MENURUT data Bank Dunia tahun 2008 pendapatan perpajakan negara mencapai 13,3 persen, setelah itu pendapatan perpajakan negara terus merosot sampai sekarang hingga di bawah 10 persen GDP.
Pemerintah tampaknya terus terfokus mengeruk kekayaan ekonomi Indonesia dengan meningkatkan PDB tapi lupa meminta bagi hasil, royalti, pajak, kepada pengeruk kekayaan ekonomi Indonesia. Itulah gambaran secara harus besar ketika oligarki, yakni penguasa sekaligus pengusaha memimpin dan mengelola negara.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani telah lama sekali menjabat sebagai menteri keuangan Indonesia. Dia menjadi menteri keuangan di jaman SBY, lalu kembali menjadi menteri keuangan di jaman Jokowi.
Dia menjadi menteri keuangan terbaik di dunia. Berbagai gelar sudah Dia dapatkan sebagai menteri terbaik, membuatnya sangat ditakuti diantara menteri menteri Jokowi. Bahkan mungkin Jokowi takjub padanya, karena meski tak punya partai, namun Sri Mulyani tampaknya tak mungkin dipecat oleh Presiden Jokowi.
Tapi tahukah anda, bahwa selama satu dekade terakhir menteri keuangan Indonesia gagal memperbaiki keuangan negara. Dengan nama besar yang disandangnya Sri Mulyani gagal memperbaiki pendapatan negara Indonesia. Pendapatan negara terus merosot setiap tahun, tanpa ada satu langkah pun yang dibuat untuk memperbaikinya.
Tahun 2012 lalu pendapatan negara dari Perpajakan mencapai 11,4 persen dari Gross Domestic Produk (GDP) Indonesia. Tahun 2019 sebelum covid datang pendapatan Perpajakan negara hanya tersisa 9,8 persen GDP. Penurunan ini berlangsung secara konsisten dan terus menerus. Bahkan Sekarang pun pemerintah tidak tau bagaimana memulihkan penerimaan perpajakan negara.
Mengapa penerimaan Perpajakan menurun terutama di masa pemerintahan Jokowi? Ini adalah rahasia besar tentunya. Karena pembayar pajak terbesar Indonesia datang dari korporasi atau perusahaan. Maka tampaklah bahwa kelompok ini sangat dimanja dimasa pemerintahan ini.
Karena data menunjukkan jumlah yang mereka bayarkan kepada negara makin mengecil, padahal output yang mereka hasilkan makin meningkat yang ditunjukkan secara garis besar oleh GDP Indonesia meningkat.
Lalu bagaimana dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)? Terparah terjadi dalam penurunan sangat tajam dalam penerimaan negara bukan pajak dari sumber daya alam. Tahun 2012 PNBP sumber daya alam mencapai Rp 225,6 triliun, namun tahun 2020 PNBP Sumber Daya Alam (SDA) tercatat hanya sebesar 97, 2 triliun.
Ini terjadi di tengah aktivitas eksplotasi SDA sangat masiv yang membuat publik bertanya alangkah mustahil PNBP sumber daya alam Indonesia ini merosot.
Merosotnya penerimaan negara dari SDA juga menjadi rahasia besar Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Presiden Jokowi. Tampaknya menteri keuangan begitu memanjakan para pelaku eksplotasi SDA. Hasilnya jumlah yang dibagi kepada negara dalam bentuk bagi hasil dan royalti menjadi sangat kecil. Apakah ini ada imbalannya kapada para pejabat negara yang mengurusi perpajakan?
Ingat ada pameo mengatakan setiap kebijakan ada harganya. Kebijakan yang sengaja membangkrutkan negara lalu saat yang sama memperkaya oligarki swasta adalah hal yang sangat mungkin dilakukan pengurus negara. Apa semua kebijakan semacam ini ada imbalannya? Dua periode atau tiga periode atau seumur hidup? Silakan disimak terus ya.
(Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia)