Jumat, 15/11/2024 - 11:03 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

IN-DEPTH

KPK di Mata Rakyat Aceh

BANDA ACEH – Terjadinya kompromi di pemerintah pusat dan provinsi maupun kabupaten/kota menjadikan korupsi tumbuh subur dan merajalela sampai ke daerah-daerah hingga pedesaan sekalipun. Perilaku ini bisa langsung blak-blakan ditemukan di depan mata hari-hari ini. Demikian yang disampaikan mantan Anggota KIP Kota Langsa, Sulaiman Datu yang juga menjabat saat ini sebagai Ketua Harian Corruption Investigation Committee (CIC) Provinsi Aceh kepada HARIANACEH.co.id, Kamis siang (16/3/2023) di Banda Aceh.

Sepertinya, lanjut Sulaiman Datu. Pola penindakan yang dilakukan KPK maupun aparat penegak hukum lain tidak berhasil untuk mencegah, memberantas dan membasmi korupsi yang tumbuh semakin menjamur itu.

“Sering kita dengar setiap saat dan bahkan selalu muncul slogan di mana-mana bahwa kita terus berkomitmen untuk memberantas korupsi dengan penegakan hukum yang profesional, sehingga memberikan kepastian hukum, keadilan hukum, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keselamatan jiwa serta rasa aman dan nyaman sebagai masyarakat,” ucap pria asal tanah Gayo itu.

Kemudian, tambah Sulaiman Datu lagi. Pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri yang menyebutkan bahwa pemberantasan korupsi di negeri ini adalah sebuah keniscayaan. Maka, seharusnya seluruh instansi baik di pusat maupun daerah harus menilai ungkapan Ketua KPK itu sebagai peringatan mendasar dalam rangka pencegahan atau early warning yang serius dan harus dijalani seutuhnya pula secara serius oleh setiap individu yang sedang diberi amanah untuk mengelola uang rakyat, karena ada dampak norma hukum yang melekat pada perilaku evil seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang kerap dikenal dengan istilah extraordinary crime.  Apalagi, sambung Sulaiman Datu, uang yang sedang dikelola adalah uang milik rakyat yang dihasilkan dari berbagai sektor seperti pajak dan sebagainya untuk seutuhnya kembali kepada rakyat pula.

“Terkhusus apabila kita kaitkan uang yang sedang dikelola itu adalah dana otsus (otonomi khusus) seperti di dua Provinsi yaitu Aceh dan Papua,” timpal Sulaiman Datu.

Sulaiman Datu mengingatkan bahwa KPK masih sangat dibutuhkan di Provinsi Aceh. Provinsi yang dulunya sempat porak-poranda pasca tsunami tahun 2004 akhir. Banyak warga Aceh yang meninggal dunia akibat bencana itu.

“Kalau kita tarik ke belakang lagi, Provinsi Aceh ini juga secara esensinya telah mati suri akibat konflik puluhan tahun dengan pemerintah pusat sejak dari era Soekarno hingga Soeharto, BJ Habibi, Abdurrahman Wahid dan Megawati. Aceh selalu dalam keadaan menyeramkan. Kalau ada warga yang bukan berasal dari Aceh dan ia ingin ke Aceh waktu itu, pasti dia akan bertanya terlebih dahulu jika ingin ke Aceh, Aceh Aman?,” cerita Sulaiman Datu.

Perihal cerita itu, kata Sulaiman Datu setidaknya setelah pasca-perdaimaian MoU Helsinki, traumatik akut yang didera rakyat Aceh sudah mulai hilang perlahan-lahan secara psikologi dengan telah dilahirkannya pula Undang-Undang (UU) Pemerintah Aceh tahun 2006 dengan menyesuaikan kehidupan rakyat Aceh pasca konflik dan Bencana Tsunami. Namun, tanpa disadari juga, penyakit korupsi, kolusi, nepotisme yang merupakan evil act itu pelan-pelan muncul di tengah perilaku Rakyat Aceh itu sendiri saat ini.

“Karena pernah terpuruk puluhan tahun sebagai sebuah provinsi, ditambah miskin pula seperti yang kita kutip dari data BPS, sumber daya alam di blok B kabupaten Aceh Utara dikeruk habis-habisan untuk mensubsidi pembangunan di pulau Jawa. Maka, setidaknya penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme pelan-pelan menghinggap di tengah oknum individu di Provinsi ini, oknum-oknum yang punya pengaruh kuasa ambil kesempatan, oknum-oknum di tubuh partai politik lokal ikut-ikutan ambil peluang, oknum-oknum mantan kombatan yang tergabung di GAM juga tidak mau ketinggalan, semuanya oknum-oknum itu merasa belum cukup dan terus merasa lapar untuk setidaknya membalas waktu yang sudah hilang sia-sia selama 30 tahun lebih yang seolah-olah itu adalah sebuah perjuangan,” ucap Sulaiman Datu.

Jika dulu, tambah Sulaiman Datu, Aceh pernah ada dalam situasi darurat militer yang berkepanjangan ditambah estafet darurat sipil yang tak menentu di era Megawati, korban konflik bertebaran di mana saja, pembantaian terjadi, killing field apalagi, membuat posisi Aceh ibarat ‘sudah jatuh tertimpa tangga pula‘. Maka, hari-hari ini situasi Provinsi Aceh juga tidak jauh dari situasi itu.

1 2 3 4

Reaksi & Komentar

إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ البقرة [131] Listen
When his Lord said to him, "Submit", he said "I have submitted [in Islam] to the Lord of the worlds." Al-Baqarah ( The Cow ) [131] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi