BANDA ACEH – Firli Bahuri resmi diberhentikan sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Presiden Joko WIdodo (Jokowi) lewat Keputusan Presiden (Keppres) yang ditandatangani pada 28 Desember 2023 lalu.
Hal ini disampaikan oleh Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana.
“Pada tanggal 28 Desember 2023, Presiden telah menandatangani Keppres Nomor 129/P Tahun 2023, tentang pemberhentian Bapak Firli Bahuri sebagai Ketua merangkap anggota KPK masa jabatan 2019-2024. Keppres mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (29/12/2023).
Dalam Keppres tersebut, Ari menyebut ada tiga pertimbangan Jokowi menandatanganinya, yaitu dari surat pengunduran diri dari Firli hingga surat putusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait pelanggaran etik.
“Ada tiga pertimbangan utama dalam Keppres tersebut. Pertama, surat pengunduran diri Bapak Firli Bahuri tertanggal 22 Desember 2023. Kedua, putusan Dewas KPK Nomor: 03/DEWAN PENGAWAS/ETIK/12/2023 tanggal 23 Desember 2023.”
“Ketiga, berdasarkan Pasal 32, UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK sebagaimana beberapa kali diubah, pemberhentian pimpinan KPK ditetapkan melalui Keppres,” urainya.
Sebelumnya, Firli telah mengajukan pengunduran dirinya dari KPK kepada Presiden Jokowi.
Hanya saja, pengunduran itu menghadapi kendala.
Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango, menyebut Firli Bahuri mengirim surat ke Jokowi untuk diberhentikan dari KPK, bukan mengundurkan diri.
Oleh karena itu, surat pemberhentian Firli tersebut belum dapat diproses lebih lanjut.
Senada, Ari juga menyebut Firli Bahuri belum bisa diproses lebih lanjut.
“Keppres pemberhentian Bapak Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK belum bisa diproses lebih lanjut karena dalam surat tersebut, Firli Bahuri tidak menyebutkan mengundurkan diri, tetapi menyatakan berhenti,” kata Ari, Jumat (22/12/2023).
Dia mengatakan pernyataan berhenti tidak dikenal sebagai syarat pemberhentian pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU KPK.
Merespons hal itu, Firli Bahuri merevisi surat pengunduran dirinya dari KPK.
Pada sidang etik yang digelar Rabu (27/12/2023) lalu, Dewas KPK memutuskan menjatuhi sanksi etik berat kepada Firli.
Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, menjelaskan Firli telah melakukan tiga perbuatan pelanggaran etik.
Sehingga, sambungnya, sanksi yang dijatuhkan kepada Firli adalah sanksi terberat.
“Maka berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021, sanksi yang dijatuhkan adalah sanksi yang terberat dalam hal ini adalah sanksi terberat,” tuturnya.
Sebelum membacakan sanksi etik, Tumpak terlebih dahulu mengatakan hal meringankan dan memberatkan terhadap Firli.
Adapun hal meringankan tidak ada sedangkan hal memberatkan seperti Firli tidak mengakui perbuatannya, tidak hadir dalam sidang etik tanpa alasan sah, tidak bisa menjadi contoh sebagai Ketua KPK, dan sudah pernah dijatuhi sanksi etik.
Selanjutnya, Tumpak pun mengumumkan bahwa Firli terbukti secara sah dan meyakinkan memiliki hubungan dengan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), dan tidak memberitahukannya kepada pimpinan KPK.
Perilaku ini, sambungnya, membuat Firli terbukti melanggar Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Perilaku.
“Menyatakan terperiksa Saudara Firli Bahuri telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yaitu melakukan hubungan langsung dan tidak langsung dengan Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK dan tidak memberitahukan kepada sesama Pimpinan mengenai pertemuan dan komunikasi dengan Syahrul Yasin Limpo yang telah dilaksanakannya yang diduga menimbulkan benturan kepentingan serta tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur Pasal 4 ayat 2 huruf a, pasal 4 ayat 1 huruf j dan Pasal 8 huruf e Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Perilaku,” kata Tumpak.
Akibat perbuatannya itu, Firli pun dijatuhi sanksi berat berupa diminta mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK.
“Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK,” kata Tumpak