BANDA ACEH – Pemerintahan Jokowi masih akan menarik utang baru tahun depan. Hal tersebut terlihat dalam laporan Rancangan APBN 2023 dengan target utang baru yang ditarik Rp 696,3 triliun. Pemerintah juga akan membayar bunga pinjaman Rp 441 triliun.
Dalam laporan RAPBN 2023 yang diterima kumparan, Selasa (16/8), pembiayaan utang berfungsi untuk menutup defisit anggaran, membiayai pengeluaran pembiayaan, seperti pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, serta kewajiban penjaminan. Pemerintah memproyeksi kondisi perekonomian akan membaik, sehingga pembiayaan utang di tahun depan akan mengalami penurunan.
“Pada tahun 2023, kondisi perekonomian diperkirakan semakin membaik. Hal ini diharapkan dapat mendorong perbaikan kinerja APBN sehingga defisit APBN dapat ditekan kembali dan pembiayaan utang semakin menurun,” tulis Nota Keuangan dan RAPBN 2023.
Adapun angka ini menurun jika dibandingkan dengan APBN 2022 yang sebesar Rp 870,5 triliun maupun outlook di tahun ini Rp 757,6 triliun.
Di sisi lain, pemerintah juga akan melakukan belanja pembayaran bunga utang dalam dan luar negeri di tahun depan sebesar Rp 441,4 triliun. Untuk pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp 426,8 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri Rp 14,6 triliun.
Utang Baru untuk Dukung Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian global masih dibayangi ketidakpastian, antara lain disebabkan oleh konflik geopolitik Rusia-Ukraina yang berdampak pada kenaikan harga komoditas energi dan pangan, serta adanya supply disruption yang menimbulkan inflasi di beberapa negara. Selain itu, tren peningkatan suku bunga juga menjadi tantangan bagi pemerintah untuk memenuhi pembiayaan utang dengan biaya dan risiko yang terkendali.
Pembiayaan utang juga diharapkan dapat mendukung tercapainya kebijakan tersebut melalui peran utang sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi. Dalam pengelolaan utang, pemerintah terus berkomitmen akan mengedepankan prinsip kehati-hatian, menjaga agar selalu dalam koridor kesinambungan fiskal, dan memperhatikan kerentanan risiko fiskal.
“Adanya batasan rasio utang 60 persen terhadap PDB dan batasan defisit APBN 3 persen terhadap PDB merupakan cerminan disiplin fiskal agar utang pemerintah tetap terkendali dan aman bagi keberlangsungan fiskal jangka panjang,” tulis laporan tersebut.