Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna Sebut Pihaknya Sesalkan Baleg DPR Lakukan Pembangkangan Konstitusi

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna merespons hasil rapat Panitia 

Kerja (Panja) Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat 

ADVERTISEMENTS

mengenai revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah 

ADVERTISEMENTS

(Undang-Undang Pilkada). Ia menyesalkan, Baleg DPR secara 

ADVERTISEMENTS

terang-terangan membangkang terhadap putusan MK.

ADVERTISEMENTS

“Kami tidak punya kewenangan memeriksa Baleg DPR. Tapi cara 

ADVERTISEMENTS

ini, buat saya pribadi, adalah pembangkangan secara 

ADVERTISEMENTS

telanjang terhadap putusan pengadilan. Mahkamah Konstitusi 

yang tidak lain adalah lembaga negara yang oleh konstitusi 

(UUD 1945) ditugasi untuk mengawal UUD 1945,” kata I Dewa 

Gede Palguna kepada wartawan, Rabu (21/8).

 

Pembangkangan terhadap konstitusi itu dapat dilihat dari hasil 

rapat Baleg DPR. Pasalnya, Baleg tiba-tiba secara 

mempercepat pembahasan revisi UU Pilkada, setelah hadirnya 

putusan MK mengenai uji materi Pasal 40 UU Pilkada yang 

mengatur ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil 

kepala dearah, serta Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada mengenai 

batas  usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur.

 

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menurunkan ambang 

batas pencalonan kepala daerah. Awalnya, ambang batas 

pencalonan yaitu didukung minimal 20 persen partai Politik 

pemilik kursi di DPRD

 

Lalu ambang batas itu diubah menjadi didukung oleh partai 

politik dengan perolehan suara antara 6,5 sampai 10 persen dari 

total suara sah. Selain itu, MK juga memutuskan syarat calon 

gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun t

erhitung sejak pendaftaran pasangan calon.

 

Namun, Baleg DPR tidak mengindahkan putusan MK itu. Palguna 

menegaskan, masyarakat sejatinya tidak diam melihat sikap 

tersebut.

 

“Itu kan sudah berada di luar kewenangan MK. Tinggal kelakuan 

itu dihadapkan dengan rakyat dan kalangan civil society, serta 

kalangan kampus. Itu pun jika mereka belum kecapean,” 

pungkasnya.

Exit mobile version