Aksi ini menolak draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang dianggap mengancam kebebasan pers dan demokrasi.
Koordinator aksi, Mufti Ryansyah, menyatakan bahwa RUU Penyiaran, yang merupakan hasil kerja Badan Legislasi DPR RI, berpotensi meredupkan kehidupan demokrasi dan mengancam kebebasan pers, khususnya dalam liputan investigasi yang dianggap sebagai inti dari jurnalisme.
“RUU Penyiaran ini mengancam kebebasan pers dan bisa meredupkan demokrasi. Liputan investigasi adalah ruh dari jurnalisme,” ujar Mufti Ryansyah dalam orasinya.
Menurut Ryansyah, beberapa pasal dalam draf RUU, seperti pasal 8A huruf q, pasal 50 huruf c, dan pasal 42 ayat 2, memberikan kewenangan berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media, yang dapat menyebabkan penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah serta pihak-pihak berkepentingan.
Selain itu, Ryansyah juga menekankan bahwa RUU tersebut dapat menghambat pekerja kreatif, termasuk tim konten YouTube, podcast, dan pegiat media sosial.
“Kami, wartawan di Aceh, khususnya di Kota Langsa, menolak RUU Penyiaran dan tidak akan tinggal diam terhadap upaya pembungkaman dan penegakan keadilan dalam upaya pemerintah mengkriminalisasi jurnalis,” tegas Ryansyah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Langsa, Putra Zulfirman, menyuarakan dukungan terhadap aksi damai tersebut.
Ia menyoroti lima poin utama yang menjadi alasan penolakan terhadap RUU Penyiaran, termasuk ancaman terhadap kebebasan pers, kebebasan berekspresi, kriminalisasi jurnalis, ancaman terhadap independensi media, dan potensi mengancam lapangan kerja bagi pekerja kreatif.
“Kami meminta DPR RI melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi,” kata Putra Zulfirman, menegaskan tuntutan solidaritas wartawan Kota Langsa.
|Editor: Awan