Dalam siaran pers tersebut, KMS Kaltim menyatakan sikapnya, yaitu:
1. Menolak upaya-upaya penggusuran paksa masyarakat lokal dan masyarakat adat dari tanahnya dengan dalih apapun.
2. Masyarakat lokal dan masyarakat adat merupakan bagian kelompok rentan yang sudah menjadi kewajiban negara untuk memberikan perlindungan, bukan justru mengalami pembongkaran paksa dan upaya-upaya pemaksaan penggusuran atas nama pembangunan IKN.
3. Menyatakan dokumen Tata Ruang yang dibentuk tanpa partisipasi sejati masyarakat lokal dan masyarakat adat adalah dokumen yang cacat hukum.
4. Menolak pembangunan IKN yang mengusur hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat.
5. Menyerukan kepada seluruh rakyat untuk membangun solidaritas bersama agar keputusan penguasa yang menindas dan tidak memihak rakyat dapat dilawan.
Siaran pers ini ditandatangani oleh 16 organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur, di antaranya Jatam Kaltim, KIKA Kaltim, AJI Samarinda, LBH Samarinda, Aksi Kamisan Kaltim, SAKSI FH Unmul, PEMA Paser, POKJA 30, PuSHPA FHUNMUL, Pus-HAMMT UNMUL, TKPT, AMAN Kalimantan Timur, PUSDIKSI FH UNMUL, Nomaden Institute, Sambaliung Corber, dan Perempuan Mahardhika.
Badan Otorita Ibu Kota Nusantara sendiri belum memberikan penjelasan resmi terkait persoalan dugaan pengusiran warga itu hingga berita ini terbit. (*)