BANDA ACEH -Ketidakpuasan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) pada ketidaksediaan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk membuka big data terkait kecenderungan 110 juta pengguna media sosial ingin tunda pemilu, adalah hal yang wajar.
Pengamat politik, Jamiluddin Ritonga menyebut wajar karena Luhut memang tidak menjelaskan alasan mendasar mengapa dia tidak mau membuka big data yang digunakan. Seharusnya, Luhut mengurai dasar hukum yang digunakan hingga menutup rapat big data yang dijadikannya acuan.
Misalnya, jika big data yang digunakan termasuk informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan sebagaimana diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), maka wajar bila LBP menutup rapat sumber informasi.
“LBP justru akan dinilai melanggar hukum bila membukanya,” ucap Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (13/4).
Namun, kata Jamiluddin, bila big data yang dimilikinya bukan informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan, maka LBP tidak punya hak untuk menolak membuka sumber datanya. LBP justru akan dinilai melanggar UU KIP.
“Jadi, harus diuji terlebih dahulu apakah big data yang dimiliki LBP termasuk informasi yang dirahasiakan atau tidak? Komisi KIP seharusnya dapat menguji hal itu agar perdebatan boleh tidaknya merahasiakan big data dapat disudahi,” tutupnya.