Sabtu, 16/11/2024 - 18:24 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Kaum Reformis Menggugat Rezim Koalisi Oligarki

BANDA ACEH -TOLAK ukur kehidupan demokrasi salah satunya ketersedian proses politik yang berkesinambungan, bermanfaat, dan tersistem. Pemilu adalah bagian dalam kehidupan demokrasi yang paling aktif dan bersifat hidup/organik.

Pemilu bisa dianggap kegiatan rutin dan mempunyai ekosistem demokrasi yang sudah cukup lama dan berkembang serta beradaptasi dengan peradaban politik modern.

Di Indonesia, sejarah pemilu pertama kali dikenalkan pada 1920-an dan 1940-an. Mengalami berbagai siklus kehidupan politik sesuai dengan kondisi pada saat itu di mana Indonesia masih di bawah pengaruh penjajah. Dilanjutkan masa transisi menuju kemerdekaan dan terakhir pemilu dipatenkan menjadi bagian peristiwa politik rutin pascakemerdekan 1945 serta pascareformasi 1998.

Setiap pemilu berulang dalam periode tertentu, ada yang sesuai jadwal, ada yang dipercepat, ada juga permintaan pemilu yang diundur.

Ketika pemilu berlangsung maju atau mundur tentunya dipastikan adanya peristiwa politik yang mendahuluinya. Krisis ekonomi 1996 yang memicu peristiwa reformasi 1998 adalah contoh kejadian politik yang luar biasa dan berisiko tergulingnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 30 tahunan.

Akhirnya terjadi proses politik penting yakni kejatuhan pemerintahan Presiden Soeharto dan diambil alih dalam kabinet transisi di bawah kepemimpinan Presiden BJ Habibie. Hasil keputusan berkaitan pemilu yakni proses percepatan pemilu ulang dan membatalkan hasil pemilu sebelumnya.

Wacana pemilu diundur sempat viral di pemerintahan Jokowi saat ini. Isu ini justru dilontarkan oleh salah satu menteri pembantu presiden dan didukung elite partai politik. Jadi pemunduran jadwal pemilu sudah menjadi ranah keputusan politik.

Isu penundaan hampir saja melengserkan jabatan presiden. Menjadi ramai dan kadang menjadi isu tidak produktif. Dalam kasus ini keputusan penting jadwal pemilu tergantung seberapa kuat bargaining rezim berkuasa dan kekuatan oposisi melakukan perbincangannya berkaiatan daya tawar memproses dan menghasilkan keputusan politik.

Kendati wacana penundaan pemilu sudah formal dibatalkan, bisa disimpulkan jika isu-isu keputusan penundaan pemilu sangat kental oleh berbagai kelompok kepentingan.

Dalam sistem kepartaian di Indonesia tidak mengenal partai oposisi, setidaknya partai yang tidak berada di luar barisan koalisi pemerintah dianggap mewakili kepentingan pihak kelompok berseberangan. Siklus ekosistem kepartaian berjalan salah satunya melalui media pemilu.

Pemilu akan menghasilkan produk dan kebijakan berserta keputusan politik. Begitu besar peranan pemilu tersebut, terjadilah perputaran dan pemusatan kepentingan.

Melalui pemilu banyak pihak formal ataupun pihak tak terlihat/hantu memainkan peran dan menanamkan, menyisipkan agenda-agenda strategis dalam rangkaian kegiatan proses dan sampai akhir pemilu.

Adat dan istiadat pemilu rupanya banyak yang berkeyakinan jika ritual tersebut sangat sakral, pesta rakyat dan agenda politik yang krusial perubahan dan perkembangan politik kekinian.

Di lain sisi pemilu dicibir sinis, bahwa pemilu hanya melegalisir kepentingan oligarki. Itu sebuah kesimpulan tepat dan menohok. Dalam setiap model bentuk pemerintahan monarki atau demokrasi, oligarki selalu ada dan para pihak yang selalu dominan berperan dan menguasai keseluruhan pemerintahan.

Oligarki sebagai minoritas kelompok kepentingan dengan daya dukungan penuh, kekuasaan finansial serta jaringan yang powerful dan tindakannya sebagai keputusan dahsyat, mematikan lawan individu atau korporasi.

Di Indonesia, penulis melihat jika pesta demokrasi seperti pemilu digunakan untuk legalisasi, memperoleh pengakuan formal atau legitimasi publik. Mereka akan menempatkan orang atau kelompok melalui organ dan badan formal seperti menjadikan anggotanya menjadi DPR dan DPD, kepala daerah dan kepala negara.

Yang sangat disayangkan jika oligarki dengan kecukupan modal justru mendapatkan subsidi kebijakan di mana dana pembiayaan pemilu tersebut murni uang rakyat bukan sumbangan para pihak oligarki. Kepentingan legalitas oligarki tersebut justru dibiayai oleh dana memakai yang rakyat dari hasil pajak masyarakat.

1 2 3

Reaksi & Komentar

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ البقرة [125] Listen
And [mention] when We made the House a place of return for the people and [a place of] security. And take, [O believers], from the standing place of Abraham a place of prayer. And We charged Abraham and Ishmael, [saying], "Purify My House for those who perform Tawaf and those who are staying [there] for worship and those who bow and prostrate [in prayer]." Al-Baqarah ( The Cow ) [125] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi