BANDA ACEH – Ekspresi panik dan teriakan takbir menjadi hal terakhir yang diingat Adewiah sebelum pingsan. Dia baru tersadar kembali setelah ditolong warga setempat. Saat itulah Adewiah merasa syok.
Sebab, dia melihat puluhan muridnya tergeletak bersimbah darah di jalanan. Belakangan dia tahu bahwa sembilan muridnya meninggal dunia.
Adewiah adalah guru pendamping siswa SMK Lingga Kencana Depok di dalam bus Putera Fajar. Bus bernopol AD 7524 OG itu mengalami kecelakaan hebat pada Sabtu (11/5) malam di Ciater, Subang. Tragedi maut tersebut mengakibatkan 11 orang tewas. Perinciannya, 9 orang adalah siswa SMK Lingga Kencana Depok, 1 orang guru, dan 1 orang warga Subang.
Kepada Radar Bandung yang menemuinya di Puskesmas Palasari kemarin (12/5) dini hari, Adewiah menceritakan detik-detik kecelakaan tersebut.
Menurut dia, sebenarnya rombongan pelajar kelas XII SMK Lingga Kencana Depok berjumlah tiga bus. Mereka berangkat dari Depok pada Jumat (10/5).
”Kami sempat berwisata dulu ke Tangkuban Parahu, langsung menuju Bandung untuk merayakan perpisahan kelas XII di Hotel Nalendra Cihampelas. Saya nggak nyangka berakhir seperti ini,” katanya lirih.
Menurut Adewiah, perjalanan dari Cihampelas ke Ciater masih normal. Selain dirinya, di dalam bus ada 2 guru, 53 siswa, dan 4 orang kru bus. ”Saat melanjutkan perjalanan setelah makan di RM Bang Jun dan salat Magrib, tiba-tiba sekitar lima menit perjalanan, bus oleng,” ucapnya.
Saat itulah para penumpang mulai panik. Kepanikan makin menjadi-jadi saat jalanan menurun. Bus melaju makin cepat dan oleng ke kanan hingga menabrak mobil Daihatsu Feroza. Namun, bus belum berhenti. Dalam kecepatan yang tinggi, bus lalu menabrak tiga sepeda motor. Tak lama kemudian, bus terguling. Bus baru benar-benar berhenti setelah menabrak tiang listrik.
”Saat mobil oleng dan menabrak Feroza, saya dan anak-anak panik, Mas. Anak-anak menjerit sambil berteriak Allahu Akbar, Allahu Akbar, hingga akhirnya ada suara brak, sangat keras, saya sudah tak tahu apa-apa lagi. Saya baru tersadar setelah banyak warga menolong kami,” terangnya.
Pengakuan Sopir Bus
Kerusakan sistem pengereman pada bus Putera Fajar sebenarnya telah dilaporkan pengemudi kepada mekanik bus sebelum kecelakaan. Tim mekanik lalu melakukan perbaikan saat rombongan beristirahat makan sore di Rumah Makan Bang Jun, Ciater.
Hal itu diungkapkan sopir bus Sadira. Sadira selamat, tapi mengalami luka memar di bagian kepala, tangan, dan kaki. Hingga kemarin dia masih dirawat di RSUD Subang.
”Saat istirahat makan sore, montir datang untuk memperbaiki bus. Sudah dicek montir aman, ya saya lanjutkan. Nggak tahunya rem blong lagi,” katanya. ”Setahu saya, kalau kerusakan bus parah, pasti saya akan oper penumpang,” lanjutnya kemarin.
Sadira panik saat mengetahui rem bus tak berfungsi. Dia mengaku tak bisa lagi mengendalikan laju kendaraannya. Apalagi, bus berada di jalan yang menurun. ”Saya panik saat tahu rem blong,” ujarnya.
Di tengah kepanikan itu, Sadira memutuskan untuk banting setir ke kanan yang petang itu lebih sepi. Sebab, di depannya banyak pengendara motor. ”Waktu itu di depan ada sekitar lima motor. Kalau saya tidak banting setir ke kanan, jumlah korban bisa tambah banyak,” jelasnya.
Keputusan Sadira untuk banting setir ke kanan ternyata tidak sesuai harapan. ”Dalam kondisi panik itu, saya putuskan buang (banting setir, Red) ke kanan. Ternyata kena mobil Feroza dan tiga motor. Hingga akhirnya bus berhenti setelah menabrak tiang listrik,” terangnya.
Penjelasan Polisi
Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombespol Jules A. Abast menjelaskan, kecelakaan berawal sekitar pukul 18.45 WIB. Waktu itu bus pariwisata tersebut datang dari arah selatan menuju utara. Pada saat melaju di jalan yang menurun, bus tiba-tiba oleng ke kanan hingga menabrak mobil dari arah berlawanan. ”Kemudian bus terguling miring ke kiri, posisi ban kiri di atas dan terselusur sehingga menabrak tiga motor yang berada di bahu jalan,” terang dia.
Jenazah sebelas korban telah ditangani tim Inafis Polres Subang. Lalu, sekitar pukul 09.45 kemarin, 9 jenazah siswa dan 1 jenazah guru yang semuanya berasal dari Depok dipulangkan dengan pengawalan khusus aparat kepolisian.
Kadinkes Kabupaten Subang dr Maxi mengatakan, total korban yang masuk RSUD Subang sebanyak 44 orang. ”Jumlah total pasien korban laka maut Ciater yang masuk RSUD 44 orang, 11 meninggal dunia, luka berat 16, luka ringan 17. Lalu, yang dibawa ke RS Hamori ada 2 luka berat dan 2 luka ringan,” paparnya.
Kemarin Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan meninjau langsung lokasi kecelakaan. Dia menerangkan, berdasar hasil olah TKP, tidak ditemukan jejak pengereman bus. Yang ada hanya satu jejak ban sebelah kanan sepanjang beberapa meter. ”Sampai titik terakhir di depan tiang listrik tidak ada bekas pengereman,” ujarnya. Polisi masih mendalami penyebab kecelakaan, apakah rem blong atau pengemudi yang panik hingga tidak melakukan pengereman.
Selain olah TKP di lokasi kecelakaan, petugas akan memeriksa kendaraan yang terlibat kecelakaan. Bekas tumbukan bus dan mobil Feroza akan dipelajari. ”Akan kelihatan kecepatan bus tersebut,” katanya. ”Kalau layak dinaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan, tentunya segera. Dalam penyidikan kita menentukan tersangkanya,” lanjut Aan.
Kepala Bagian Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Aznal mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk melakukan investigasi mendalam. Dari pendalaman sementara, diketahui bus tidak memiliki izin angkutan. Selain itu, status lulus ujian berkala telah kedaluwarsa sejak 6 Desember 2023. ”Kami cek melalui aplikasi Mitra Darat,” ujarnya.
Anggota Komisi V DPR Sigit Sosiantomo meminta Kemenhub memberikan sanksi tegas kepada perusahaan otobus (PO) yang tidak memiliki izin operasi tersebut. Menurut dia, Kemenhub tidak boleh berkompromi dengan perusahaan bus yang berani melawan aturan dan telah ”membunuh” masyarakat. Jika perlu, kata Sigit, pemilik bus tidak diperkenankan mendirikan PO dalam kurun waktu yang lama, bahkan seumur hidup.
”Dari pemeriksaan yang dilakukan Kemenhub pada awal Februari lalu, hanya sekitar 36 persen bus pariwisata di Jabodetabek yang memenuhi syarat administrasi. Artinya, ada 64 persen yang tidak laik jalan,” ungkapnya.
Sigit juga meminta PO Putera Fajar memberikan ganti rugi kepada para korban sesuai aturan. Berdasar Pasal 192 UU LLAJ, perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita penumpang yang meninggal dunia atau terluka akibat penyelenggaraan angkutan. Kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang.