Nama lain yang dikenal dekat dengan Bahlil adalah Made Suryadana. Ia tercatat sebagai Komisaris PT Bersama Papua Unggul dan PT Meta Mineral Pradana. Made juga menjadi pemegang saham mayoritas (85 persen) PT Wirani Sons dan sebagai Komisaris serta pemegang 25 persen saham di PT Ganda Nusantara. Selain itu, Ia juga menjabat sebagai Direktur PT Cendrawasih Artha Teknologi, perusahaan yang pernah menggarap pemasangan serat optik sepanjang 2.300 kilometer dalam proyek Palapa Ring Papua pada 2017-2019.
Bahlil dan Jokowi pada Pemilu 2019
Dibeberkan Melky, gurita bisnis Bahlil itu patut diduga tak lepas dari kedekatannya dengan Presiden Jokowi, terutama sejak Pemilu 2019. Sebelum dilantik menjadi menteri pada Oktober 2019, kedekatan Bahlil dengan Jokowi mulai terlihat ketika keduanya bertemu di Musyawarah Nasional HIMPMI XVI, Jakarta, pada 16 September 2019.
Hingga pada Pemilu 2019, Bahlil diketahui menjabat sebagai Direktur Penggalangan Pemilih Muda TKN Jokowi-Maruf. Merujuk laporan KPU dan LPPDK TKN Jokowi-Maruf, perusahaan yang terafiliasi dengan Bahlil tercatat sebagai penyumbang dana kampanye pasangan Jokowi-Maruf pada 2019. Yaitu PT Cendrawasih Artha Teknologi sebesar Rp25 miliar dan PT Tribashra Sukses Abadi lebih dari Rp5 miliar.
Afiliasi Bahlil dengan PT Cendrawasih Artha Teknologi terlihat melalui komposisi kepemilikan saham perusahaan, di mana PT Rifa Capital menjadi pemegang saham mayoritas (70 persen), sisanya (30 persen) dimiliki oleh PT Procon Multi Media. Bahlil diketahui juga pernah menduduki jabatan Komisaris PT Cendrawasih Artha Teknologi.
Adapun PT Tribashra Sukses Abadi, tercatat sebagai pemegang saham mayoritas (90 persen) di PT MAP Surveillances. Sisanya dimiliki masing-masing Wismantoro (5 persen) dan Setyo Mardanus (5 persen) sekaligus menjabat sebagai Direktur Utama. PT Tribashra Sukses Abadi juga tercatat memiliki 75 persen saham di PT Cendrawasih Hijau Lestari.
Korupsi Politik dan Gurita Bisnis Bahlil
Kedekatan dan kekuasaan politik besar yang diberikan Jokowi kepada Bahlil, hingga lini bisnisnya semakin menggurita, patut diduga tak lepas dari praktik korupsi politik. Dalam konteks pencabutan izin-izin tambang, Bahlil dianggap tebang pilih, bahkan diduga mematok tarif terhadap sejumlah perusahaan sehingga izinnya bisa diaktifkan kembali.
“Praktik lancung tersebut menunjukkan betapa menguatnya korupsi politik yang dilakukan pejabat negara di Indonesia. Korupsi politik itu terjadi ketika otoritas kekuasaan politik menggunakan kewenangannya untuk memperbesar kekayaan dan mempertahankan kekuasaan dan status mereka,” papar Melky
“Pelaku korupsi ini seringkali merancang regulasi dan kebijakan sesuai kepentingan mereka, menyalahgunakan dan atau mengabaikan undang-undang dan regulasi, hingga memanipulasi institusi politik dan prosedur sehingga mempengaruhi pemerintahan dan sistem politik,” sambungnya.
Modus utama korupsi politik itu, lanjut Melky, biasanya terkait dengan penyalahgunaan jabatan, di mana pejabat terkait menggunakan kekuasaan politiknya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Selain mencari keuntungan pribadi dan kelompok, modus korupsi politik juga dilakukan untuk balas jasa terhadap kelompok atau penyandang dana kampanye.
Modus utama lainnya adalah korupsi pada momen elektoral, dengan apa yang Jatam sebut sebagai Ijon Politik. Praktik ini dapat dipahami sebagai sistem kelindan antara korporasi (cukong) sebagai penyandang dana politik membiayai proses pencalonan kandidat dan biaya kampanye dalam pemilihan umum. Para penyandang dana kemudian mendapat imbalan berupa jabatan politik dan atau kemudahan dan jaminan hukum dan keamanan bagi usaha.
Selain itu, modus utama lainnya berupa praktik korupsi pada proses pembuatan kebijakan. Para koruptor dengan kuasa dan otoritas yang dimilikinya akan memenangkan agenda kebijakan yang menguntungkan diri dan kelompok tertentu. Hal ini terjadi sebagai balas jasa terhadap para cukong yang telah membantu meringankan biaya politik.
Di antara bentuk modus korupsi pada momen pembuatan kebijakan adalah pemberian porsi APBD pada proyek-proyek pemerintah, pemenangan tender pengadaan barang dan jasa, kemudahan izin usaha, hingga regulasi yang menguntungkan sebagian pihak saja.