Senin, 18/11/2024 - 07:32 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Gen Z dan Climate Change: Bagaimana Peranan Mereka dalam Menjaga Bumi

ISU seputar perubahan iklim atau populer disebut Climate Change sedang menggayuti anak-anak muda kita terutama Generasi Z atau biasa disebut Gen Z. Climate Change merupakan perubahan yang signifikan pada iklim, seperti suhu udara atau curah hujan, selama kurun waktu 30 tahun atau lebih. Perubahan iklim ini sendiri merupakan proyeksi kelanjutan dari global warming atau pemanasan global.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di antara dua samudera besar, Pasifik dan Hindia, tentu memiliki potensi kerentanan dampak perubahan iklim yang sangat besar. Data menunjukkan bahwa sekitar 80 persen dari total bencana yang ada di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi. Merujuk pada dokumen roadmap Nationally Determined Contribution (NDC) adaptasi Perubahan Iklim pada tahun 2020 juga menyatakan potensi kerugian dapat mencapai 0,66 persen sampai dengan 3,45 persen PDB pada tahun 2030.

Apabila kita melihat secara sektoral, maka ada lima risiko perubahan iklim yang langsung dapat dirasakan, diantaranya adalah kelangkaan air bersih, kerusakan ekosistem lahan, kerusakan ekosistem lautan, naiknya suhu global diikuti naiknya muka air laut yang akan merusak ekosistem kawasan pesisir, penurunan kualitas kesehatan manusia dan makin meningkatnya intensitas bencana yang berujung pada kelangkaan pangan.

Oleh sebab itu generasi muda di dorong untuk menjadi aktor dan berperan aktif memberikan kontribusi positif dalam menekan Gas Rumah Kaca (GRK) melalui keterlibatan aktif pada agenda-agenda pengendalian perubahan iklim, seperti transisi energi dengan mendorong penggunaan sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan, membatasi penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil, dan melakukan penanaman pohon dalam skala besar yang menjadi salah satu penentu keberhasilan mencegah kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius.

Sejumlah forum kepedulian lingkungan melibatkan anak muda baik generasi millenial maupun Gen Z terus digelar. Terbaru forum Easy Talks on Green Energy and Climate: Anak Muda Bersuara untuk masa Depan Lingkungan Yang lebih Hijau diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri. Ajang ini melibatkan anak muda serta komunitas di bidang energi  dan diplomat  muda asing dari negara ASEAN bersama utusan negara yang telah memiliki kerja sama di bidang energi dengan Indonesia.

Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Teuku Faizasyah menyampaikan bahwa forum tersebut merupakan tempat dimana generasi muda menguatkan kolaborasi mereka tentang bagaimana menciptakan kesadaran yang lebih besar terhadap pentingnya sumber energi terbarukan dalam setiap aspek kehidupan, serta peran penting yang dimainkan mereka dalam menemukan solusi terhadap tantangan yang dihadapi saat ini (kemlu.go.id pada 7/7/2023).

Gen Z sebagai pelanjut estafet kepemimpinan dunia mengalami tingkat ketakutan, rasa bersalah, dan kemarahan yang lebih besar tentang dampak perubahan iklim. Pemahaman mereka tentang pentingnya memiliki kehidupan dan lingkungan yang layak mendorong mereka untuk menggeluti jalan perjuangan sebagai aktivis lingkungan dan kehidupan berkelanjutan.

Data Indonesia Gen Z Report 2022, terdapat sejumlah 79% Gen Z yang menyatakan bahwa climate change adalah hal yang serius (mediaindonesia.com pada 21/2/2023). Tom Burke dari lembaga pemikir e3g menyampaikan bahwa sangat rasional bagi anak-anak muda untuk merasa khawatir, mereka tidak hanya membaca tentang perubahan iklim melalui media-namun merasakannya terjadi di depan mata.

Perjuangan Tanpa Tanda Finish

Konstitusi negara ini menyatakan bahwa negara menjamin kehidupan dan lingkungan yang layak bagi warga negaranya, inilah alasan utama yang mendasari komitmen Indonesia untuk climate change. Sebagai bagian dari komunitas global Indonesia melibatkan diri dalam berbagai konvensi-konvensi iklim yang diselenggarakan mulai dari Climate Convention pada tahun 1992,  dilanjutkan dengan Protocol Kyoto maupun Paris Agreement pada tahun 2015.

Terdapat sejumlah 171 negara yang siap memberikan komitmen untuk keberlangsungan kehidupan yang lebih baik. Selanjutnya Pemerintah Indonesia segera menetapkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The  United Nations Framework Convention on Climate Change.

Penguasa segera menargetkan penurunan gas rumah kaca (GRK) baik dengan upaya mandiri maupun dukungan masyarakat internasional hingga 2030, menetapkan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup termasuk membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Tak ketinggalan Kementerian Keuangan ikut berinovasi dengan menerbitkan green bonds berupa surat utang berbasis program hijau yang membiayai proyek-proyek peduli lingkungan.

Dalam upaya itulah kemudian pemerintah tidak dapat berjuang sendiri, disinilah dibutuhkan kolaborasi bersama masyarakat terutama Gen Z. Hanya saja tampak jelas kemudian bahwa Gen Z menjadi pihak yang dimanfaatkan. Gen Z dengan segala potensi yang dimilikinya menjadi sabuk pengaman bagi penguasa dan para kapitalis termasuk kapitalis global dalam menyamarkan peran dan tanggung jawab mereka terhadap kerusakan lingkungan.  

Melalui berbagai forum para pejabat negeri ini senantiasa menggaungkan dan menuntut peran Gen Z dalam proyek climate change. Menjamurlah berbagai komunitas-komunitas penggiat lingkungan yang berjuang dengan ikhlas memberikan seluruh energinya bagi kehidupan berkelanjutan. Sayangnya gerakan ini pada akhirnya mentok  pada solusi-solusi parsial. Tidak ada satu pun dari gerakan tersebut terbukti mampu menghentikan laju deforestasi, emisi gas rumah kaca, polusi, eksploitasi lingkungan untuk investasi raksasa dan lain sebagainya.

Kehancuran lingkungan terus terjadi, terbitnya omnibus law meneguhkan sikap penguasa yang abai terhadap lingkungan dan keberpihakan mereka kepada kapitalis. Sikap ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap upaya-upaya perbaikan yang dilakukan oleh Gen Z. Perjuangan Gen Z akhirnya terbentur pada titik kritis ketika kemudian menyentuh kebijakan anomali penguasa dan penghargaan-penghargaan lip service kapitalis terhadap perubahan iklim dan penyelamatan lingkungan.

Sementara para politisi elite global yang menjadi tumpuan permohonan perbaikan lingkungan sama sekali tidak dapat dipercaya. Di Inggris, puluhan  anggota House of Lords memiliki saham keuangan di industri minyak dan gas. Di Amerika, perusahaan-perusahaan minyak menyumbang  lebih dari $84 juta kepada para kandidat yang mencalonkan diri untuk Kongres Amerika. Bahkan beberapa waktu silam, seorang pelobi senior dari Exxon Mobil, dan perusahaan anggota Kamar Dagang Amerika, tertangkap dalam film yang mengaku bekerja sama dengan para senator untuk mendorong agenda anti iklim.

Disisi lain, program-program parsial pencegahan climate change besutan kapitalisme sekuler menyibukkan Gen Z  sehingga mereka lupa untuk melihat sudut pandang perjuangan yang hakiki. Oleh sebab itu telah tiba waktunya bagi para Gen Z untuk mengevaluasi perjuangannya. Mereka harus mampu mengembalikan identitasnya keislamannya dimana Islam menjadi role of life. Islam menjadi identitas dan arah perjuangan, karena Islam bukan hanya sekadar akidah ruhiyah namun sekaligus sebagai jalan penyelesaian bagi seluruh problematika kehidupan termasuk permasalahan lingkungan.

Strategi Islam Menjawab Climate Change

Terkait dengan fenomena kerusakan lingkungan ini Allah SWT telah menyampaikan di dalam Surah Ar-Rum:41;

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar.”

Di dalam surah Al-Hijr:19-21 Allah berfirman;

Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”   

Islam sebagai sistem kehidupan menghadirkan sebuah alernatif  bagi penyelesaian masalah-masalah dunia. Islam menyediakan solusi politik, solusi ekonomi, sosial, lingkungan dan lain sebagainya. Islam menuntaskan permasalahan secara komprehensif. Dalam hal ini Islam menerapkan  hukum-hukum yang melindungi lingkungan termasuk menetapkan sanksi bagi setiap pelanggaran aturan.

Disisi lain, Islam menerapkan sistem pendidikan didukung oleh kebijakan media untuk membentuk dan mempromosikan nilai-nilai Islam, termasuk menghancurkan pola pikir materialistis khas kapitalisme seraya membangun rasa hormat terhadap alam dan pelestarian lingkungan berdasarkan ketakwaan kepada Allah. Sistem ekonomi menyokong penerapan sistem pendidikan dan sistem sanksi dengan menetapkan hak kepemilikan dan pengembangan kekayaan. Islam tidak akan membuka  pintu bagi para kapitalis untuk menguasai politik dan ekonomi, apalagi melakukan pengrusakan lingkungan.

Untuk memastikan implementasi visi lingkungannya, Islam bersandar pada ketakwaan individu, kontrol masyarakat dengan budaya amar makruf nahi mungkar serta menggunakan kekuatan negara sebagai pelaksana fungsi ra`in (penggembala) dan junnah (perisai).

Semoga Allah menganugerahkan karunia agar para Gen Z mendapatkan kejelasan duduk persolan dari climate change ini sehingga mereka menetapkan jalan penyelesaian yang benar, yaitu jalan Islam bagi masa depan kehidupan berkelanjutan.[]


Reaksi & Komentar

قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ البقرة [139] Listen
Say, [O Muhammad], "Do you argue with us about Allah while He is our Lord and your Lord? For us are our deeds, and for you are your deeds. And we are sincere [in deed and intention] to Him." Al-Baqarah ( The Cow ) [139] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi