Jumat, 15/11/2024 - 12:52 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ACEH

Kolaborasi Kawal Percepatan Pemulihan Pelanggaran HAM Berat di Aceh

BANDA ACEH – Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama, menuturkan bahwa dari 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, tiga di Aceh yang diakui oleh Presiden Jokowi.

Hal itu disampaikan oleh Supriady Utama dalam diskusi yang digelar Aceh Resource and Development (ARD) dengan tema “Pasca Kick Off Penyelesaian Non Yudisial Rumoh Geudong, Apa Langkah Berikutnya” di Moorden Cafe Pango, Banda Aceh, Kamis (27/72023).

“Tiga kasus pelanggaran HAM Berat di Aceh itu yakni Tragedi Rumoh Geudong, Simpang KKA, dan Jambo Keupok,” kata Sepriady Utama.

Menurutnya, posisi Komnas HAM terkait mekanisme non yudisial ini, menyambut baik katas sikap presiden yang mengakui 12 peristiwa HAM berat di Aceh.

“Menjamin untuk tidak terulangnya, dengan menjamin adanya reformasi dan peningkatan penegak hukum dan penegakan HAM,” jelasnya.

Ia mengatakan, bahwa koordinasi Komnas HAM dan Kejaksaan Agung menjadi penting, tanpa menafikan mekanisme yudisial.

Ia juga mengakui, saat ini korban belum mendapatkan haknya. Komnas HAM berpendapat untuk membuka ruang agar korban yang belum terdata dapat mengajukan status sebagai korban pelanggaran HAM.

“Bagaimana dengan 5000 pernyataan kesaksian peristiwa pelanggaran HAM yang pernah diambil kesaksian oleh KKR? Apakah dari 5000 itu mencakup di dalamnya tiga peristiwa HAM berat yang sudah diselidiki oleh Komnas HAM?,” ujarnya,

Ia menjelaskan, bahwa di Aceh disebut hanya terbatas terhadap tiga peristiwa. Jika ada korban tiga peristiwa tersebut diambil kesaksiannya dalam 5000 orang tersebut, mereka berhak mendapat hak pemulihan.

“Hak reparasi, hak keadilan, adalah norma dan rujukan Komnas HAM ketika mendefinisikan dalam pemenuhan hak pelanggaran HAM berat,” kata dia.

Sepriady mengatakan, dibutuhkan untuk mendorong Undang-Undang (UU) KKR Nasional, sebagai payung hukum KKR Nasional.

Sebab, jika tidak ada UU KKR, maka akan mengulangi hal yang sama, jika setiap mau pemilu pasti ada kasus HAM.

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh berharap Komnas HAM dapat melanjutkan pencarian data korban pelanggaran HAM berat di Aceh pasca kick off penyelesaian non yudisial tragedi Rumoh Geudong.

“Harapan KKR Aceh, Komnas HAM pasca kick off melanjutkan pencarian data lanjutan,” kata Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya.

Menurut dia, kick off penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat Rumoh Geudong merupakan hasil rekomendasi tim PP HAM. Lalu tiga peristiwa HAM berat di Aceh rekomendasi dari Komnas HAM, dan tim PP HAM mengambil data dari Komnas HAM

“Komnas HAM melakukan penyelidikan secara acak. Untuk membuktikan sahnya peristiwa pelanggaran HAM yang memenuhi unsur beratnya. Bisa dipahami kenapa kini adanya komplain dan debat mengenai jumlah data, karena data Komnas HAM adalah data sampling,” jelasnya.

Ia menjelaskan, bahwa sebelum Komnas HAM melakukan penyelidikan, sudah ada lembaga non yudisial yaitu KKR Aceh yang melakukannya. Dimana data yang sudah ada di KKR sebanyak 5000 data korban, patut diduga juga ada korban yang memenuhi pelanggaran HAM berat.

“Sebagian data korban dari tiga peristiwa itu, yang dideteksi oleh KKR sebanyak 69 orang. Sisanya harus dilakukan penyidikan kembali oleh KKR, bisa jadi jumlahnya lebih banyak, dan tidak dikunci seperti sekarang,” ujarnya.

Menurutnya, tim PP HAM patut diperpanjang masa tugasnya untuk menyelesaikan data yang belum diakomodir. Jika tidak diperpanjang, maka akan terjadi kecemburuan sosial, konflik antara korban, yang muaranya pasti akan ke KKR. Sebab KKR adalah lembaga yang bertugas di bidang itu.

Namun, jika Komnas HAM tidak menindaklanjuti penyelidikan data itu, maka pekerjaan tindak lanjut pemulihan yang saat ini diserahkan kepada lintas kementerian akan menyisakan pekerjaan rumah yang tidak selesai.

“Korban akan saling bergesekan dan saling klaim, dan itu tidak menguntungkan bagi Aceh yang sedang melestarikan perdamaian,” ungkapnya.

Disisi lain, Lembaga Studi Demokrasi dan Perdamaian, Henda Laohan Saputra, menyampaikan bahwa Tim PPHAM dibentuk berbasis Kepres Tahun 2022 dan bekerja berbasis data Komnas HAM.

1 2

Reaksi & Komentar

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَن يَنكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُم بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ مِنكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ البقرة [232] Listen
And when you divorce women and they have fulfilled their term, do not prevent them from remarrying their [former] husbands if they agree among themselves on an acceptable basis. That is instructed to whoever of you believes in Allah and the Last Day. That is better for you and purer, and Allah knows and you know not. Al-Baqarah ( The Cow ) [232] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi