BANDA ACEH – Kementerian Agama (Kemenag) akan menyusun satu lagi terjemah Al-Qur’an Bahasa Daerah, yaitu bahasa Betawi.Hal ini telah menjadi pembahasan awal dari Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (PLKKMO) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
Program penyusunan ini dibahas bersama dalam Rapat Koordinasi yang berlangsung di Jakarta, Jumat 2 Februari 2024.
Hadir, Kepala Puslitbang LKKMO, Moh. Ishom, perwakilan Pusat Studi Betawi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta Islamic Centre, Ditjen Bimas Islam, Unit Pencetakan al-Qur’an Kemenag, serta Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an (LPMQ).
Kepala Puslitbang LKKMO, Prof. Moh. Ishom, M.Ag dalam sambutannya menyampaikan bahwa pada tahun 2023 PLKKMO telah melakukan penjajakan dan pembahasan tentang bahasa yang akan digunakan untuk penerjemahan al-qur’an. Salah satunya adalah
“Bahasa Betawi adalah bahasa mayoritas penduduk Jakarta,” terang Moh Ishom.
Penyusunan Terjemah Al-Qur’an Bahasa Betawi, kata Ishom, akan memiliki tantangan tersendiri.
Sebab, karakter bahasa Betawi yang “elu-gue” harus beradaptasi dengan teks kitab suci yang agung. Varian bahasa setiap daerah di tanah Betawi juga berragam.
“Dalam proses penerjemahan nanti, selain didukung para ahli di bidang Ulumul Qur’an, juga perlu dilakukan uji publik dengan menghadirkan pakar-pakar kebudayaan Betawi yang nanti akan memvalidasi keshahihan diksi yang digunakan,” jelas Ishom.
Menurut Ishom, program penerjemahan Al-Qur’an Bahasa Daerah adalah bagian dari ikhtiar menjaga kelestarian bahasa lokal dari bahaya kepunahan.
Saat ini banyak berkembang di masyarakat, budaya pop yang nyaris tercerabut dari akar budaya lokal. Sehingga, banyak bahasa daerah yang sudah tidak digunakan dan dimengerti generasi kekinian.
“Oleh sebab itu, menjadi hal yang sangat penting menjaga kelestarian bahasa sebagai ekspresi dari kemajuan budaya, karena bangsa yang kuat adalah bangsa yang memajukan kebudayaan,” sebut Ishom.
Rakor membahas alur penerjemahan Al-Qur’an dalam bahasa daerah, mulai dari penjajakan, pembahasan dan rekomendasi, penandatangan MoU, penerjemahan, validasi, layout dan tashih, uji publik, serta digitalisasi dan sosialisasi.
“Menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah merupakan amanah Undang-Undang sekaligus sebagai jihad kebudayaan,” tutup Ishom seraya mengajak para hadirin untuk yel-yel tagline penerjemahan ini, yaitu “#Literasiquranimembangun negeri.