Sabtu, 16/11/2024 - 13:44 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ACEH

Global Environment Facility Dukung Program Konservasi Lanskap Aceh-NTB

Langkat- Organisasi pendanaan internasional, Global Environment Facility (GEF) meninjau kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di Tangkahan, Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat, Jumat, (13/012023) hingga Sabtu (14/01/2023).

CEO GEF Carlos Manuel Rodriguez bersama Manager GEF Program Unit, Claude Gascon datang melihat langsung Tangkahan, yang dikenal sebagai kawasan ekowisata berbasis masyarakat yang memiliki pusat latihan gajah khusus. GEF datang untuk melihat konservasi berbasis masyarakat, masyarakat tinggal berdekatan dengan kawasan TNGL.

“Bagaimana masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan kawasan konservasi melalui ekowisata terintegrasi. Sehingga dari kesadaran itu masyarakat dapat manfaat dari kawasan konservasi, mereka menjaga hutannya,” kata Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Ujang Mamat Rahmat.

Ia mengatakan, apa yang menjadi penekanan program GEF sejalan dengan prioritas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yakni penurunan pengaruh dari emisi, keanekaragaman hayati dan pemulihan ekosistem.

“Oleh karena itu kita sikapi dengan sangat serius, kita akan kawal terus program ini. Harapannya program GEF ini juga membantu TNGL salah satunya Tangkahan. Karena Tangkahan ini salah satu model pendekatan pengelolaan kawasan konservasi yang berbasis masyarakat,” jelas Ujang.

Kedatangan CEO dan Manager Program GEF tersebut bersama Direktur Pengelolaan Kawasan Konservasi, Jefry Susyafrianto, Sekretaris Ditjen PPI, Agus Rusly dan Biro kerjasama Luar Negeri KLHK, Dodi Sumardi.

GEF merupakan mekanisme pendanaan yang dibentuk sejak tahun 1991 untuk menggalang kerja sama internasional dalam mengatasi ancaman lingkungan global. GEF adalah mekanisme pendanaan yang bersifat incremental (pembiayaan tambahan) dari pembiayaan dasar negara-negara penerima.

Sebuah sesi diskusi pada sore itu diawali dengan sambutan Direktur Pengelolaan Kawasan Konservasi – Ditjen KSDAE, Jefry Susyafrianto yang mengungkap sejarah mengapa anak gajah jantan yang lahir pada tanggal 17 November 2021 di Tangkahan dinamakan Carlos. Ia katakan penamaan tersebut sebagai simbol penghormatan kepada bapak Carlos Manuel Rodriguez.

Diskusi sore itu dipandu oleh Muhammad Yayat Afianto, Technical Officer UNDP Indonesia dilanjutkan dengan paparan singkat yang disampaikan oleh Wahdi Azmi tentang status konservasi spesies kunci di sumatera bagian utara terutama gajah sumatera, Wahdi juga memperkenalkan sebuah proyek yang disupport oleh GEF yang bernama Proyek CONSERVE, yang merupakan singkatan dari Catalyzing Optimum Management of Natural Heritage for Sustainability of Ecosystem, Resources and Viability of Endangered Wildlife Species.

Proyek tersebut merupakan proyek kerjasama antara KLHK, UNDP dan GEF yang menitik beratkan pada peningkatan pengelolaan konservasi berbasis lanskap, termasuk kawasan yang berada dil uar kawasan konservasi yang juga memiliki nilai konservasi tinggi dengan memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat lokal dan juga mendorong peningkatan peran dari sektor swasta untuk dapat mendukung pembiayaan konservasi di masa depan.

“Desain proyek ini agak berbeda dengan beberapa proyek kerjasama luar negeri lainnya, proyek CONSERVE adalah proyek yang dilaksanakan langsung di bawah kendali Ditjen KSDAE yaitu dibawah pimpinan Direktur Konservasi Keragaman Hayati dan Sumber Daya Genetik sebagai National Proyek Director, bersama UNDP Indonesia dan didukung oleh pendanaan dari GEF. Komponenan pembiayaan proyek yang bersumber dari GEF bernilai USD 6,272,018 sementara total nilai proyek adalah USD 57,272,544 yang sebagian besar merupakan kontribusi Pemerintah Indonesia sendiri,” ujar Wahdi Azmi, National Project Manager CONSERVE.

Carlos berterimakasih kepada pemerintah Indonesia, mitra pembangunan termasuk UNDP dan semua pihak yang mendukung program konservasi.

“Pemerintah Indonesia lah yang menentukan wilayah di mana proyek ini diimplementasikan dan pemerintah adalah pihak yang berkontribusi paling besar,” ujarnya.

Sebelumnya dijelaskan bahwa wilayah intervensi proyek ini adalah lansekap Ulu Masen di Aceh, lansekap Seblat di Bengkulu dan Pulau Moyo di NTB yang sekarang sudah menjadi Taman Nasional Moyo-Satonda.

1 2

Reaksi & Komentar

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ البقرة [133] Listen
Or were you witnesses when death approached Jacob, when he said to his sons, "What will you worship after me?" They said, "We will worship your God and the God of your fathers, Abraham and Ishmael and Isaac - one God. And we are Muslims [in submission] to Him." Al-Baqarah ( The Cow ) [133] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi