Pasukan Israel telah berhasil menghancurkan banyak desa Lebanon di seberang perbatasan tetapi mengambil korban berat dan belum mampu melanggar garis pertahanan pertama Hizbullah.
Sebelumnya pada hari Rabu, media Ibrani melaporkan “insiden yang sangat sulit” di mana beberapa tentara Israel tewas di Lebanon selatan, datang ketika Tel Aviv baru-baru ini menyatakan perluasan operasi daratnya di negara itu.
Menurut Sky News Arabia, sembilan tentara Israel tewas di sebuah bangunan yang terperangkap di selatan Lebanon, dan yang lainnya terluka.
Para prajurit berada di dalam gedung ketika bahan peledak diledakkan.
Pada hari Selasa, tentara Israel mengumumkan awal fase kedua operasi daratnya di Lebanon selatan dalam upaya untuk maju menuju garis pertahanan kedua Hizbullah.
“Tentara Israel telah memulai fase kedua dari manuver darat di Lebanon selatan, dengan Divisi 36th maju menuju garis pertahanan kedua Hizbullah,” surat kabar Israel Maariv melaporkan.
Hizbullah menanggapi dengan mengatakan bahwa keputusan tentara Israel “hanya akan menyebabkan kekecewaan, dan panen yang tak terelakkan akan lebih banyak kerugian dan kegagalan; ‘Mujahidin kami sedang menunggu.’”
“Perlawanan telah mengambil semua langkah dalam rencana pertahanannya untuk memungkinkannya bertempur dalam pertempuran panjang untuk mencegah musuh mencapai tujuannya,” tambah gerakan perlawanan Hizbullah.
Kelemahan Iron Dome Terbaca
Meski dibantah, serangan dua kali dalam satu hari ke markas tentara Israel menjadi sorotan sejumlah pakar soal klaim besar ketangguhan sistem pertahanan Israel yang selama ini digadang sebagai yang terbaik.
Peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional Israel (INSS) Orna Mizrahi mengatakan drone Hizbullah sulit terdeteksi karena ukurannya kecil, sangat ringan, dan tanda radar rendah.
Selain itu, serangan Hizbullah menunjukkan kegagalan Iron Dome dan kelemahan militer Israel.
Mizrahi juga mengatakan Iran dan sekutunya berusaha mengalahkan sistem pertahanan Israel yang terkenal canggih.
“Setiap kali kami menemukan solusi untuk sesuatu, mereka menemukan cara lain untuk menyerang,” ungkap Mizrahi, dikutip dari CNN.
Mirsad-1 Hizbullah bahkan lolos tanpa terdeteksi sistem peringatan Israel.
Bukan Kali Pertama
Drone Hizbullah yang menembus situs strategis Israel bukan kali pertama.
Pada Juni, Hizbullah merilis video hasil drone berdurasi 9 menit.
Rekaman ini menunjukkan lokasi sipil dan militer di kota terbesar Israel Haifa.
Drone itu juga tampaknya tak terdeteksi militer Israel.
Saat itu, IDF hanya menyatakan akan mempersiapkan dan menemukan solusi untuk menghadapi kemampuan ini.
Lalu pada Juli, pesawat tak berawak dari Houthi juga menembus Tel Aviv.
Tak ada sirine yang aktif saat serangan terjadi.
Serangan terbaru Hizbullah ke Israel juga menunjukkan kemampuan milisi ini usai pemimpin mereka Hassan Nasrallah dan tokoh penting lain tewas dalam operasi Israel.
Pakar keamanan internasional dari Universitas Ibrani Yerusalem, Daniel Sobelman, mengatakan serangan Hizbullah terbaru merupakan kebangkitan.
“Ini mengindikasikan mereka mendapat kembali keseimbangan strategis terhadap kontrol dan kepemimpinan,” kata Sobelman.
Hizbullah bahkan terus melakukan perlawanan dan masih mampu meluncurkan serangan roket dan drone meski Lebanon diinvasi.
“Hizbullah mampu melancarkan perang yang menguras tenaga, mengganggu kehidupan di sebagian besar wilayah Israel utara, dan memberikan dampak yang menyakitkan bagi pasukan Zionis,” ungkap Sobelman.
Di Lebanon, Israel padahal menyerang secara membabi buta.
Mereka menggempur situs Hizbullah dan fasilitas sipil seperti kamp pengungsian.
“Ini menunjukkan bahwa Hizbullah tengah mendapatkan kembali stabilitas operasional mereka,” kata Sobelman.
Ia juga mengatakan dalam perang gerilya, salah satu faktor penting adalah kemampuan pihak yang lebih lemah untuk terus maju, bertempur, dan menimbulkan kerugian ke pihak lain.
Jumlah korban tewas dari militer Israel yang terus bertambah menunjukkan Hizbullah bertekad untuk tetap maju, meski mengalami pukulan telak berulang kali.