Sabtu, 16/11/2024 - 08:33 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Lagi Pangkas Bansos, Hidup Rakyat Kian Boncos

URUSAN Bansos (Bantuan Sosial) di negeri ini ternyata tak semudah apa yang kita pikirkan, jika tidak dikorupsi ya dikurangi. Dilansir dari CNN Indonesia.com, 30/10/2023, pemerintah mengurangi 690 ribu keluarga penerima bantuan sosial (bansos) beras 10 kg per bulan dari 21,35 juta ke 20,66 juta. Jumlah tersebut dikurangi berdasarkan hasil evaluasi Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama pihak-pihak terkait.

Pemangkasan dilakukan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) selaku lembaga yang diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin pembagian bansos ini. Nantinya, angka penerima baru ini berlaku untuk sisa masa penyaluran hingga akhir 2023. Presiden Jokowi mengatakan bakal memperpanjang bantuan pangan beras hingga Desember 2023. Apabila anggaran memungkinkan, Jokowi bahkan akan memperpanjang program bansos tersebut pada Januari – Maret 2024.

Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani mengatakan koreksi data penerima berdasarkan validasi dari Kementerian Sosial. Ia menyebut ada beberapa penerima manfaat sebelumnya yang kini sudah meninggal dunia, pindah lokasi, maupun dianggap sudah mampu.

“Upaya ini penting untuk menjaga kualitas produk pangan tersebut tetap terjaga hingga sampai di tangan penerima bantuan,” kata Rachmi.

Rachmi Widiriani juga mengatakan, dari hasil evaluasi didapati tiga aspek yang perlu perbaikan dan penguatan yakni pemutakhiran data penerima bansos, kualitas bansos, dan mekanisme penggantian.

“Kami terus melakukan penyempurnaan terhadap mekanisme penyaluran bantuan ini. Sehingga dengan adanya perpanjangan bantuan pangan beras, penyaluran akan semakin baik dan benar-benar menyasar masyarakat yang membutuhkan”.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan program bantuan pangan merupakan bagian dari kegiatan pelayanan publik sehingga terhadap penyelenggaraannya perlu dipastikan tidak terjadi maladministrasi.

“Ombudsman berupaya untuk memperkuat regulasi-regulasi agar Badan Pangan Nasional tugas pokok dan kewenangannya semakin kuat, infrastrukturnya semakin bagus, mencegah terjadinya maladministrasi,” jelasnya.

Ironis, Pengurangan Bansos di tengah sulitnya kehidupan

Pasca Pandemi Covid-19 hingga hari ini sebetulnya kondisi rakyat belum pulih benar, berbagai usaha gulung tikar sementara kebutuhan pokok harganya kian tak terjangkau. Bantuan Sosial sebenarnya meski bukan solusi mengakar, namun cukup penting untuk dijadikan jembatan sembari menerapkan teknik yang lain agar perekonomian tidak semakin terpuruk.

Alih-alih peduli, pemerintah malah mengurangi sasaran penerima Bansos beras. Tak tanggung-tanggung, dari 21,3 juta berkurang menjadi 20,66 juta KPM (Keluarga Penerima Manfaat). Ini dampak dari pemutakhiran data, bahkan alasan Ombusdman agar tak terjadi maladministrasi , dimana hasilnya diperoleh hasil data penerima meninggal dunia, pindah lokasi, dan dianggap telah mampu. Alasan ini layak dipertanyakan. Kalaupun mereka pindah bukankah masih dalam wilayah Indonesia , apalagi jika diklaim data setiap wilayah sudah terlink secara digital dan otomatis.

Sementara jika alasan pengurangan karena dianggap sudah mampu, rasanya kecil kemungkinannya apalagi dalam masa ekonomi melambat, paska Covid juga mahalnya bahan pangan. Pungutan pajak tidak berhenti, bansos saja terbatas, baik nominal maupun waktunya. Apalagi yang bisa diharapkan? Apalagi di Indonesia ini bantuan (baca: penghargaan) bisa sedemikian lancar jika punya “prestasi” atau menjadi duta-dutaan. Kita tentu masih ingat kisah Farel penyanyi cilik dan Putri Ariani penyanyi tunanetra penyabet God Talent di ajang pencari bakat Amerika.

Hampir semua lembaga kementerian, bahkan presiden sendiri memberikan bantuan dan menjanjikan berbagai fasilitas. Alhasil, keadaan tetap seri, si miskin tetap miskin, si kaya semakin kaya.

Penyaluraan bansos sejak lama sudah banyak masalah, mulai dari tidak semua keluarga miskin mendapatkan, tidak tepat sasaran , adanya penyunatan dana bantuan bahkan korupsi dan lain-lain. Dugaan manipulasi data tak bisa disingkirkan. Apalagi lebih rentan di tahun politik seperti ini, dana bansos menjadi dana strategis pelaku politik, ibarat kue, menjadi rebutan untuk menarik hati rakyat. Semua ini adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi sekuler. Apapun akan menjadi instrumen kemenangan sebab segala cara memang dihalalkan, yang penting menang meski tak berkah. Partai politik Islam, berikut aktifisnya mau tak mau akan terikat dalam pusaran kebatilan ini, dengan tameng mengambil mudharat yang paling kecil dari mudharat-mudharat yang banyak, astaghfirullah.

Bansos Dalam Pandangan Islam

Bansos sejatinya adalah kebijakan tambal sulam penguasa, sebab tak mungkin menyelesaikan persoalan yang hakiki akibat penerapan demokrasi sekuler dan sistem ekonomi kapitalisme. Dimana kedua sistem ini memang menjadikan negara hanya operator kebijakan, sementara eksekutor diserahkan kepada perusahaan asing, itulah mengapa dalam setiap even penguasa kita getol mencari kerjasama bilateral atau multilateral hanya untuk diberikan hak mengelola kekayaan alam Indonesia.

Faktanya, berbagai fasilitas umum yang dibangun investor, ataupun kekayaan alam yang diekslpore asing tak pernah menyentuh kesejahteraan rakyat, ketika rakyat hendak mengaksesnya sebab tajuknya adalah proyek strategis nasional yang sudah pasti untuk kepentingan rakyat, itu tidak gratis.

Islam mewajibkan negara peduli nasib rakyat, bahkan menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu dengan berbagai mekanisme. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Rasul bahkan mendoakan keburukan bagi mereka yang diberi amanah kekuasaan namun terus menerus menzalimi rakyatnya.

Islam memandang, negara wajib menjamin kualitas terbaik dan kuantitas memadai setiap apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Maka, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan yang merupakan kebutuhan pokok wajib disediakan oleh negara, sebagaimana tuntunan syariat. Yaitu dengan dua mekanisme pelaksanaan langsung dan tidak langsung. Sandang, pangan dan papan, negara menyediakan ya secara tidak langsung yaitu melalui pembukaan lapangan pekerjaan seluas mungkin. Di berbagai bidang, ASN atau usaha sendiri. Bahkan jika misalnya ingin bertani, maka negara bisa memberikan lahan, pupuk, benih, peralatan, dan sebagainya.

Dengan kemudahan mencari nafkah maka setiap keluarga akan mudah pula menjalankan tugas-tugasnya sebagai pencetak generasi cemerlang. Yang mampu mengemban tugas bangsa dan negara. Menjaga peradaban mulia. Sedangkan mekanisme tidak langsung adalah pembangunan sekolah, rumah sakit, masjid, jalan, jembatan dan fasilitas umum lainnya yang dibutuhkan masyarakat dengan pembiayaan yang berasal dari hasil pengelolaan SDA. Dalam Islam, sumber daya alam adalah milik umum.

Sebagaimana sabda Rasulullah, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Ini artinya, kekayaan alam yang jumlahnya tak terbatas wajib dikelola negara, hasilnya diletakkan di Baitul Mal dan digunakan untuk pembiayaan berbagai kebutuhan masyarakat. Negara di sini bertindak sebagai wakil rakyat, bukan pemilik sehingga bebas menjualnya kepada investor asing. Bahkan ikut dalam bursa lelang sebagai pelaku ( membawa nama perusahaannya sendiri) untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Dalam Islam, justru perbuatannya dihukumi haram.

Jaminan negara ini berlaku untuk seluruh warga negara tanpa kecuali, baik miskin atau kaya, tua muda, pintar bodoh, salih atau jahat. Dengan penerapan sistem Islam ini, rakyat akan bisa menikmati keadilan dan kesejahteraan tanpa was-was. Dan sebenarnya, ini menjadi kewajiban atas akidah mereka, sebagaimana Allah swt. memerintahkan untuk masuk Islam secara menyeluruh. Artinya Islam tak sekadar agama pengatur akidah tapi juga way of life. Wallahualam bissawab.[]


Reaksi & Komentar

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ البقرة [256] Listen
There shall be no compulsion in [acceptance of] the religion. The right course has become clear from the wrong. So whoever disbelieves in Taghut and believes in Allah has grasped the most trustworthy handhold with no break in it. And Allah is Hearing and Knowing. Al-Baqarah ( The Cow ) [256] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi