Dalam arahannya, Muhammad Ridha menekankan pentingnya peran FTI Aceh dalam meningkatkan kemampuan para pengrajin tempe di Aceh.
“FTI harus menjalankan peran dan fungsinya dalam upaya meningkatkan kemampuan para pengrajin tempe Aceh baik dalam aspek pengetahuan, ketrampilan serta fasilitas rumah produksi tempe sehingga produk yang dihasilkan memenuhi standar sanitasi dan higiene serta mengandung zat gizi dan zat bioaktif menjadikan tempe sebagai super food,” kata Sekjen.
Junaidi, yang terpilih sebagai Ketua FTI Aceh untuk periode 2023-2028, berkomitmen untuk menjalankan tugasnya bersama para pengurus. FTI Aceh akan berfokus pada edukasi masyarakat tentang manfaat tempe sebagai pangan fungsional dalam menu keluarga.
“Kita akan melakukan beberapa upaya untuk wujudkan tujuan dari FTI sebagai lembaga independen ini bersama para pengurus yang terdiri dari berbagai unsur mulai dari para akademisi, pengusaha dan para pengrajin tempe, pedagang tempe dan kelompok masyarakat yang diberikan amanah ini. Kami juga sangat menyadari FTI tidak akan mampu mewujudkan tugas ini sendiri,” kata Junaidi.
Penandatanganan MoU dengan SMK Negeri 3 Jurusan Tata Boga Banda Aceh. |FOTO: for OrinewsSelain itu, FTI Aceh juga melakukan beberapa kegiatan penting, termasuk menandatangani MoU dengan SMK Negeri 3 Jurusan Tata Boga Banda Aceh. Kerjasama ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada para guru dan siswa agar tempe dapat diolah dengan baik dan memiliki nilai rasa serta tampilan yang menarik.
Dalam acara pelantikan, FTI Aceh juga mengadakan TOT Pelatihan Pengolahan Tempe Berstandar Nasional dengan fokus pada sanitasi dan higiene.
Dr. Dadi Hidayat Maskar, Pembina FTI Pusat dan Tim USSEC Indonesia, mengingatkan sebagian besar produksi tempe di Indonesia masih dilakukan secara tradisional, sehingga kualitas sanitasi dan higiene perlu ditingkatkan.
“Hampir 95% produksi tempe di Indonesia masih memproduksi secara tradisional sehingga sebagian besar tempe masih rendah kualitas sanitasi dan higiene nya,” ujarnya.
Pelaksanaan Training Of Trainer dan Kuliah Pakar terkait Pengolahan Tempe Berstandar Nasional dengan fokus pada sanitasi dan higiene. |FOTO: for OrinewsSementara itu, Ibnu Edy Winoyo, sebagai Country Director USSEC Indonesia, menyoroti rendahnya tingkat konsumsi tempe di Indonesia dan kurangnya variasi dalam pengolahan menu tempe. Padahal, usaha pengolahan tempe memiliki potensi besar untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
“Saat ini tingkat konsumsi tempe Indonesia masih rendah, pengolahan menu nya belum bervariasi, dan juga jumlah produsen tempe di Indonesia masih minim padahal usaha pengolahan tempe adalah suatu usaha yang sangat menjanjikan,” tuturnya.
Kegiatan pelatihan ini diikuti oleh 50 peserta, termasuk para pengrajin tempe, guru tata boga, pengusaha, koperasi dayah, dan kelompok PKK desa. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas produksi tempe dan mengedukasi masyarakat tentang manfaat tempe sebagai pangan fungsional yang mendukung kesehatan.
Semua kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari FTI Pusat, SMK Negeri 3 Banda Aceh, serta penyedia kedelai seperti FKS, Azaki, dan Tempe Meuraxa. Semoga upaya ini dapat memajukan industri tempe di Aceh dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.
|Editor: Awan