BANDA ACEH – Seorang saksi mata pembunuhan Vina dan Eky yakni petugas keamanan atau Siskamling di desa sekitar jembatan Talun, Suroto mengungkap detik-detik saat dirinya menolong Vina Cirebon dan Eky.
Suroto diketahui merupakan orang yang pertama kali menemukan Vina Cirebon dan Eky tergeletak di jembatan flyover Talun.
Bersama polisi, dirinya juga sempat membawa Vina ke rumah sakit. Siskamling Desa Kecomberan ini kemudian menceritakan awal mula dirinya menemukan tubuh Vina dan Eky di jembatan tersebut. “Hari itu saya patroli keliling karena saat itu rawan begal di jam 10-11 malam.
Jam 10 saya lewat, mutar balik ke flyover sini, saya melihat korban-korban tergeletak,” cerita Suroto saat ditemui iNews di jembatan flyover Talun, dikutip terkini dari tayangan video unggahan kanal YouTube Official iNews, Rabu (5/6/2024).
Dia pun lalu menunjukkan posisi tubuh Eky dan Vina yang ketika itu tergeletak di pembatas jalan flyover Talun.
Menurut Suroto, dirinya menemukan Vina dan Eky tergeletak di lokasi tersebut pada pukul 10 malam. “Jam 10 malam. Bisa dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat, saya saksi, masih ingat betul,” tuturnya. Ketika itu, dirinya pertama kali menolong Eky.
Ia pun mengungkapkan kondisi kekasih Vina itu yang sudah tidak bernyawa. “Pertama saya nolong si laki (Eky), nggak tahu namanya waktu itu. Posisinya masih pakai helm. Saya tanya ‘dek, dek, dek’, dia nggak nyahut.
Tebakan saya dia sudah mati, karena darahnya banyak. Waktu itu hujan, dan darahnya itu mengalir ngikutin air,” ungkap Suroto. “Darah mengucur dari kepala dan tubuh karena dia pakai celana panjang, jaket, jadi darah itu keluar dari situ.
Saya copot helmnya, darah juga mengalir dari situ. Saya copot tali helmnya karena saya kira dia masih hidup, takut dia sesak (napas),” sambungnya. Eky saat itu, lanjut Suroto, mengenakan jaket bergambar logo klub motor XTC berwarna biru putih.
“Pakai jaket, kalau nggak salah jaket XTC warna biru putih,” bebernya. Setelah mengecek kondisi Eky, Suroto lalu lanjut mengecek kondisi Vina yang berada sekitar 7 meter dari jasad Eky.
“Karena saya pikir Eky sudah meninggal, saya lalu fokus menolong si perempuan (Vina), waktu itu juga nggak tahu namanya siapa,” ujar Suroto. Menurutnya, posisi Vina ketika itu terlentang dan masih dalam kondisi sadar.
Vina pun sempat meminta pertolongan kepada Suroto. “Dia minta tolong, ‘tolong, tolong’, saya tolonglah si perempuan. Aku bilang ‘sabar dek, lagi manggil mobil’,” ucapnya kala itu. “Waktu dia terlentang, kepalanya saya angkat, posisi dia itu saya papah kepalanya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Suroto juga mengungkap kondisi Vina saat itu dimana korban mengalami luka parah di sekujur tubuhnya.
Sementara itu, Tim kuasa hukum Pegi Setiawan, tersangka kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky atau Eky di Cirebon mengajukan permohonan dilakukannya gelar perkara khusus kepada Kapolri.
Ditermui di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Rabu malam, Toni mengatakan pihaknya keberatan dengan penetapan tersangka oleh Polda Jabar terhadap kliennya Pegi Setiawan, karena ada kejanggalan.
“Tujuan gelar perkara khusus ini, karena kami selaku kuasa hukum Pegi Setiawan keberatan penetapan tersangka. Karena, Pegi Setiawan bukanlah Pegi alias Perong,” ucap Toni.
Berdasarkan putusan pengadilan, kata dia, ada 8 terdakwa yang sudah menjalani pidana, dan ada 3 DPO (buronan), yakni Andi, Deni dan Pegi alias Perong. Menurut dia, banyak kejanggalan dalam penangkapan kliennya sebagai pembunuh Vina yang tersisa.
Toni meyakini Polda Jawa Barat salah tangkap. Karena Pegi yang dituliskan ciri-cirinya berambut keriting, beralamat tinggal di Banjar.
“Pegi Setiawan tidak berambut keriting, dan tidak tinggal di Banjar,” ujarnya. Alasan Toni, mengajukan permohonan gelar perkara khusus di Mabes Polri, karena menganggap Polda Jabar tidak transparan.
Dan pihak kesulitan untuk bertemu Pegi selama masa penahanan. Harapannya, dengan profesionalitas Mabes Polri dan transparansi bisa mengabulkan permohonan gelar perkara khusus untuk menguji penetapan tersangka Pegi Setiawan. “Kami setuju pembunuh Vina harus ditangkap. Tapi persoalannya jangan sampai salah orang, salah tangkap,” kata Toni.
Surat permohonan gelar perkara khusus ditujukan kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Kabareskrim dan Karowarsidik. Selain gelar perkara khusus, tim kuasa hukum Pegi Setiawan juga mengajukan upaya hukum praperadilan.
Toni optimistis permohonannya ditindaklanjuti oleh Kapolri mengingat kasus Vina sudah menjadi atensi Presiden Joko Widodo yang meminta Polri transparan dalam menyelesaikan perkaranya.
Apabila permohonan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Mabes Polri, maka pihaknya akan mengajukan pengaduan ke Ombudsman RI. “Saya optimistis ini pasti ditindaklanjuti, dilayani, kan supaya terbuka dan transparan,” imbuh Toni.
Sementara itu Mayor TNI CHK (Purn) Marwan Iswandi, pengacara Pegi Setiawan, mengatakan gelar perkara khusus diharapkan bisa membuat terang perkara pembunuhan Vina, terlebih Presiden sudah meminta Kapolri untuk transparan menyelesaikan kasus yang menyita perhatian masyarakat luas.
“Ini perintah langsung dari Presiden ke Kapolri. Apabila Kapolri tidak menindaklanjuti-nya berarti Kapolri telah melawan perintah presiden.
Presiden mengatakan harus transparan. Tapi saya merasa Kapolri akan menindaklanjuti,” tutur Marwan