Senin, 18/11/2024 - 23:22 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Iuran pensiun tambahan wajib akan potong upah pekerja – Apa bedanya dengan iuran BPJS-TK?

“Belum ada, karena PP [Peraturan Pemerintah]-nya belum diterbitkan,” kata Ogi.

Sebelumnya, dilansir Detik.com, Ogi mengatakan aturan tersebut akan keluar pada Januari 2025.

Skema iurannya pun belum jelas, namun menurut Ogi, arahnya akan dikelola oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).

Sebagai gambaran, ada dua jenis lembaga keuangan nonbank yang dapat mengelola dana pensiun di Indonesia, yakni DPPK dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).

DPKK ini didirikan oleh perusahaan untuk sebagian atau seluruh karyawannya.

Sedangkan DPLK didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk masyarakat umum, baik karyawan atau pekerja mandiri. Salah satu contoh DPLK adalah Jiwasraya.

Apa bedanya dengan iuran BPJS-TK?

Dari sisi manfaat yang diterima peserta, Ogi mengatakan bahwa iuran dana pensiun tambahan ini akan mirip dengan Jaminan Pensiun (JP) BPJS-TK.

Artinya, manfaatnya akan diterima peserta secara rutin setiap bulan setelah pensiun.

“Jadi ini beda dengan Jaminan Hari Tua di BPJS-TK yang saat pensiun itu boleh dicairkan secara tunai [sekaligus],” kata Ogi.

Namun Andriko Otang dari TURC dan pengamat jaminan sosial Timboel Siregar memberi catatan penting perihal dana pensiun wajib ini.

Kalau arah pengelolaannya benar-benar dilakukan oleh DPKK, maka ini akan menjadi iuran wajib baru yang terpisah dengan iuran JP dan JHT ke BPJS-TK.

Itu artinya pekerja yang terdampak kebijakan ini kemungkinan akan membayar iuran pensiun ke dua pengelola yang berbeda.

“Logika apa yang digunakan oleh pemerintah soal kenapa harus dipisah, ini pemerintah harus menjelaskan, kenapa dana pensiun tambahan ini terpisah dari program jaminan pensiun [BPJS] yang saat ini ada,” kata Andriko.

“Perusahaan pun juga akan keberatan, mereka sudah membayar iuran DPLK/DPPK tapi kenapa harus membayar iuran BPJS-TK lagi? Itu kan jadi dobel,” ujarnya.

Mekanisme pengelolaan dana pensiun antara BPJS dengan DPLK/DPPK pun berbeda, kata Timboel dan Andriko.

BPJS adalah badan hukum publik untuk jaminan sosial. Mereka boleh mencari untung, tetapi untuk dikembalikan ke para pekerja sebagai penerima manfaat.

Sedangkan DPLK/DPPK lebih berorientasi untung karena dikelola oleh badan usaha.

Bentuk pertanggungjawabannya pun berbeda. BPJS berada di bawah tanggung jawab presiden langsung.

Kalau sampai BPJS mengalami defisit, maka pemerintah bisa memberikan suntikan dari APBN sebagai bentuk tanggung jawab. Sementara itu, DPLK/DPPK diawasi oleh OJK.

“Kalau mereka gagal investasi, siapa yang menjadi penanggungjawab? Banyak DPPK dan DPLK yang hancur-hancuran, sekarang dana pensiun tambahan malah mau diterapkan ke sana. Siapa yang mau bertanggungjawab?” kata Timboel.

Kasus gagal bayar dan korupsi di Jiwasraya disebut kurang lebih menggambarkan risiko itu.

Ada pula praktik di mana perusahaan justru memanfaatkan iuran pensiun lewat DPLK/DPPK untuk memenuhi pesangon karyawan yang di-PHK.

“Kalau seperti itu, niat DPPK dan DPLK-nya bukan untuk masa pensiun,” kata Timboel.

Masalahnya, pengawasan dan penindakan terhadap praktik-praktik ini pun dia nilai masih lemah.

“Jadi enggak ada kepastian bagaimana mereka mengelola uang masyarakat? Sementara saat ini DPLK/DPPK itu banyak yang berantakan. Pemerintah memaksa pekerja membayar, tapi enggak bisa menjamin risikonya,” ujar Timboel.

Menambah potongan yang ‘membunuh’ kenaikan upah

“Apalagi sih ini? Nambah-nambah potongan aja,” kata Abi, 31, seorang karyawan swasta di Jakarta ketika pertama kali mengetahui soal wacana iuran dana pensiun tambahan.

Abi, bukan nama sebenarnya, mengaku kesal sekaligus was-was dengan wacana kebijakan ini. Potongan yang sudah berlaku sekarang saja sudah melebihi kenaikan gajinya.

Menurut Abi, upahnya naik sekitar Rp400.000 pada awal 2024 sebagai penyesuaian terhadap inflasi.

Setiap bulan, upahnya dipotong iuran JHT sebesar Rp174.000, JP sebesar Rp87.000, dan BPJS Kesehatan sebesar Rp217.500. Jumlah itu adalah yang dibebankan kepadanya sebagai pekerja, di luar yang ditanggung oleh perusahaan.

Itu juga belum termasuk potongan lain seperti PPh 21 yang juga wajib.

1 2 3 4

Reaksi & Komentar

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِّأَزْوَاجِهِم مَّتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ ۚ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ مِن مَّعْرُوفٍ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ البقرة [240] Listen
And those who are taken in death among you and leave wives behind - for their wives is a bequest: maintenance for one year without turning [them] out. But if they leave [of their own accord], then there is no blame upon you for what they do with themselves in an acceptable way. And Allah is Exalted in Might and Wise. Al-Baqarah ( The Cow ) [240] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi