Jumat, 15/11/2024 - 13:37 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Indonesia, Beras Tumbuh Subur Mengapa Mafia Dagang Juga?

Tercatat Desember tahun lalu, Perum Bulog mengimpor 5.000 ton beras asal Vietnam yang dialokasikan untuk pemenuhan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dilakukan secara bertahap sehingga sampai Desember 2022 total importasi beras sebanyak 200.000 ton, dan sisanya 300 ribu ton hingga sebelum panen raya atau Februari 2023. Alasan Bulog, cadangan beras pemerintah semakin menipis, Impor juga dibutuhkan untuk melakukan intervensi harga terutama di saat harga melonjak maupun kondisi darurat seperti bencana alam.

Inilah sebetulnya yang makin menguatkan sebab munculnya mafia beras, posisi dan peran Bulog yang lemah. Berdasarkan Perpres 48/2016, Perum Bulog ditugaskan untuk menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga tiga komoditas pangan pokok, yaitu beras, jagung, dan kedelai. Namun anehnya, persoalan ketersediaan dan stabilitas harga pada ketiga komoditas pangan penting ini sangat sulit terwujud. Kompleksitas masalahnya bagaikan benang kusut yang mustahil terurai.

Terkait beras, misalnya, peran Bulog tidak optimal menyerap hasil panen petani yang seharusnya dijadikan cadangan pangan negara. Berbagai alasan dikemukakan, seperti kualitas panen petani yang tidak sesuai ketentuan Bulog. Juga harga yang di luar HPP (Harga Pokok Penjualan) sehingga mayoritas panen petani tidak mengalir ke gudang Bulog, melainkan dikuasai tengkulak, pedagang besar, dan lain sebagainya.

Fungsi sebagai stabilisator harga pun Bulog tidak mampu , tetap saja terjadi kondisi tidak stabil terkait harga yang bisa terjangkau masyarakat tanpa merugikan pedagang. Operasi pasar yang kerap dilakukan sekadar bisa meredakan harga dan wilayahnya pun terbatas. Hal ini karena Bulog tak lagi sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam mengurusi rakyatnya, namun sudah beralih menjadi regulator kebijakan sebagaimana pemerintah sendiri. Bulog memiliki pasokan beras yang minim ditambah sejumlah regulasi distribusi yang ribet dan sulit. Akhirnya, tata niaga beras sangat mudah dikooptasi para pedagang besar yang mampu menyimpan stok besar.

Di tengah ketidakoptimalannya, Bulog sebagaimana BUMN lainnya justru dituntut berbisnis. Akhirnya, lembaga pemerintah ini bukan lagi semata-mata melayani kebutuhan rakyat. Di balik fungsi PSO-nya ( Public Servis Obligation) atau kewajiban pelayanan publik, Bulog ternyata memiliki tujuan profit dengan memproduksi produk-produk komersial untuk mencari keuntungan. Tentu saja bukan kesejahteraan yang didapat, sebab praktik ini sama saja menjadikan rakyat sebagai mitra bisnis, ada perhitungan untung rugi. Jelas bertentangan dengan kewajiban negara sebagai penjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat.

Bulog pun tak ubahnya dengan munculnya mafia-mafia perdagangan. Bukannya memudahkan urusan rakyat, justru cari untung padahal yang menjadi modalnya adalah milik rakyat. Sementara negara tidak berdaya menghadapi mafia-mafia ini, sudah menjadi rahasia umum jika orang-orang yang tergabung dalam mafia ini bukan orang asing bagi pemerintah, merekah yang menjadi pendonor terbesar aktifitas politik di tahun-tahun politik.

Ya, sistem ekonomi kapitalis memang menjadi mesin uang bagi politik demokrasi yang juga dianut oleh negara Indonesia. Siapa saja pemimpinnya, ia harus dengan mudah dikendalikan oleh para pemodal besar ini, kampanye dan dana lain-lain susah digelontorkan untuk sukses hingga duduk di kursi kekuasaan, dalam 5 tahun, haruslah ada realisasi balas Budi politik. Demokrasi faktanya demikian, tak ada yang netral maju sebagai pemimpin. Sebab biaya naik menjadi pemimpin sangatlah mahal. Itulah juga yang menjadi sebab makin mengguritanya praktik korupsi. Wajar jika akhirnya lidah penguasa kelu di hadapan para mafia. Dan tajam serta zalim di hadapan rakyat.

Islam: Peran Pemimpin Bertakwa Sangat Penting Hapus Mafia

Rasulullah saw. Bersabda, “Imam/khalifah itu laksana gembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap hewan gembalanya.” (HR Bukhari dan Muslim). Artinya, ketahanan pangan yang kemudian mewujudkan kesejahteraan rakyat ada dalam jaminan negara. Butuh pemimpin yang tak sekadar sanggup menanggung beban ini namun juga bertakwa dan akidahnya kuat.

1 2 3 4

Reaksi & Komentar

أُولَٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُوا ۚ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ البقرة [202] Listen
Those will have a share of what they have earned, and Allah is swift in account. Al-Baqarah ( The Cow ) [202] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi