“Yang dilarang adalah perkawinan, tapi mereka kan belum menikah, nah tentu Ketua KPU sebagai manusia biasa harusnya dilihat apa faktornya,” tuturnya.
Menurut Farhat Abbas, ketika dalam pertimbangan bukti yang ada dan dihadirkan. “Bahwa wanita dari Belanda ini, itu adanya suatu kesepakatan atau perjanjian yang menurut saya Ketua KPU melakukan itu karena ada paksaan dan ancaman,” jelas Farhat Abbas.
“Ancaman apa ini?” tanya Uya Kuya. “Pasti diperas, masa seorang Ketua KPU mau menyerahkan uang 30 juta per bulan, uang tiket, uang makan, restoran segala macam dan menelpon sehari satu kali kan,” ucap tegas Farhat Abbas.
“Kalau bukan suatu tekanan kekerasan, pemerasan itu nggak akan terjadi, menurut saya itu adalah perjanjian kejahatan,” pungkasnya. Pengacara kondang para artis Indonesia itu mengatakan bahwa Cindra Aditi Tejakinkin justru bukan yang menjadi korbannya.
“Artinya siapa yang menjadi korban di situ, bukan wanita itu, yang menjadi korban itu adalah Ketua KPU Bapak Hasyim Asy’ari. Ia pun mengungkapkan bahwa seharusnya DKPP atau Bawaslu untuk melakukan proses terhadap CAT.
“Tapi Bapak Hasyim Asy’ari harus juga nggak?” tanya Uya Kuya. Menanggapi soal tersebut, Farhat Abbas tidak mempermasalahkan hal tersebut meski diseret ke ranah kepolisian.
“Nggak masalah, karena di polisi saya bisa jamin, namanya hubungan antara orang dewasa itu adalah hubungan suka sama suka, tidak ada pidananya,” beber Farhat Abbas.
“Itu bisa kena pasal 284 KUHP, apabila dilaporkan oleh salah satu pasangan istri atau suaminya, kita lihat suami wanita itu warga negara Indonesia atau tidak, kalau dia WNI berarti dia kena hukum Indonesia,” terangnya.
Ia mengatakan bahwa jika istri Hasyim Asy’ari melaporkan karena merasa dirugikan atas masalah tersebut karena suaminya berzina. “Maka yang berhak melaporkan itu (istri Hasyim Asy’ari), bukan yang dilindungi wanita itu,” paparnya