BANDA ACEH – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf bepergian atau plesiran luar negeri hingga enam bulan kedepan.
“Benar, KPK melakukan upaya cegah untuk tidak melakukan bepergian keluar negeri terhadap satu orang pihak terkait,” ujar Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi dari Banda Aceh, Selasa (7/3/2023).
Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh (PNA) itu pernah diperiksa lembaga antirasuah terkait kasus dugaan gratifikasi proyek pembangunan dermaga Sabang dengan tersangka Izil Azhar alias Ayah Merin.
“Agar proses penyidikan perkara dugaan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Aceh dapat segera dirampungkan,” jelasnya.
Ali menyebutkan, tindakan tersebut bakal dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait seperti Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI selama enam bulan pertama.
“Dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan,” ucapnya.
Ali menyampaikan, KPK meminta Irwandi Yusuf agar tetap berada di dalam negeri serta meminta yang bersangkutan kooperatif apabila kembali diperiksa.
“KPK berharap pihak yang dicegah tersebut tetap di dalam negeri dan mengingatkan agar kooperatif hadir saat dilakukan pemanggilan oleh tim penyidik,” kata Ali Fikri.
Sebelumnya, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memeriksa mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebagai saksi kasus dugaan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur Provinsi Aceh untuk tersangka Izil Azhar.
“Irwandi sudah datang, sudah di ruang pemeriksaan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (16/2/2023).
Penyidik KPK menetapkan Izil Azhar sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi gratifikasi yang melibatkan Irwandi Yusuf, selaku Gubernur Provinsi Aceh periode 2007-2012.
Pada saat itu Provinsi Aceh sedang melaksanakan proyek pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang Aceh yang pembiayaannya dari APBN.
Ketika proyek tersebut berjalan, Irwandi Yusuf dalam jabatannya sebagai gubernur diduga menerima uang sebagai gratifikasi dengan istilah “jaminan pengamanan” dari pihak Board of Management (BOM) PT Nindya Sejati Joint Operation yaitu Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid.
Terkait penerimaan tersebut, Irwandi Yusuf kemudian turut serta mengajak Izil Azhar sebagai orang kepercayaannya untuk menjadi perantara penerima uang dari Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid.
Izil Azhar menjadi orang kepercayaan Irwandi Yusuf karena sebelumnya pernah menjadi bagian tim sukses Pilkada Gubernur Aceh tahun 2007.
Penyerahan uang melalui tersangka Izil Azhar dilakukan secara bertahap dari tahun 2008 sampai dengan 2011 dengan nominal bervariasi mulai dari Rp10 juta sampai dengan Rp3 Miliar hingga total berjumlah Rp32,4 Miliar.
Uang gratifikasi yang berjumlah Rp32,4 Miliar selanjutnya dipergunakan untuk dana operasional Irwandi Yusuf dan juga turut dinikmati Izil Azhar.
Adapun pasal yang dipersangkakan penyidik kepada Izil Azhar yakni Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.