pada prinsibnya Kapitalisme ini adalah sebuah sistem kehidupan yang tidak memberi ruang bagi agama untuk mengikat masyarakat dalam sebuah pengaturan kehidupan. Hal ini karena Kapitalisme tegak di atas asas sekulerisme yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Wajar kiranya jika jiwa-jiwa manusia yang hidup di dalamnya menjadi kering hingga mudah putus asa dan menyerah pada keadaan.
Selain itu, Kapitalisme adalah cara pandang yang menempatkan kebebasan sebagai sarana untuk mencapai tujuan kehidupan yaitu meraih materi sebanyak-banyaknya untuk memperoleh kebahagiaan jasadiyah. Dengan prinsip kebebasan itu mereka beranggapan kehidupan ini mutlak milik manusia sehingga manusia bebas untuk memilih menikmati hidup atau mengakhirinya dengan bunuh diri. Parahnya prinsip ini membentuk pemahaman bahwa bunuh diri ini juga bagian dari hak asasi mereka.
Kapitalisme juga melumpuhkan sendi-sendi ikatan keluarga karena menerapkan prinsip-prinsip kesetaraan gender. Kapitalisme sebagai sistem kehidupan materialistik memaksa setiap perempuan bersaing dengan laki-laki dalam dunia pekerjaan. Perempuan dihargai ketika ikut menyumbang kontribusi bagi perekonomian nasional. Ketika perempuan menyerbu dunia kerja pada saat yang sama lunturlah fitrah keibuannya.
Sedangkan para lelaki telah kehilangan peran strategisnya sebagai qawwam (penanggungjawab). Para orang tua kehilangan perannya sebagai pembentuk peradaban, angka perceraian meningkat karena ikatan diantara anggota keluarga menjadi rapuh. Anak-anak tumbuh tidak terkendali. Kapitalisme memasung mereka dalam kesepian sehingga pada akhirnya segala upaya yang mereka lakukan untuk mengejar kebahagiaan berakhir menjadi siksaan.
Dari sisi politik, negara Kapitalisme gagal mengidentifikasi akar permasalahan dari fenomena bunuh diri, bahkan penerapan kebijakan-kebijakan negara yang bercorak invidualistik semakin menumbuhsuburkan fenomena ini. Kendati negara telah secara luas membuka saluran-saluran tehnologi untuk mendeteksi dini upaya bunuh diri.
Demikianlah persolan bunuh diri yang tadinya dipandang sebagai persoalan klasik, kenyataannya menjelma menjadi permasalahan global. Jika dikembalikan pada teori Durkheim, maka penyebab membengkaknya statistik bunuh diri global telah terjawab. Tidak aneh jika angka bunuh diri di negara-negara maju sangat tinggi demikian juga angka bunuh diri di Afrika, semua disebabkan oleh penjajahan kapitalisme dan keserakahannya dalam mengekspolitasi bangsa-bangsa.
Bunuh Diri di Negeri Muslim
Terdapat fakta bahwa justru di negara-negara Muslim angka bunuh diri ini jumlahnya sangat rendah (Wu, Chen, & Yip, 2012). Hal ini terjadi karena Muslim memiliki keterikatan penuh terhadap agamanya. Islam sebagai sebuah sistem kehidupan bukan hanya sebagai agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Islam memiliki sistem yang khas baik terkait sistem perekonomiannya, sistem pendidikan maupun sistem sosial kemasyarakatan. Hubungan kekeluargaan dalam Islam sangat kuat, sehingga kepedulian di dalam keluarga bahkan dalam komunitas kemasyarakatan sangat besar. Persaudaraan Islam telah menjadi kekuatan bagi komunitas ini.
Namun seiring infiltrasi Kapitalisme ke dalam masyarakat Muslim, melalui penerapan Kapitalisme oleh negara, perlahan terjadi pergeseran dalam pandangan kehidupan. Muslim mulai mengambil pandangan-pandangan hidup Kapitalisme sehingga permasalahan-permasalahan klasik Kapitalisme mulai menyerang masyarakat Muslim, termasuk fenomena bunuh diri ini. Muslim penganut Kapitalisme merenggangkan ikatan dirinya dengan Allah, mengabaikan hak-hak Allah dan membelakangi syariah Allah.
Kapitalisme demi hegemoni politiknya untuk membendung kebangkitan Islam sebagai ideologi tandingan, telah menderaskan sistem pendidikan Islam di negara-negara Muslim dengan corak moderasi Agama. Cara pandang moderasi agama ini menjadikan seorang Muslim memandang Islam bukan lagi sebagaimana ajaran Rasulullah SAW, yaitu berislam secara penuh (kaffah).