Jumat, 15/11/2024 - 16:40 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Jokowi Poles Citra Jelang Lengser: Memuji Diri Sendiri, Berlebihan, dan Memanipulasi

BANDA ACEH – Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah merespons soal kampanye citra positif Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang lengser. Ia menilai Jokowi terkesan menyukai pujian dibanding kritikan.Dedi menyebut fenomena munculnya influencer pemerintah menandai hasrat Jokowi yang ingin selalu mendapat pujian.

“Jadi ia kerahkan seluruh sumber daya untuk memuji diri sendiri,” kata Dedi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (17/10/2024).

Menurut Dedi, upaya yang dilakukan Jokowi berlebihan karena menggunakan anggaran negara untuk kegiatan yang tidak berdampak untuk masyarakat.

“Terlebih dana terpakai untuk pencitraan cukup besar, terkesan Jokowi lebih mendahulukan nama baik dibanding kejujuran,” ucap Dedi.

Dedi menegaskan orientasi Jokowi memoles citra itu merupakan upaya untuk menutupi semua kekurangannya selama menjadi presiden.

“Sementara kekurangan itu tidak dicarikan solusi justru memanipulasinya dengan promosi prestasi yang tidak tepat,” katanya.

Diketahui, berbagai narasi positif pemerintahan Jokowi dimuat di berbagai media sosial dan juga media massa sejak 1 sampai 20 Oktober 2024 atau hingga Jokowi lengser. Selain itu, di berbagai lokasi di Jakarta dan luar kota juga terdapat baliho-baliho bergambar Jokowi dengan narasi ucapan terima kasih untuk Jokowi.

Sementara itu, Ma’ruf Amin menegaskan, selama dirinya menjabat sebagai Wakil Presiden (Wapres) RI bekerja apa adanya dan tidak ingin dilebih-lebihkan.

“Saya tidak ingin dilebih-lebihkan, apa adanya saja, saya tidak perlu harus dipoles-poles tidak perlu. Apa adanya saja,” ujar Ma’ruf memberikan sambutan saat silaturahmi Wakil Presiden berserta Wury Ma’ruf Amin dengan keluarga besar Sekretariat Wapres (Setwapres) di Auditorium Istana Wapres, Jakarta, Kamis (17/10/2024).

Ma’ruf menekankan, dirinya bukan sosok yang suka pencitraan dan tidak perlu membuat kebohongan-kebohongan dalam bekerja.

“Kalau orang bilang itu harus di-personal branding, saya kira tidak perlu, buat saya apa adanya saja itu lebih enak. Kalau bahasa agama tidak perlu membuat kebohongan-kebohongan. Tidak ada yang lebih zalim daripada suatu yang membuat kebohongan kepada Allah, Jadi tidak perlu,” tutur Ma’ruf, menegaskan.


Reaksi & Komentar

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ البقرة [261] Listen
The example of those who spend their wealth in the way of Allah is like a seed [of grain] which grows seven spikes; in each spike is a hundred grains. And Allah multiplies [His reward] for whom He wills. And Allah is all-Encompassing and Knowing. Al-Baqarah ( The Cow ) [261] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi