“Persoalannya apakah kehadiran publik figur ini menyulitkan pengurus parpol atau mereka yang selama ini kerja di parpol karena kekurangan finansial? Atau bukan karena dia publik figur kemudian sulit untuk mendapat suara di sistem pemilu yang membutuhkan anggaran cukup besar. Apakah di situ titik krusialnya?” tutur Daniel.
Hakim Arief Hidayat juga sedikit menyinggung fenomena artis yang nyaleg. Ia meminta pendapat ahli untuk menjelaskan fenomena ini dengan kaitannya terhadap sistem pemilu. ‘Kalau kita lihat pendaftaran sudah muncul, ini beberapa ada hal gini, banyak artis masuk, dievaluasi mass media, partai ini artis baru, muncul partai ini, semua partai memunculkan tokoh bisnis jadi calon yang sebelumnya tidak ada jejak di parpol, fenomena ini bagaimana? Apa yang tidak menjadi pedulang suara? Kaderisasi di parpol tidak bisa dipertanggungjawabkan? atau mereka yang selama ini kerja di parpol karena kekurangan finansial? ” Tanya Hakim Arif.
Demikian pula dengan Hakim Saldi Isra juga ikut menanggapi fenomena artis nyaleg. Menurutnya fenomena ini sudah tidak bisa dielakkan karena seluruh parpol melakukan hal yang sama.”Fenomena loncat orang tiba-tiba entah dari mana asalnya tiba-tiba diajukan partai politik dan itu hampir seluruh parpol menjadi pelaku melakukan hal yang sama, ambil orang terkenal tiba-tiba diajukan calon dan kader yang berdarah-darah di partai ditinggalkan gitu aja,” kata Saldi.
Mau dipertanyakan bagaimana lagi? Dalam demokrasi hal ini adalah sah. Sebab aturan yang ditetapkan memang menciptakan peluang untuk berbuat pragmatis dan opportunis. Simbiosis mutualisme adalah langkah tepat dipilih saat ini, urusan kampanye dan lain sebagainya tidak mungkin hanya mengandalkan kantong pribadi atau dana tetap partai dari negara, tapi hadirnya bintang-bintanh panggung hiburan ini bisa sedikit melegakan nafas.
Demokrasi pun tak mewajibkan mereka yang bergabung di sebuah partai pergerakan adalah orang yang sadar tujuan ia masuk, pun tak butuh ikatan yang baku, selama maslahat setiap pribadi bisa terakomodasi, disana mereka boleh tinggal. Toh cara kerja partai ataupun tujuannya cukup diemban oleh beberapa orang saja. Bayangkan saja fenomena ini sama dengan hujan meteor di angkasa indah bercahaya namun berbahaya dan dampaknya tidak bisa dianggap remeh. Kehancuran dan menjadi penghalang partai yang shahih.
Kekuasaan Dalam Islam adalah Amanah
Dari Abu Żar -raḍiyallāhu ‘anhu- ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberiku kekuasaan (jabatan)?’ Beliau memegang pundakku dengan tangannya lalu bersabda, ‘Wahai Abu Żar, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah dan kekuasaan itu adalah amanah. Sesungguhnya kekuasaan itu pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu“. [HR. Muslim].
Demokrasi pulalah yang menyebabkan banyak orang memperebutkan kekuasaan, pun demikian para artis. Gambaran hidup enak, fasilitas mewah, bergelimang harta, mudahnya mengakses kesenangan demi kesenangan, hingga hari tua harta mereka bisa jadi sandaran. Tak dipungkiri, demokrasi pun bersimbiosis mutualisme dengan kapitalisme. Yang memandang kekuasaan hanya demi kepentingan pribadi dan sesaat. Urusan rakyat sebagaimana yang mereka usung hanya jargon usang, kabur tertiup angin begitu kursi tampuk kepemimpinan telah sukses mereka duduki.
Maka, dalam Islam ada perbedaan yang jelas antara fungsi Partai politik dan negara, keduanya tak bisa dicampur adukkan. Partai politik ( Hizb as-siyasiyun) adalah sekelompok orang yang berkumpul atas dasar akidah Islam dengan tujuan amar makruf nahi mungkar. Maka kegiatan utamanya adalah mencerdaskan umat agar bersama-sama partai mengawal jalannya pemerintahan dan memantau jangan sampai kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa melenceng dari syariat.
Sedangkan negara adalah satu-satunya institusi kepemimpinan umum yang mengurusi urusan rakyat dengan syariat Islam. Pemimpin dalam Islam tak sedikitpun diperbolehkan mengadopsi hukum lain selain syariat Islam. Bahkan tak ada ruang untuk menggabungkan antara sistem hari ini, demokrasi dengan Islam. Sebab hal itu disebut sekular, pemisahan agama dari kehidupan. Sementara Allah SWT memerintahkan untuk masuk Islam secara keseluruhan (QS al-Baqarah :208).