Jumat, 15/11/2024 - 01:51 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ASIAINTERNASIONAL

Kunjungan Prabowo ke China Dikritik, Ada Misintrepretasi Atas Kerjasama Kemaritiman yang Rugikan RI

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Kunjungan perdana Presiden Prabowo ke Tiongkok untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping mengundang kritik tajam Bara Maritim dan Setara Institue.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Dalam kunjungan ke China, Indonesia melakukan penandatanganan nota kesepahaman meliputi pengembangan bersama di sektor perikanan, minyak, dan gas di wilayah maritim yang merupakan klaim tumpang tindih antara kedua negara. 

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Selain itu, terdapat kesepakatan mengenai keselamatan maritim serta pendalaman kerja sama di bidang ekonomi biru, sumber daya air dan mineral, serta mineral hijau.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Bara Maritim dan Setara  menilai langkah ini sebagai kebijakan yang keliru dan berisiko serius bagi Indonesia.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Merisa Dwi Juanita, Founder Bara Maritim & Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute mengatakan, ada beberapa alasan yang mendasari pandangan tersebut adalah:

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

1. Penolakan Klaim Sepihak China

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak China atas peta 10 garis putus-putus (ten dash line) di Laut Cina Selatan yang diterbitkan pada 28 Agustus 2023 oleh Kementerian Sumber Daya Alam Tiongkok.

“Klaim ini mencakup wilayah luas di Laut Cina Selatan, termasuk pulau, terumbu karang, dan zona maritim negara lain, serta mencaplok wilayah perairan Indonesia yang sah di sekitar Pulau Natuna,” kata Merisa dalam keterangan pers tertulis, Senin, 11 November 2024.

Berita Lainnya:
Kejagung Sita Duit Rp20 Miliar terkait Suap Hakim Pengadil Ronald Tannur

2. Kepatuhan terhadap UNCLOS 1982

Indonesia dan Tiongkok adalah negara yang telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Klaim ruang laut Indonesia saat ini sepenuhnya didasarkan pada ketentuan UNCLOS 1982.

Wilayah Tiongkok jauh melampaui 200 nm ZEE dan 350 nm landas kontinen sehingga jelas tidak ada tumpang tindih klaim wilayah.

Karena itu, memulai kerja sama di wilayah yang menjadi klaim tumpang tindih tidak memiliki dasar yang kuat, terutama mengingat protes terhadap klaim Tiongkok yang konsisten dilakukan sejak tahun 1995 oleh Menlu Ali Alatas hingga Menlu Retno Marsudi pada periode 2019-2024.

Sehingga pernyataan bersama terkait klaim tumpang tindih pada wilayah maritim kedua negara merupakan inkonsistensi yang serius. 

3. Putusan Arbitrase Internasional 2016

Klaim Tiongkok melalui ten dash line (sebelumnya nine dash line) telah terbantahkan oleh Arbitrase Internasional pada tahun 2016 sehingga tidak memiliki basis hukum yang sah.

Berita Lainnya:
Citra Satelit Perlihatkan Rudal Israel Gempur Bekas Gudang Senjata Nuklir Iran

Penandatanganan nota kesepahaman oleh Presiden Prabowo dianggap sebagai tindakan yang mengakui klaim Tiongkok, padahal secara hukum internasional klaim tersebut tidak valid.

4. Pelanggaran oleh Nelayan dan Coast Guard Tiongkok.

Nelayan Tiongkok, bersama dengan penjaga pantainya, telah berulang kali melakukan penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing) dan melanggar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara secara agresif.

Tindakan ini menyebabkan krisis berkepanjangan yang merugikan Indonesia, baik secara ekonomi maupun keselamatan para nelayan yang terlibat langsung.

Rekomendasi Bara Maritim dan SETARA Institute

“Bara Maritim dan SETARA Institute mendesak agar Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri ataupun Presiden Prabowo sendiri, segera mengeluarkan pernyataan resmi yang menegaskan kembali posisi Indonesia sesuai dengan UNCLOS 1982 dan putusan Arbitrase Internasional 2016,” kata Merisa. 

Selain itu, diperlukan penguatan potensi kelautan di wilayah yurisdiksi Indonesia serta peningkatan keamanan insani (human security) bagi para nelayan dengan penegakan hukum yang lebih tegas di wilayah zona krisis, termasuk peningkatan peralatan yang canggih di kapal-kapal Bakamla untuk menciptakan keamanan maritim di wilayah perairan Indonesia


Reaksi & Komentar

وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ البقرة [283] Listen
And if you are on a journey and cannot find a scribe, then a security deposit [should be] taken. And if one of you entrusts another, then let him who is entrusted discharge his trust [faithfully] and let him fear Allah, his Lord. And do not conceal testimony, for whoever conceals it - his heart is indeed sinful, and Allah is Knowing of what you do. Al-Baqarah ( The Cow ) [283] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi