Kisah Kematian 11 Anggota Keluarga Burari India: Gegara Memuja Pohon Beringin

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH –Pada 2018, terjadi kisah kematian 11 anggota keluarga di dalam kamar rumah di daerah Burari, New Delhi, India, akibat dari sebuah ritual pemujaan “badh tapasya” (pemujaan pohon beringin) yang salah.

Sepuluh mayat anggota keluarga bergelantung di langit-langit berkawat di satu ruangan yang sama, satu mayat lainnya ditemukan tewas tergeletak di lantai dengan luka di leher di kamar sebelahnya.

ADVERTISEMENTS

“Dalam karir saya selama 17 tahun sejauh ini, saya belum pernah melihat TKP seperti ini, dan saya harap saya tidak harus melihatnya,” kata kepala polisi Rajeev Tomar.

ADVERTISEMENTS

Tomar adalah polisi pertama yang memasuki rumah di Burari itu, di mana 11 anggota keluarga Chundawat ditemukan tewas pada 1 Juli 2018.

ADVERTISEMENTS

Kisah kematian 11 anggota keluarga di Burari, India yang menggegerkan ini kini diangkat ke dalam serial Netflix 2021 berjudul “House of Secrets: The Burari Deaths”.

ADVERTISEMENTS

Bagaimana peristiwa kematian 11 anggota keluarga itu terjadi? Berikut Kompas.com merangkum kronologi kejadian dari berbagai sumber.

ADVERTISEMENTS

Siapa saja korban dalam kisah kematian 11 anggota keluarga Burari, India?

ADVERTISEMENTS

Anggota keluarga dalam kisah kematian tersebut terdiri dari Narayan Devi, nenek (77 tahun).

Kemudian putrinya, Devi Pratibha (57 tahun), putranya Bhavnesh Bhatia (50 tahun), dan Lalit Bhatia (45 tahun).

Lalu istri maasng-masing, Savita (48 tahun) dan Tina (42 tahun).

Para cucu terdiri dari Priyanka (33 tahun), Neetu (25 tahun), Monu alias Maneka (23 tahun), Dhruv alias Dushyant (15 tahun), dan Shivam (15 tahun).

Sekitar pukul 07.18 waktu setempat pada 1 Juli 2018, kesebelas anggota keluarga tersebut ditemukan tewas di dalam rumah Burari, New Delhi, India

Di lantai pertama rumah ditemukan 10 mayat anggota keluarga, tanpa Narayan Devi. Salah satunya adala putri Pratibha, Priyanka yang telah bertunangan pada 17 Juni dan akan menikah pada akhir 2018.

Kesepuluh anggota keluarga itu bergelantung dalam formasi melingkar di atas langit-langit yang telah dipasang jaring-jaring besi.

Di antara posisi mayat itu, Pratibha bergelantung agak jauh dari anggota keluarga lainnya.

Kemudian mayat Narayan Devi ditemukan tergeletak di lantai ruangan sebelahnya dengan luka di leher. Dia ditemukan dalam keadaan tidak bergelantung seperti anggota keluarganya yang lain.

Awalnya polisi mengiri kematian anggota keluarga ini karena kasus pembunuhan, karena anggota badan mereka terikat, mata ditutup, dan mulut disumpal.

Selain itu, bagaimana anak remaja berusia 15 tahun, setuju untuk mengikatkan tali di leher mereka dan percaya bahwa mereka akan selamat dari ritual itu?

Bagaimana awal kisah kematian 11 anggota keluarga itu?

Melansir Hindustan Times, Lalit memiliki bisnis kayu lapis, dan Bhavnesh memiliki toko kelontong. Toko keduanya beroperasi di lantai dasar rumah mereka.

Ketika toko kelontong Bhavnesh tidak buka seperti biasanya, para tetangga mencoba masuk ke dalam rumah, dan justru menemukan mayat 11 anggota keluarga itu.

Segera polisi dihubungi ke TKP. Dalam penyelidikan TKP, polisi menemukan 11 buku harian yang ditulis tangan yang merinci situasi keluarga itu hingga menemui ajal.

Berdasarkan 11 buku harian tersebut polisi menarik dugaan bahwa kematian 11 anggota keluarga itu karena ritual yang salah, yang mengarah pada bunuh diri massal.

Mengutip The Hindu, polisi mengatakan buku harian itu didekte oleh Lalit yang percaya bahwa roh ayahnya, Bhopal Singh yang meninggal pada 2007, berkomunikasi dengannya dan memerintahkannya untuk melakukan “badh tapasya” (pemujaan pohon beringin) demi kemajuan keluarga.

Tulisan tangan dalam 11 buku harian itu menunjukkan bahwa setidaknya ada 3 orang yang berbeda, di antaranya Lalit dan Priyanka.

Catatan pertama buku harian Lalit ditulis pada 8 Juli 2007 dan berkahir paada 30 Juni 2018.

Catatan buku harian terakhir menjelaskan ritual, aturan yanag harus diikuti dan diharapakan oleh 11 anggota keluarga.

Ritual itu adalah “upacara syukur” untuk suami Narayan, Bhopal Singh yang meninggal pada 2007.

Apa penyabab di balik kisah kematian 11 anggota keluarga?

Pada 2004, sebuah insiden besar terjadi menimpa Lalit dan merubah hidupnya, ia kehilangan suaranya.

Pada Februari 2007, Bhopal Singh meninggal karena penyakit pernapasan. Membuat semua anggota keluarga tepukul, terutama Lalit.

Setelah kematiannya, selama 10 hari pendeta dipanggil untuk melakukan ritual “paath Garuda Purana” (doa).

Di suatu hari dari 10 hari itu, di tengah ritual doa tiba-tiba suara Lalit kembali, dan semua berkata “Daddy aa gaye” (Daddy telah kembali).

Lalit bercerita kepada salah satu pelanggannya, Naresh Yadav, pada 2008, bahwa ia mendapatkan kembali suaranya setelah ayahnya datang dalllam mimpinya dan memintanya melakukan ritual “puja”.

Rita Sharma (62 tahun) tetangga dekat keluarga Lalit, mengatakan bahwa semenjak kematian Bhopal Singh, keluarga Chundawat itu melakukan ritual kirtan.

Sharma biasa diundang oleh anak-anak Lalit dan Bhavnesh untuk ikut serta dalam ritual kirtan.

“Setiap malam sekitar jam 9 malam, mereka akan duduk bersama dan berdoa selama 15-30 menit. Anak-anak biasa bilang ‘Daddy ke aane ka time ho gaya’ (saatnya kakek datang),” kata Sharma, seperti yang dilansir dari The Hindu.

Selama ritual kirtan, Lalit biasa duduk di depan. Selama bertahun-tahun ia telah menggantikan peran Bhopal Singh dalam keluarga.

Pada 7 September 2007, nama Bhopal Singh pertama kali disebutkan dalam buku harian Lalit.

Pada tanggal itu, dituliskan bahwa “roh” Bhopal Singh meminta untuk menyimpan foto hitam putihnya.

“Mann mein dhyan yahi rakho ki Daddy meri purani aadatein chhut jaye” (berdoa agar kamu menyingkirkan kebiasaan lama).

Dituliskan dengan nada yang tegas hampir memarahi untuk semua anggota keluarga mengikuti instruksi. Mereka didekte untuk melakukan rutinitas sehari-hari, sebagai cara untuk memperbaiki keuangan keluarga.

Catatan buku harian itu memiliki pengaruh besar pada cara semua anggota keluarga menjalani kehidupan mereka selanjutnya.

Dhruv alias Dushyant (15 tahun) dan Shivam (15 tahun) adalah dua remaja laki-laki yang cerdas dan selalu mendapatkan nilai bagus dalam ujian.

Keduanya sangat menyukai sepeda motor dan mobil, yang tidak dimiliki keluarga mereka.

Menurut teman mereka, Jatin, kedunya biasa belajar setidaknya 2 jam sebelum pergi main di malam hari.

“Kami dulu bermain kriket dan bersepeda hampir setiap hari. Tetapi, entah kenapa mereka tidak datang bermain di minggi terakhir Juni (2018),” kata Jatin (15 tahun).

Jatin mengatakan baik Dhruv dan Sivan sangat “takut akan Tuhan” di bandingkan teman-teman seusia mereka.

“Pada hari Minggu mereka biasa menyembah matahari dengan mempersembahkan air. Anak laki-laki seusia kamai biasanya tidak melakukan itu,” kata Jatin.

Sementara teman yang lain berkata, kedua remaja itu tidak memiliki akses ke laptop dan ponsel. Keduanya hanya bisa menggunakan komputer di rumah dengan pengawasan orang yang lebih tua.

Para tetangga juga bercerita kepada polisi bahwa Dhruv sering mengatakan kepada anak-anak di daerah Burari bahwa “paman (Lalit) sering dirasuki roh kakek”.

Kasus psikosis bersama dari kisah kematian 11 anggota keluarga Burari India

Tunangan Priyanka mengatakan bahwa dia adalah wanita normal dan tidak pernah menyinggung tentang praktik “gaib”.

Sebelumnya, dia juga tidak menunjukkan perilaku ingin bunuh diri.

Temuan-temuan membuat polisi percaya bahwa kematian 11 anggota keluarga itu menderita “psikosis bersama”, lebih dari sekedar pengalaman gaib.

Psikosis bersama artinya bahwa keyakinan delusi ditransmisikan dari satu orang ke orang lain.

Dalam kasus ini, Lalit Bhatia (45 tahun) adalah orang yang mengalami delusi berbicara dengan ayahnya yang telah meninggal. Keyakinannya kemudian didukung oleh anggota keluarga lainnya yang ikut percaya.

Exit mobile version