BANDA ACEH -PT Pertamina telah melakukan pembohongan publik terkait penggunaan handphone di SPBU. Pasalnya, selama ini Pertamina sudah melarang masyarakat menyalakan atau menggunakan handphone saat berada di kawasan SPBU. Namun kini masyarakat justru diwajibkan menggunakan aplikasi MyPertamina saat isi bahan bakar.
Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta), M. Rico Sinaga seperti diberitakan Kantor Berita RMOL Jakarta, Minggu (3/7).
“Jika sekarang ada imbauan dari Pertamina yang mengharuskan masyarakat mengisi BBM menggunakan Android, berarti Pertamina selama ini telah melakukan pembohongan publik,” kata Rico kepada wartawan, Minggu (3/7).
Rico mengingatkan bahwa fakta di lapangan menunjukkan sering sekali terjadi insiden kebakaran mobil maupun motor saat sedang mengisi BBM karena ada radiasi handphone di dekat SPBU. Sehingga masyarakat patuh terhadap larangan itu.
“Di setiap SPBU juga ditempel larangan menyalakan handphone pada saat mengisi BBM,” kata Rico.
Untuk itu, dia mengkritik keras kebijakan baru Pertamina, perusahaan yang memonopoli BBM di seluruh Indonesia ini. Kebijakan itu adalah adanya syarat aplikasi handphone untuk membeli bahan bakar.
Seharusnya, sambung Rico, setiap kebijakan yang dikeluarkan hendaknya diperhitungkan secara maksimal. Dengan begitu kebijakan yang diambil tepat guna dan sasaran, serta tidak membuat masyarakat sebagai korban.
“Kalau isi BBM harus menggunakan Android, bagaimana dengan masyarakat yang belum punya Android. Berarti Pertamina mengorbankan masyarakat kecil yang tidak punya Android,” kata Rico.
“Di Ancol itu ada SPBU yang mengisi BBM itu nelayan kecil. Nah, mereka tidak punya Android. Kan kasihan mereka tidak bisa membeli BBM,” tambahnya.
Seharusnya PT Pertamina memikirkan dampaknya dari kebijakan yang dikeluarkannya.
“Kecuali PT Pertamina mau membagikan handphone Android kepada masyarakat, baru mengeluarkan kebijakan itu. Jangan lah kebijakan Pertamina menyusahkan masyarakat kecil,” kata Rico.
Rico mengingatkan agar jangan sampai ada masalah seperti penerapan aplikasi Peduli Lindungi yang hanya bisa diakses menggunakan Android, sehingga menjadi masalah di masyarakat berbulan-bulan.
Berdasarkan catatan Rico, surat kabar Guardian pernah menulis kasus SPBU terbakar yang diduga terjadi gara-gara pemakaian ponsel pada 2005. Api membakar sepeda motor yang sedang diisi tangkinya, sesaat setelah pengendara mengeluarkan ponsel dari sakunya.
Atas kejadian itu muncul kecurigaan adanya bahaya memakai ponsel di SPBU. Kendati begitu, hingga saat ini belum ada satu pun kasus kebakaran SPBU di Indonesia yang disebabkan oleh ponsel.
Kekhawatiran itu muncul kembali saat pemerintah mewajibkan penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian Solar dan Pertalite.
Pemerintah berupaya membatasi pembelian BBM bersubsidi di tengah krisis minyak bumi dunia. Pembatasan dilakukan agar subsidi tepat ke sasaran.
Hingga kini masih banyak SPBU yang belum mencabut larangan penggunaan ponsel itu.